Ketika Semangat Sportivitas Semakin Memudar
Font: Ukuran: - +
Dr. Ernita Dewi,S.Ag.,M.Hum (Akademisi UIN Ar-Raniry/Ketua Wanita Syarikat Islam Kota Banda Aceh). [Foto: For Dialeksis]
Menang dan kalah merupakan keniscayaan yang tidak dapat dihindari ketika kita dihadapkan dalam suatu pertandingan. Menerima kemenangan dan kekalahan harus disikapi dengan sikap yang arif, bahwa itu merupakan sebuah pertandingan yang tentunya tidak bisa dibawa untuk pengakuan sebagai sebuah harga diri, martabat, yang kemudian menggiring para pemain dan pendukung pada sikap arogan, dan melawan sebuah hasil. Ketika menang muncul sikap euforia, dan pada saat kalah, kita tidak sanggup terima dengan hati yang lapang.
Menerima kekalahan dengan sikap kesatria merupakan bukti kebersihan jiwa dan manifestasi dari budi pekerti yang baik. Apapun kompetisi yang kita lakukan, baik dalam pemilihan pemimpin negara, pemimpin daerah, atau pemimpin suatu institusi yang memang dipilih siapa yang layak untuk menjadi pemenang. Kita harus menjauhkan sikap penuh dengki dan iri kepada pemenang, dengan kita mencari kesalahan dan keburukan sang pemenang.
Sejatinya bersikap fair dan tidak nyinyir pada siapapun yang telah terpilih menjadi pemenang. Berjiwa besar dan menerima kekalahan dan mendukung pemenang adalah kemuliaan sikap yang harus ditumbuhkan dalam diri semua manusia. Kekalahan bukan akhir dari segalanya, masih ada kesempatan bagi yang kalah untuk dapat mempersiapkan diri ikut kompetensi lagi. Bagaimanapun belajar dari kekalahan lalu memperbaikinya dan kembali bertarung secara kesatria adalah sikap yang mesti kita tumbuhkan.
Tidak ada tempat bagi orang yang kalah dan mengumpulkan orang-orang lain untuk melakukan tindakan a-moral bagi yang menang, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Ketidakpuasan tidak harus diwujudkan dengan menyerang orang yang menang, bahkan ada yang membias sampai kepada unsur sara serta menyakiti perasaan dan tubuh orang lain.
Selanjutnya » Tim yang kalah atau calon yang kalah dal...