kip lhok
Beranda / Opini / Memahami Pidato Politik Muzakir Manaf

Memahami Pidato Politik Muzakir Manaf

Kamis, 02 Maret 2023 16:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Muzakir Manaf alias Mualem Ketua Umum Partai Aceh 


DIALEKSIS.COM - Penyelenggaraan Musyarawah Besar (Mubes) III Partai Aceh pada tanggal 25-27 Februari 2023 menerangkan kepada kader Partai Aceh bagaimana idealnya perjuangan yang sudah dibangun dan tetap bertahan demi memperjuangkan martabat rakyat Aceh. Kehadiran Partai Aceh sebenarnya berawal dari sebuah nama yakni Partai Gerakan Aceh Mandiri (GAM). 

Klausul GAM ini sontak ditolak oleh Kantor Wilayah Hukum dan HAM Aceh karena frasa GAM yang digunakan tidak sesuai dengan makna klausul MoU Helsinki kala itu. Penamaan Partai GAM ini akhirnya berubah ketika Jusuf Kalla memberikan sebuah nama yakni Partai Aceh. 

Tentu kehadiran partai lokal khususnya Partai Aceh menjadi sangat kontra bagi Pemerintah Indonesia bagaimana tidak, salah satu tujuan partai politik lokal adalah dapat mencapai sebuah kemerdekaan bagi wilayah itu sendiri. Pemerintah Pusat tidak mau kalah dalam hal ini mengsahkan sebuah Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh untuk mengunci keinginan partai lokal untuk merdeka.

Setelah perjalanan Partai Aceh sampai 15 tahun sekarang, Ketua Umum Muzakir Manaf menyampaikan catatan-catatan penting dalam pidato politiknya sebagai berikut: Pertama, perolehan kemenangan Partai Aceh pada pilihan legislatif pada tahun 2009, Partai Aceh mampu meraih peroleh suara 46,91% ataui 33 anggota DPRA dari total 69 suara. Kemenangan ini menuai pujian bagaimana saat itu rakyat Aceh sendiri menginginkan GAM menjadi pemimpin di Aceh. Kemenangan ditentukan oleh rakyat Aceh sendiri, bahkan mencakup sebagian besar kursi parlemen kabupaten/kota di Aceh. 

Kemudian Partai Aceh selama sepuluh tahun terakhir ini mengalami kemerosotan, sebut saja pada pemilihan legislatif tahun 2014 Partai Aceh hanya mampu meraih 35,30 persen atau 29 anggota DPRA dari total 81 anggota. Bahkan trennya menurun tentu sangat menyakitkan bagi Partai Aceh karena perolehan suara pada pemilihan legislatif tahun 2019 Partai Aceh hanya mampu meraih suara 21,35 persen atau 18 anggota DPRA dari total 81 anggota DPRA. 

Kekalahan-kalahan ini harus dikembalikan pada Kemenangan Akbar Partai Aceh pada tahun pemilihan legislatif 2024 menurut Muzakir Manaf harus menjadi Partai Aceh top leader bagi hati Rakyat Aceh. Kemenangan yang ditargetkan oleh Partai Aceh untuk pilkada tahun 2024 yakni 51 persen atau sekurang-kurangnya Partai Aceh harus mampu meraih kursi sebanyak 41 anggota DPRA dari Partai Aceh.

Hemat penulis, bahwa kepentingan 51 persen ini untuk mendulang kepentingan Aceh untuk menghasilkan Qanun-Qanun Aceh yang masih banyak belum diturunkan dari amanah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). 51 persen ini adalah segalanya bagi Partai Aceh, bercontoh pada kasus Katalonia mereka sangat berani mendeklarasi diri sebagai negara berdaulat dan bebas dari Negara Spanyol. Referendum Katalonia pada tahun 2017 menghasilkan 92,01 persen dan langsung disetujui oleh Parlemen Katalonia dan Dewan Eksekutif Katalonia. Mereka akhirnya merdeka setelah sekian lama dirongrong oleh Konstitusi Spanyol, Aceh harus kembali kepada khitah perjuangan, mengembalikan martabat rakyat Aceh, berdaulat atas tanah rakyat Aceh, berdaulat atas sejarah rakyat Aceh, jika tidak maka rakyat Aceh akan terus begitu saja dan termiskinkan oleh sistem.

Kedua, menentukan bagaimana ke depannya marwah bangsa Aceh dan Partai Aceh dalam menyikapi dinamika Aceh sekarang. Pernyataan ini sangat relevan dengan keadaan Aceh sekarang sebagai contoh bagaimana sebuah surat edaran Kementerian Dalam Negeri mendulum kewenangan Qanun Aceh dalam perhelatan pilkada Aceh yang sudah diamanahkan dalam Qanun Aceh dan UUPA yang menyatakan bahwa Pilkada Aceh itu periodisasi selama 5 tahun. Namun faktanya tetap norma ini diabaikan dan disamakan atau diserentakkan pada Pilkada 2024. Kekhususan Aceh dalam pilkada semestinya dijamin oleh Jakarta. 

Kemudian, Surat Kementerian ESDM yang bersifat terbatas perihal pengelolaan pertambangan mineral dan batubara Pemerintah Daerah Aceh. Surat ini menegaskan bahwa penerbitan izin usaha pertambangan yang terkait penamanan modal asing menjadi kewenangan pemerintah pusat. Artinya, surat Kementerian ESDM ini menyimpangi qanun yang diamanahkan oleh Pasal 270 UUPA dan sampai saat ini Pemerintah Pusat juga belum mengeluarkan aturan terkait norma, standar, prosedur dan kebijakan. Hadirnya surat Kementerian ESDM tersebut tidak boleh mendulum kewenangan Aceh dalam hal pengelolaan dan perizinan pertambangan di Aceh.

Ketiga, metode pemenangan Partai Aceh harus ditinjau ulang dikarenakan tiga kali pemilihan legislatif suara Partai Aceh terus menurun drastis harus ada strategi politik Partai Aceh. Penulis menawarkan ada bentuk strategi politik Partai Aceh sebagai berikut: strategi penonjolan figur (political positioning). Figur yang ditawarkan oleh Partai Aceh adalah Muzakir Manaf (Mualem) sebagai Kepala Pemerintah Aceh, penonjolan figur ini semestinya harus berdampak pada program kerja pasca Mubes III Partai Aceh. 

Mualem dan Partai Aceh harus berkonsolidasi lewat Dewan Pimpinan Wilayah Partai Aceh kabupaten/kota, Dewan Pimpinan Sagoe diseluruh kecamatan yang di Provinsi Aceh sehingga Mualem sebagai sosok terbaik bagi rakyat Aceh. Sebagai contoh pada Pilkada 2012 lalu, suara Zaini dan Mualem menang 55,77 persen atau 1.327.695 suara. Mualem adalah figur yang diandalkan pada Pilkada 2012 saat itu karena beliau adalah sosok Panglima Gerakan Aceh Merdeka 2002 s/d 2005.

Kemudian strategi kampanye politik yang sudah teruji adalah metode kampanye langsung (door to door) dan kampanye melalui media sosial. Partai Aceh dan Mualem harus mengetuk hati rakyat Aceh dan menyampaikan program kerja ke depan, platform Aceh yang baru harus mampu ditawarkan dan benar-benar menyelesaikan persoalan rakyat Aceh. 

Sebagai contoh, dana otonomi khusus Aceh sudah berkurang 2 persen dari dana alokasi umum (DOKA) APBN sudah turun menjadi 1 persen sekarang. Artinya doka sekarang yang diterima oleh Pemerintah Aceh hanya 3,9 triliun. Mualem sebagai Kepala Pemerintah Aceh ke depannya harus berinovasi sehingga penerimaan daerah Aceh bisa ditargetkan dari sumber-sumber lain. Terpenting dalam hal ini adalah memaksimalkan UUPA dengan semangat MoU Helsinki sehingga kepentingan nasional Aceh dapat terealisasi dengan baik dan rakyat Aceh sejahtera. 

Keempat, perjuangan bangsa Moro dengan Moro Islamic Liberation Front (MILF) sama dengan perjuangan bangsa Aceh dengan GAM. Bedanya GAM sudah lebih dahulu menandatangani Nota Kesepahaman MoU Helsinki antara Pemerintah Indonesia dengan GAM sedangkan MILF sudah membuat kesepakatan perdamaian dengan Pemerintah Filipina dengan melahirkan Bangsamoro Organic Law. Namun sampai saat ini GAM dan MILF sama-sama berjuang atas marwah bangsa mereka sendiri, mereka berjuang demi kepentingan nasional Aceh dan kepentingan nasional Moro sebagai suatu bangsa yang berdaulat sejak dari dahulu sebelum republik ada. 

 Perjuangan bangsa Aceh sekarang yang paling penting adalah memperjuangkan optimalisasi UUPA dengan garis besar MoU Helsinki. Pada tahun 2009, Aceh Governance Stabilization Initiative yang dipimpin oleh Luc De Mesteer seorang ahli manajemen pemerintahan dan desenstralisasi di Indonesia menerangkan yang belum diturunkan oleh UUPA antara lain: Peraturan Pemerintah tentang Nama dan Gelar Aceh (Pasal 251-164 UUPA), Peraturan Pemerintah tentang norma, standar, dan prosesdur (Pasal 9-Pasal 16 UUPA), Peraturan Pemerintah tentang zakat sebagai faktor pengurang jumlah pajak penghasilan terutang (Pasal 192-Pasal 270 UUPA) Peraturan Presiden persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden untuk izin menyidiki anggota DPRA (Pasal 29-34), Peraturan Presiden tentang Penetapan formasi Pengawai Negeri Sipil (Pasal 121 dan Pasal 92 UUPA). Dan masih banyak lagi Qanun-Qanun Aceh yang segera disahkan oleh DPRA dan Pemerintah selaku pembentuk undang-undang.


Muhammad Ridwansyah, M.H. 

Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat Muda Seudang Sayap Partai Aceh

Keyword:


Editor :
Zulkarnaini

riset-JSI
Komentar Anda