kip lhok
Beranda / Gaya Hidup / Olah Raga / Atlet Golf Aceh Terpuruk di PON XXI, Muncul Kritik Terhadap Perekrutan Pemain

Atlet Golf Aceh Terpuruk di PON XXI, Muncul Kritik Terhadap Perekrutan Pemain

Selasa, 17 September 2024 19:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi
Hasil pertandingan cabor golf PON XXI yang menempatkan dua pegolf Aceh berada di posisi terbawah. [Foto: tangkapan layar dari gtscore]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Harapan besar masyarakat Aceh untuk melihat atlet golf daerah berprestasi di kancah nasional pupus setelah hasil pertandingan cabang golf Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatera Utara 2024 diumumkan. 

Dua pegolf Aceh, Muhammad Habil Maliki dan Markus Maximus, harus menerima kenyataan pahit dengan menempati posisi terakhir di kategori golf putra.

Muhammad Habil Maliki, yang bertanding di nomor perorangan putra, hanya mampu menduduki peringkat 59, atau peringkat terakhir dari seluruh peserta. 

Sementara itu, Markus Maximus menempati peringkat 54, sedikit lebih baik tetapi tetap jauh dari harapan.

Di sisi lain, pegolf dari Provinsi Jakarta, Gabriel Hansel Hari, berhasil membawa pulang medali emas di nomor perorangan putra, mengukuhkan dominasinya di ajang bergengsi ini. 

Medali perak diraih oleh Mochtar dari Kalimantan Timur, dan Asa Najib Bhakti dari Sumatera Utara mengamankan medali perunggu, memperlihatkan persaingan ketat di antara provinsi-provinsi yang lebih matang dalam olahraga ini.

Kegagalan atlet golf Aceh memunculkan kritik dari berbagai kalangan, terutama dari komunitas golf lokal. Seorang pegolf senior yang tidak ingin disebutkan namanya menyayangkan rendahnya kualitas pemain golf Aceh yang berlaga di PON kali ini.

Menurutnya, perekrutan pemain tidak berdasarkan kemampuan dan prestasi, melainkan karena faktor lain.

“Saya sangat kecewa dengan hasil yang dicapai. Bagaimana mungkin Muhammad Habil Maliki, yang sebenarnya masih tergolong pemula dengan handicap 24, bisa diutus ke ajang sebesar PON? Seharusnya Aceh mengirimkan pemain dengan handicap single yang lebih berpengalaman dan layak untuk bertanding di level nasional,” ujar pegolf tersebut kepada Dialeksis.com, Selasa (17/9/2024).

Ia juga menyoroti bahwa Muhammad Habil direkrut bukan karena prestasinya, melainkan karena ada hubungan keluarga dengan salah satu pengurus. 

"Ini sangat tidak adil bagi pegolf berbakat lainnya di Aceh. Ada banyak pegolf muda dengan kualitas yang jauh lebih baik yang seharusnya diberi kesempatan," tambahnya.

Markus Maximus, yang juga mewakili Aceh, diketahui bukan berasal dari provinsi ini. 

"Markus didatangkan dari Jakarta. Ini juga menjadi tanda tanya besar, kenapa kita harus mengimpor pemain dari luar sementara di Aceh ada banyak potensi lokal yang lebih bagus?" tanya pegolf tersebut.

Aceh sebenarnya memiliki banyak potensi pegolf berbakat yang masih tersembunyi di seluruh wilayah Tanah Rencong.

Ia juga menilai bahwa olahraga golf, seperti halnya cabang olahraga lain, membutuhkan perhatian serius, terutama dalam hal pembinaan dan pengembangan talenta muda.

“Jika kita ingin bersaing dengan provinsi lain seperti Jakarta, Kalimantan Timur, atau Sumatera Utara, Aceh harus lebih serius dalam membina atlet golf. Potensi ada, tetapi jika tidak diberi kesempatan untuk berkembang, hasilnya akan seperti sekarang,” pungkasnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda