kip lhok
Beranda / Opini / MBKM dan Problematikanya

MBKM dan Problematikanya

Sabtu, 26 November 2022 16:30 WIB

Font: Ukuran: - +


Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP USK, Koordiantor MBKM PBSI USK, Nurrahmah. [Foto: Ist.]


Problematika MBKM

Program ini terlihat begitu unik dan begitu memudahkan para mahasiswa dalam proses pembelajaran. Ditambah lagi dengan adanya insentif, tentu membuat mahasiswa memiliki minat tinggi dalam mengikuti program ini. Hal ini membuat perkuliahan yang biasanya diikuti oleh sejumlah mahasiswa, sekarang hanya tersisa satu dua orang yang hadir kelas. Berbagai masalah pun muncul. Terutama, tentang konversi mata kuliah. Persepsi dosen yang berbeda-beda kerap membuat mahasiswa kebingungan. Tidak sedikit dosen yang mempertanyakan proses konversi kegiatan terhadap sejumlah sks mata kuliah. Terlebih lagi dosen tersebut tidak menjadi bagian dari dosen pembimbing lapangan.

Banyak pertanyaan yang muncul, seperti “Bagaimana si mahasiswa tersebut bisa diberikan nilai jika dia tidak pernah masuk ke kelas dan mengerjakan tugas?”, “alat ukur apa yang digunakna untuk memastikan mahasiswa sudah tercapai tujuan pembelajaran dari sebuah mata kuliah?”, dan berbagai pertanyaan lainnya. Tidak hanya dari dosen, permasalahan juga muncul pada mahasiswa. Mahasiswa kebingungan dengan program apa yang harus dilakukan agar kegiatan yang dilaksanakan di luar kampus relevan dengan matakuliah program studi. Meskipun, mahasiswa diberi kesempatan untuk melakukan pembimbingan, tapi tak jarang bimbingan yang singkat membuat mahasiswa gagal paham terkait program ini.

Katakanlah pada program kampus mengajar. Kampus mengajar merupakan merupakan bentuk kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh mahasiswa di bawah bimbingan guru dan dosen pembimbing. Bentuk kegiatan pembelajaran ini dilakukan oleh mahasiswa di satuan pendidikan seperti sekolah dasar, menengah, maupun atas. Dulunya, kegiatan yang merupakan praktik lapangan mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan ini dinamakan dengan PPL/PLP. Bedanya, kegiatan PPL/PLP tidak dikonversi menjadi 20 SKS.

Dalam program MBKM Kampus Mengajar, semua kegiatan yang dilaksanakan di sekolah dapat dikonversi menjadi 20 SKS. Jika kegiatan MBKM Kampus Mengajar yang dilaksanakan sekarang tidak berbeda dengan PPL/PLP, tentu tidak terdapat inovasi apapun dalam program MBKM ini. Dari sini, jelaslah para dosen mempertanyakan konversi sks mata kuliah. Oleh karena itu, kegiatan dalam program MBKM harus benar-benar dirancang sehingga relevan dengan mata kuliah program studi.

Perancangan kegiatan yang dilakukan tentu harus dengan melibatkan mitra. Setelah pihak kampus berkolaborasi dengan mitra dalam merancang kegiatan, baru dilakukan pemetaan mata kuliah. Dengan demikian, tidak terjadi lagi perbedaan persepsi antara mahasiswa, dosen, dan juga mitra. Berikutnya, juga dibutuhkan panduan yang baku dalam pelaksanaan program MBKM ini. Panduan yang baku akan menghindari perbedaan pandangan terhadap pelaksanaan program.

Berbagai program yang telah ditetapkan oleh pihak Kemendikbudristek ini pada dasarnya sangat berguna untuk meningkatkan wawasan serta pengalaman mahasiswa dalam mengimplemantasikan ilmunya di kehidupan nyata. Namun, alangkah baiknya jika diimbangi dengan fasilitas yang memadai seperti fasilitas informasi, sosialisasi, mitra kampus, dan juga panduan yang jelas terkait pelaksanaan program. Tentu semua berharap agar pada periode selanjutnya, program MBKM makin dibenahi agar tujuan dari program-program tersebut dapat bermanfaat bagi mahasiswa, dosen, dan masyarakat.


Penulis: Nurrahmah

Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP USK, Koordiantor MBKM PBSI USK

Halaman: 1 2
Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda