kip lhok
Beranda / Opini / Kondisi Banda Aceh Terkini dan Persoalan yang Perlu Dituntaskan

Kondisi Banda Aceh Terkini dan Persoalan yang Perlu Dituntaskan

Senin, 29 April 2024 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Penulis :
Jabal Ali Husin Sab

Jabal Ali Husin Sab, Analis Politik dan Kebijakan Publik Saman Strategic Indonesia. [Foto: for Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kota Banda Aceh kini di tahun 2024 berpenduduk 261.960 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sekitar 1,23 persen per tahun. Angka harapan hidup di Banda Aceh cukup tinggi, rata-rata mencapai 75,02 tahun. 

Tingkat partisipasi angkatan kerja mencapai 65,02 persen. Indeks Pembangunan Indonesia (IPM) di Banda Aceh berada di angka 88,32 persen, tertinggi di Provinsi Aceh bahkan di Indonesia. Komponen penyusun IPM adalah umur harapan hidup, angka harapan lama sekolah, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran per kapita yang disesuaikan.

Laju pertumbuhan ekonomi di Kota Banda Aceh berkisar di angka 5,06 persen. Lebih rendah dibandingkan tahun 2021 di angka 5,53 persen dan tahun 2022 di angka 5,23 persen. Namun, laju pertumbuhan ekonomi Banda Aceh berada di atas laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh dan hampir sama dengan angka laju pertumbuhan ekonomi nasional.

Pengeluaran per kapita atau rata-rata pengeluaran rata-rata masyarakat per bulan Banda Aceh tahun 2023 berjumlah 2,07 juta rupiah, mengalami penurunan selama dua tahun terakhir. Di tahun 2022 berada di angka 2,2 juta rupiah dan tahun 2021 berada di angka 2,397 juta rupiah. 

Penurunan angka pengeluaran per kapita masyarakat Banda Aceh ini bisa dilihat sebagai sinyal melemahnya pendapatan masyarakat dan menjadi sinyal terkait kondisi ekonomi warga Banda Aceh yang melemah dan perlu segera ditangani.

Realisasi pendapatan Kota Banda Aceh di tahun 2023 berjumlah 1,281 triliun rupiah dengan beban belanja pegawai sejumlah 458,367 miliar rupiah atau sekitar 38 persen dari total APBK. Penerimaan Banda Aceh terealisasi sejumlah 287,441 miliar rupiah, penerimaan dari pajak daerah mencapai 104,643 miliar rupiah, sementara pendapatan dari retribusi daerah sejumlah 25,146 miliar rupiah. 

Sejauh ini neraca keuangan daerah menunjukkan kondisi yang baik. Namun juga menjadi tantangan bagi pemerintah, khususnya bagi walikota terpilih ke depan nantinya, untuk memikirkan cara menggenjot pendapatan daerah.

Secara statistik menunjukkan bahwa Banda Aceh adalah kota yang layak huni, warganya hidup dengan kondisi baik, kegiatan ekonominya tumbuh - meski data statistik menunjukkan sinyal pelemahan ekonomi selama tiga tahun terakhir - dan menjadi kota dengan kualitas hidup masyarakatnya yang ideal.

Masalah Kemiskinan dan Kesejahteraan Masyarakat

Sebagaimana kota-kota lain, Banda Aceh juga masih punya masalah terkait dengan kesejahteraan sebagian warganya. Penduduk miskin di Banda Aceh berjumlah 19.940 jiwa atau sekitar 7,04 persen jika dihitung dengan garis kemiskinan di angka pendapatan Rp814.530 per bulan. Tingkat pengangguran terbuka mencapai 8,03 persen atau 21.035 jiwa. 

Dari jumlah penduduk miskin yang ada, 3.255 kepala keluarga mendapatkan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dan 8.798 kepala keluarga mendapatkan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

Pekerja formal di Banda Aceh memiliki pendapatan bersih rata-rata per bulan sebesar 4,113 juta rupiah. Sementara pekerja informal di Banda Aceh berpendapatan rata-rata 2,148 juta rupiah. Lebih tinggi dari rata-rata pendapatan di Provinsi Aceh. Namun dengan biaya hidup di Banda Aceh yang juga tinggi, pekerja informal di Banda Aceh bisa dikatakan juga hidup dalam kondisi yang mengkhawatirkan.

Dengan hitungan angka kemiskinan yang ditentukan dari angka pendapatan sebesar 814 ribu rupiah, sebenarnya sebagian warga Kota Banda Aceh yang hidup di atas garis kemiskinan, masih dalam keadaan ekonomi yang belum bisa dikatakan sejahtera. Saya menyimpulkan demikian karena rata-rata pengeluaran per kapita per bulan Banda Aceh berada di angka dua juta rupiah. 

Artinya, selain dari 7 persen masyarakat miskin dihitung dari garis kemiskinan di angka pendapatan 814 ribu rupiah, berarti mereka yang tidak hidup di bawah garis kemiskinan pun masih sulit untuk membiayai hidup di Banda Aceh, alias hidup pas-pasan.

Masalah Perumahan di Banda Aceh

Masalah perumahan telah menjadi salah satu masalah terkait kebijakan publik di setiap kota-kota di dunia, khususnya kota-kota yang tengah maju dan berkembang. Dengan berkembangnya kegiatan ekonomi di suatu kota, harga tanah meningkat, harga hunian yang layak juga meningkat drastis harganya, harga sewa rumah atau hunian lain juga menjadi beban tersendiri bagi warga kota besar mana pun di dunia.

Banda Aceh adalah kota yang makin berkembang, harga tanah dan rumah makin meningkat, khususnya di lokasi sekitar pusat kota. Masalah terkait ketersediaan fasilitas hunian masyarakat ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk diselesaikan melalui kebijakan dan program yang berkenaan dengan isu perumahan.

Terkait masalah perumahan di Banda Aceh, 58,20 persen penduduk Banda Aceh tinggal di rumah milik sendiri, 22,46 persen masyarakat menyewa rumah, 14,08 persen tinggal di rumah bebas sewa dan 5,26 persen tinggal di rumah dinas. Pengeluaran masyarakat paling tinggi untuk kebutuhan selain makanan juga termasuk kebutuhan untuk tempat tinggal. 

Dengan angka kepemilikan rumah pribadi yang hanya mencapai setengah total jumlah penduduk, menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah kota untuk menyediakan perumahan layak huni bagi warga kota.

Sejauh ini telah dibangun sebuah kompleks rumah susun yang berlokasi di Gampong Keudah, Kecamatan Kutaraja. Minat masyarakat untuk menghuni hunian yang dibangun oleh pemerintah ini terbilang cukup tinggi. Bisa kita lihat, kompleks rumah susun ini terlihat ramai dihuni, aktivitas sehari-hari bisa kita saksikan di sekitar wilayah hunian tersebut.

Menjadi tantangan khusus bagi pemerintah kota, khususnya bagi walikota terpilih nantinya untuk menyediakan lebih banyak hunian yang layak yang berlokasi di area Kota Banda Aceh. Jika memang konsep bangunan rumah model KPR membutuhkan area tanah yang lebih luas, mungkin pembangunan hunian model rumah susun di beberapa lokasi lain di Banda Aceh patut dipertimbangkan. 

Tentunya dengan menjamin kualitas infrastruktur, kenyamanan lokasi tempat tinggal, fasilitas dan sarana publik yang dibutuhkan di area hunian, juga mempertimbangkan arsitektur yang baik, mengadopsi konsep budaya dan kearifan lokal, ramah anak dan lansia serta mengakomodasi kepentingan kelompok disabilitas.

Di balik capaian prestasi kota ini secara data statistik, Banda Aceh masih menyisakan sejumlah persoalan untuk diselesaikan. Untuk itu kita berharap dapat memilih calon pemimpin yang tahu betul kondisi Kota Banda Aceh dan masyarakatnya, mengetahui secara detil bagaimana kondisi kota hari ini, keadaan masyarakatnya dan mengetahui dimana titik-titik kelemahan yang perlu ditangani dan diselesaikan. 

Untuk itu kita berharap mendapatkan pemimpin baru yang bijak dalam mengelola anggaran untuk menyelesaikan sejumlah persoalan yang ada di Banda Aceh dan menjamin kesejahteraan warganya. [**]

Penulis: Jabal Ali Husin Sab (Analis Politik dan Kebijakan Publik Saman Strategic Indonesia)

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda