Selasa, 08 Juli 2025
Beranda / Opini / Menjaga Martabat Madrasah di Tengah Dinamika PPDB dan Tantangan Pendanaan

Menjaga Martabat Madrasah di Tengah Dinamika PPDB dan Tantangan Pendanaan

Senin, 07 Juli 2025 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Penulis :
Juanda

Dr. Juanda, SE, MM, Pengawas Madrasah Kota Banda Aceh dan Pemerhati Pendidikan. [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Opini - Tahun ajaran baru 2025 kembali membawa euforia tahunan: Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Di Aceh, gema antusiasme masyarakat untuk menyekolahkan anak-anak mereka di madrasah tetap tinggi. Madrasah tidak sekadar institusi pendidikan, tetapi juga rumah bagi pembentukan karakter religius dan nasionalis generasi muda. 

Namun di balik antusiasme itu, terselip kegelisahan dari para kepala madrasah dan tenaga pendidik: bagaimana menyelenggarakan proses PPDB dan pendidikan yang berkualitas di tengah keterbatasan anggaran, terlebih dengan adanya pelarangan pengutipan dana dari wali murid?

Kebijakan ini, yang tentu dimaksudkan mulia demi menjamin akses pendidikan yang bebas pungutan, menjadi tantangan tersendiri bagi madrasah swasta dan bahkan beberapa madrasah negeri yang belum memiliki anggaran memadai. Sebagai pengawas madrasah, saya sering menyaksikan sendiri bagaimana para kepala madrasah harus memutar otak, bahkan terkadang "berkorban pribadi", demi memastikan proses PPDB berjalan dengan lancar dan tetap bermartabat.

PPDB: Antara Idealita dan Realita

Idealnya, PPDB di madrasah berlangsung transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Semua calon peserta didik memiliki hak yang sama untuk diterima berdasarkan kapasitas dan kriteria yang telah ditetapkan. Namun realitanya, proses PPDB memerlukan biaya: mulai dari percetakan formulir, publikasi, kebutuhan panitia, hingga penyediaan sarana prasarana pendukung seperti komputer, listrik, hingga ATK.

Dulu, sebagian madrasah membebankan biaya ringan kepada wali murid dalam bentuk kontribusi sukarela atau sumbangan partisipatif. Namun kini, aturan yang melarang pungutan dalam proses PPDB membuat semua pembiayaan ini harus ditanggung oleh madrasah sendiri.

Bagi madrasah negeri yang dikelola langsung oleh Kementerian Agama, kendala mungkin sedikit lebih ringan karena adanya dana BOS dan bantuan rutin lainnya. Namun bagaimana dengan madrasah swasta atau madrasah rakyat yang hidup dari semangat gotong royong masyarakat? Tak sedikit dari mereka yang saat ini mengalami kemandekan dalam proses PPDB hanya karena terbentur dana.

Madrasah: Pilar Pendidikan Aceh yang Perlu Dilindungi

Di Aceh, madrasah tidak hanya berfungsi sebagai institusi pendidikan agama. Ia juga menjadi pelindung nilai-nilai adat, budaya lokal, dan identitas keislaman masyarakat Aceh. Dari pelosok gampong hingga kota besar, madrasah memainkan peran strategis dalam membentuk anak-anak Aceh yang taat agama, cerdas, dan cinta tanah air.

Namun keberlangsungan madrasah amat ditentukan oleh pendanaan. Ketika dukungan anggaran minim, maka kualitas pendidikan pun berpotensi menurun. Guru honorer belum tentu digaji tepat waktu, sarana belajar tertinggal, dan program-program pengembangan karakter peserta didik tidak dapat berjalan optimal.

Padahal di sisi lain, madrasah justru menjadi pilihan utama masyarakat karena faktor keunggulan moral dan spiritual yang ditanamkan. Ini semestinya menjadi perhatian kita bersama, terutama bagi pemerintah daerah, legislatif, dan stakeholder pendidikan lainnya.

Solusi dan Rekomendasi

Sebagai bagian dari ikhtiar membangun pendidikan Aceh yang unggul dan bermartabat, berikut beberapa solusi yang patut dipertimbangkan demi menjawab tantangan pendanaan PPDB dan kelangsungan operasional madrasah:

1. Optimalisasi Dana BOS dan BOSDA untuk Madrasah

Kementerian Agama menyalurkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk madrasah, namun realitas di lapangan menunjukkan bahwa dana ini belum cukup menutupi seluruh kebutuhan. Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota seharusnya turut mengalokasikan BOS Daerah (BOSDA) secara proporsional kepada madrasah, baik negeri maupun swasta, sebagaimana yang dilakukan terhadap sekolah umum.

2. Mekanisme Bantuan Masyarakat yang Transparan dan Akuntabel

Meski pungutan dilarang, partisipasi masyarakat tidak boleh dimatikan. Pemerintah sebaiknya mengatur mekanisme sumbangan sukarela yang tidak mengikat, transparan, dan tidak menjadi syarat PPDB. Kepala madrasah harus dilatih dalam manajemen dana publik dan pelaporan yang akuntabel agar kepercayaan masyarakat tetap terjaga.

3. Kemitraan dengan Dunia Usaha dan Lembaga Sosial

Madrasah dapat menjalin kerja sama dengan dunia usaha dan lembaga zakat, infak, dan sedekah. Banyak perusahaan lokal di Aceh yang memiliki program CSR (Corporate Social Responsibility). Madrasah bisa menjadi mitra strategis untuk mendukung pendidikan berbasis nilai dan karakter.

4. Digitalisasi dan Efisiensi Proses PPDB

Solusi jangka pendek yang bisa diterapkan adalah digitalisasi proses PPDB. Pendaftaran daring bisa menghemat banyak biaya administrasi. Namun ini tentu perlu didampingi dengan pelatihan bagi panitia dan dukungan infrastruktur TIK. Penggunaan platform gratis seperti Google Form, WA Group, atau sistem informasi sederhana bisa menjadi langkah awal yang efektif dan murah.

5. Revitalisasi Komite Madrasah

Komite madrasah bukan sekadar pelengkap administratif, tetapi bisa menjadi ujung tombak penggalangan dukungan publik. Komite yang kuat, representatif, dan peduli akan mampu menjembatani kebutuhan madrasah dengan kekuatan sosial masyarakat sekitar.

Penutup: Mari Kita Rawat Madrasah Kita

Pendidikan adalah hak setiap anak bangsa. Namun di balik hak itu, terdapat tanggung jawab kolektif kita sebagai masyarakat Aceh untuk merawat lembaga-lembaga pendidikan yang telah menjadi kebanggaan kita selama ini, termasuk madrasah.

PPDB 2025 seharusnya tidak menjadi beban bagi madrasah, apalagi hingga memaksa mereka mengurangi kualitas layanan pendidikan. Sebaliknya, ini momentum bagi kita semua pemerintah, orang tua, tokoh masyarakat, hingga sektor swasta untuk bahu membahu menjaga marwah madrasah.

Sudah saatnya Aceh memiliki regulasi dan kebijakan daerah yang berpihak pada keberlangsungan dan kualitas pendidikan madrasah. Karena ketika madrasah kita kuat, maka generasi Aceh ke depan pun akan lebih tangguh, berakhlak, dan siap bersaing secara global dengan tetap menjunjung nilai-nilai lokal. [**]

Penulis: Dr. Juanda, SE, MM (Pengawas Madrasah Kota Banda Aceh dan Pemerhati Pendidikan)

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI