kip lhok
Beranda / Opini / Kekuatan Mualem dan Menakar Potensi Rival Terkuat

Kekuatan Mualem dan Menakar Potensi Rival Terkuat

Minggu, 05 Mei 2024 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Penulis :
Jabal Ali Husin Sab

 

Penulis: Jabal Ali Husin Sab, Analis Politik Saman Strategic Indonesia


DIALEKSIS.COM | Opini - Muzakir Manaf atau yang dikenal sebagai Mualem, mantan Panglima GAM dan Ketua Umum DPP Partai Aceh adalah nama yang paling sering diperbincangkan jelang Pilkada Aceh 2024. Dari pemberitaan media, dapat kita saksikan bahwa beberapa tokoh partai telah menemui Mualem dan jajaran Partai Aceh dengan tujuan ingin mendaftar sebagai calon wakil gubernur mendampingi Mualem. Di kalangan elit politik Aceh hari ini, Mualem adalah fenomena yang menakutkan sebagai lawan, sekaligus menarik untuk didekati.

Beberapa bulan sebelum Pemilu, Nasir Djamil menjadi sosok yang dibincangkan dan turut mendapat perhatian publik sebagai salah satu calon gubernur yang akan ikut berkontestasi. Namun setelah perolehan suara DPR-RI nya yang kurang meyakinkan, meski berhasil meraih kursi terakhir di Dapil 2, nama Nasir Djamil sebagai calon gubernur tiba-tiba tenggelam. Terlebih lagi setelah pertemuan jajaran DPP PKS dengan Mualem dan jajaran petinggi PA yang kemudian berakhir dengan kesepakatan bahwa PKS turut mengusung Mualem sebagai calon gubernur.

Pernyataan PKS untuk mengusung Mualem membuat publik bertanya-tanya, siapa yang kemudian akan menjadi pilihan alternatif dalam Pilkada 2024 kali ini? Dengan bertujuan melahirkan pemimpin yang dipilih melalui proses pemilihan yang demokratis, tentu kita tak berharap cuma ada satu calon gubernur. Mualem melawan kotak kosong. Atas alasan iklim demokrasi yang sehat, tentu kita berharap masyarakat punya pilihan dalam Pilkada kali ini untuk dapat mewakili aspirasi politiknya dan layak mengemban amanah pembangunan ke depan.

Pilihan Alternatif

Di akar rumput, nama sosok yang memiliki popularitas tinggi dan positif paling tidak selama 10 tahun terakhir adalah Sudirman Haji Uma. Anggota DPD yang memulai karirnya di dunia film komedi Aceh ini menjadi fenomena baru dalam politik Aceh, setelah secara meyakinkan memenangkan kursi DPD berturut-turut dengan memperoleh suara terbanyak. Di pemilu 2024 Haji Uma berhasil meraih lebih dari 1 juta suara.

Sampai hari ini, citra Haji Uma dinilai positif dan mendapatkan simpati luas masyarakat Aceh. Haji Uma dapat dikatakan sebagai tokoh populis. Ia bukan anggota partai politik tertentu. Ia tidak punya mesin politik yang besar sebagaimana Mualem dengan kader Partai Aceh dan eks kombatan GAM yang tersebar di seluruh Aceh. Haji Uma juga bukan politisi yang diketahui memiliki sumber dana yang besar untuk membiayai kerja-kerja politiknya. Modal utama Sudirman Haji Uma adalah soal citra yang dibentuk sejak memerankan tokoh Haji Uma, ayah Yusniar di film komedi Eumpang Breuh. Haji Uma mewakili karakter orang tua khas Aceh yang berpeci dan mengenakan kain sarung, berkendara sepeda GT, dikenal keras dan sangar. Benar-benar mewakili watak Aceh yang genuine.

Setelah terpilih sebagai anggota DPD, Haji Uma juga tidak dikenal dengan fungsi dan perannya yang menonjol sebagai senator di Senayan. Ia lebih dikenal dengan aksi sosial kemanusiaannya memulangkan sejumlah orang Aceh yang sakit dan meninggal di luar negeri. Haji Uma adalah sosok politisi populis. Sementara karakteristik rakyat Aceh hari ini lebih tertarik dengan tipikal tokoh populis ketimbang menjadi pemilih rasional yang berorientasi pada visi-misi pembangunan, rencana program atau arah kebijakan.

Karakter masyarakat Aceh hari ini yang identik dengan populisme semakin memperkecil ruang popularitas dan penerimaan publik terhadap tokoh yang memiliki kompetensi akademis dan kecerdasan intelektual seperti kalangan akademisi, prestasi dan pengalaman kerja seperti mantan birokrat, kalangan teknokrat dan professional dan segmen-segmen lain. Sampai hari ini tokoh populis yang paling berpotensi untuk mengonversi popularitas yang dimiliki menjadi elektabilitas sebagai calon gubernur potensial adalah Sudirman Haji Uma.

Pertanyaannya, apakah Haji Uma bersedia maju sebagai calon gubernur? Sebagai politisi yang tidak berafiliasi dengan partai politik, apakah Haji Uma mampu mendapatkan dukungan elit dan diusung oleh partai-partai?

Beberapa partai selain Partai Aceh kemungkinan besar akan mengusung Mualem sebagai calon gubernur dan menawarkan kader partainya untuk mendampingi Mualem. Gerindra menawarkan ketuanya Fadhlullah sebagai calon wagub, Demokrat dan PKS juga turut menyatakan mendukung Mualem dan siap berkoalisi dengan Partai Aceh.

Sementara itu, Golkar, NasDem dan PKB, dimana ketiga partai ini berhasil meraup suara besar di pemilu 2024, kelihatannya tertarik untuk mengusung Haji Uma. Alasannya, masing-masing partai tersebut masuk dalam empat besar peraih kursi terbanyak DPRA, mereka berpotensi besar untuk mengusung calon gubernur. Sementara itu ketiga partai ini tidak punya sosok kader partai yang cukup populer dan punya elektabilitas memadai untuk diusung di Pilkada kali ini. Alternatifnya adalah mengusung Haji Uma dan menawarkan kader partainya mendampingi sebagai calon wakil gubernur.

Ketiga partai ini juga melihat bahwa peluang menitipkan calon wakil gubernur dari kader partai untuk mendampingi Haji Uma lebih berpeluang ketimbang menawarkan kadernya menjadi wakil Mualem, dimana antrian jumlah kandidatnya sudah terlalu ramai.

Jika memang skenario yang coba penulis jelaskan ini terjadi di Pilkada 2024, yang terjadi adalah pertarungan antara kekuatan mesin politik yang besar, terstruktur dan masif yang dimiliki Mualem melalui Partai Aceh dan eks kombatan GAM, akan melawan Haji Uma yang identik sebagai tokoh populis dan bertumpu pada ketokohan, kekuatan citra dan persona. Akan menjadi tanda tanya besar, mampukah kekuatan populisme berbasis citra mampu mengalahkan kekuatan mesin politik yang terstruktur dan masif? Menurut penulis, jika skenario ini terjadi, maka pertarungan Pilkada kali ini akan berlangsung sengit dan berimbang. Masing-masing punya kelebihan yang tidak dimiliki lawannya.

Strategi Mualem Mencari Pasangan yang Tepat

Mualem tentu perlu mengantisipasi hal ini dengan mencari calon wakil gubernur yang juga punya segmentasi popularitas dan elektabilitas memadai. JIka skenario paslon Mualem-Abu Razak terjadi (hal yang sama jika berpasangan dengan Fadhlullah Gerindra), kelebihannya, mesin PA akan solid, terkonsolidasi dan bekerja total. Namun kelemahannya, Mualem tidak akan mampu menggerus suara di luar segmen pemilih Partai Aceh dan segmentasi pemilih di wilayah Barat-Selatan dan Tengah-Tenggara Aceh.

Skenario yang juga patut diperhitungkan adalah jika Mualem berpasangan dengan Tgk. H. Muhammad Yusuf bin Abdul Wahab alias Tu Sop yang kini menjabat sebagai Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA). Tu sop dikenal sebagai ulama yang punya visi, termasuk visi politik dan pembangunan, menjadi inspirasi dan rujukan banyak kalangan santri maupun masyarakat awam. Tu Sop juga telah menginisiasi gerakan sosial kemasyarakatan melalui Barisan Muda Ummat (BMU) dengan membantu golongan masyarakat yang kurang mampu. Tu Sop memiliki basis modal sosial yang kuat di akar rumput dan juga mampu mengkonsolidasi dan mempersatukan kalangan Dayah se-Aceh. Jika skenario ini berjalan, Mualem kan mendapat dukungan kuat dari kalangan dayah dan masyarakat Aceh yang tidak berafiliasi dengan PA, namun bersimpati dengan ulama Dayah.

Pada akhirnya, Mualem dan Haji Uma yang sama-sama memiliki potensi, kekuatan dan kelebihan masing-masing. Keduanya perlu mempertimbangkan siapa calon wakil gubernur yang dipilih, dengan tujuan memperluas segmentasi pemilih di luar basis massa tetap mereka saat ini. Perluasan segmentasi pemilih seluas-luasnya perlu dioptimalkan oleh setiap calon gubernur dalam upaya mendulang suara sebanyak-banyaknya.

Selain itu, persepsi publik terhadap tiap pasangan calon masih bisa berubah. Salah satu caranya adalah dengan menampilkan komunikasi politik yang efektif, substansial namun mudah dipahami oleh masyarakat. Pola komunikasi politik dan kampanye di sisa-sisa waktu jelang Pilkada adalah diantara strategi terpenting yang harus dimainkan tiap pasangan calon untuk merasionalkan ke publik tentang satu pertanyaan mendasar: mengapa saya harus memilih anda?

Penulis: Jabal Ali Husin Sab, Analis Politik Saman Strategic Indonesia

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda