Masalah Utama Aceh Itu Bernama “Kekhususan”
Font: Ukuran: - +
Pemerhati Syariat Islam dan Sosial Politik, TM Jafar Sulaiman. [Foto: ist]
DIALEKSIS.COM - Aceh punya banyak sekali orang-orang pintar, punya banyak sekali orang-orang hebat, tapi kenapa Aceh seperti ini? Terus terpuruk, terus tenggelam, terus terisolir, terus menjadi eksklusif, justru dengan formalisasi syariat, justru dengan segala kekhusuannya.
Aceh semakin tenggelam, terlena, mabok dan ektase dengan syariat Islamnya, sementara batu baranya terus diangkut, hutan terus digunduli, air semakin dicemari, rumah ibadah semakin sulit didirikan, ketika datang banjir bandang, lalu yang disalahkan konser musik. Pembalakan liar tidak pernah salah, karena di situ ada cuan, tidak ada Tuhan. Akhirnya, agama yang dipraktekkan di Aceh bukanlah demi Tuhan, tetapi demi cuan.
Memang, jalan paling masuk akal, jalan tol paling mudah untuk memiskinkan Aceh, jalan paling praktis membodohkan orang Aceh adalah melalui formalisasi syariat, keterbelakangan dan kebodohan ini sudah berlansung 20 tahun.
Sampai saat ini, tidak ada harapan untuk membuat Aceh lebih baik dan lebih maju. Berharap pada kampus, akademisi kampus pun mabok agama, output mengajar di kampus untuk membela agama, bukan untuk membela kebebasan berfikir, para intelektualnya pun fana membabi buta pada agama, tidak berani bicara jika tidak untuk scopus, semuanya menjadi "Safety Player".
Kampus yang sejatinya harus "subaltern", memberi ruang kepada semua pemikiran, memberi ruang kepada semua budaya, memberi ruang kepada semua kebebasan berekspresi secara bebas dan tanpa batas, berubah menjadi mitra untuk naskah akademik formalisasi syariat Islam.
Selanjutnya » Betapa besar energi terbuang percuma dan...