kip lhok
Beranda / Opini / Opini Publik Terhadap Kepercayaan dan Kebenaran Cerita Rakyat Putroe Neng

Opini Publik Terhadap Kepercayaan dan Kebenaran Cerita Rakyat Putroe Neng

Kamis, 18 Agustus 2022 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Makam Putroe Neng. [Foto: For Dialeksis]

Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk peninggalan sejarah tak benda yang diturunkan melalui mulut kemulut dan mengahasilkan sebuah komunikasi yang bervariasi dalam penyampaiannya. 

Agar tidak hilang dari kalangan masyarakatnya, cerita rakyat harus diturunkan kepada generasi selanjutya karena negara yang baik adalah negara yang menghargai ssejarah baik itu benda maupun tak benda seperti sebuah dongeng atau legenda yang menjadi ciri khas suatu daerah tersebut.

Setiap cerita pasti mempunyai hikmah atau pelajaran yang terkandung di dalamnya baik itu ditemukan secara langsung maupun tidak, dari cerita tersebut pasti sealalu menghasilkan sebuah opini di kalangan masyarakatnya baik itu akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat atau tidak sama sekali. Cerita rakyat yang menjadi bahan penulis untuk diteliti adalah cerita Putroe Neng, ceita ini sudah berkembang di masyarakat Aceh khususnya di gampong Blang Pulo sejak abad ke-16 M.

Juwanda Saputra/Alumni UNIMAL, Prodi Ilmu Komunikasi. [Foto: Istimewa]

Menurut beberapa keterangan Putroe Neng ini merupakan laksamana perempuan cantik yang diutus dari negeri China Untuk memimpin peperangan di Aceh, yang sangat menjadi daya tarik dari cerita ini adalah kejadian yang memilukan bagi suami Putroe Neng yang berjumlah 99 seketika menjadikan malam pertamanya bersama Putroe Neng menjadi malam terakhir untuk mereka semua, tidak sekaligus namum setiap melakukan malam pertamanya dengan suami-suaminya tersebut kejadian itu selalu terjadi, pasalnya di alat vital yang dimiliki Putro Neng mengandung bisa mematikan. 

Menurut beberapa masyarakat yang penulis mintai keterangan bisa tersebut sengaja di bekali oleh nenek Putroe Neng semenjak usianya terbilang masih anak-anak guna melindungi cucunya itu dari kekerasan seksual dari laki-laki yang berniat jahat kepadanya, sebab menurut prolog dari novel Putroe Neng yang yang penulis baca beliau memiliki paras yang sangat cantik jadi setiap lelaki yang memandangnya sangat inigin memiliki Putroe Neng seutuhnya.

Ada yang menyebutkan bahwa cerita ini hanyalah dongeng belaka karena berdasarkan ciri-ciri cerita rakyat atau dongeng salah satunya ialah tidak ditentukan tahun tepatnya kejadian itu terjadi. 

Namun opini publik yang berkembang di masyarakat Blang Pulo saat ini mereka tetap bersikukuh untuk mengatakan bahwa cerita itu bukan sekedar dongeng belaka karena ada bukti sejarah terjadinya cerita tersebut yaitu sebuah makam yang diyakini oleh masyarakat sekitar bahwatu adalah makam Putroe Neng yang ceritanya sangat sensasional di kalangan masyarakat Blang Pulo khususnya dan umumnya di telinga masyarakat Aceh.

Salah seorang Tim Ahli Cagar Budaya ( TACB) yang ahli di bidang arkeologi mengatakan bahwa jika dilihat dari keberadaan makam memang benar faktanya makam itu ada di tengah-tengah masyarakat akan tetapi menurut ilmu arkeologi mengenai batu nisan, nisan yang ditunjuk warga sebagai makam Putroe Neng tidak memiliki ciri-ciri batu nisan yang dipakai oleh perempuan-perempuan di masa lalu, karena pada masa itu semua batu nisan dibedakan jenisnya menurut kasta orang tersebut, jabatan status sosial bahkan jenis kelamin dapat dibedakan melalui batu nisan, dan yang ditunjukan oleh masyarakat sekitar bahwa itu adalah makam Putroe Neng menurutnya masih kurang tepat jika dikaji berdasarkan keilmuan arkeologis.

Disisi lain jika kita melihat dari keaslian dan kebenaran cerita tersebut sangat beragam opini beberapa masyarakat yang sudah penulis mintai keterangan khususnya masyarakat yang sudah tua dan tau akan cerita ini mereka rata-rata menjawab bahwa cerita ini adalah fakta dan kalaupun tidak benar dan hanya mitos mereka tidak berani beropini melebihi dari apa yang mereka ketahui karena menurut keterangan mereka semua mendengar cerita itu untuk pertama sekali melalui orang tua mereka yang terdahulu dan orang tua mereka yang terdahulu tak pernah menyebutkan bahwa cerita ini adalah kebohongan belaka atau bisa kita katakan hanyalah sebuah mitos karena mereka tidak ingin menyampaikan cerita ini tidak sesuai amanah dari tetua-tetua mereka bahwa cerita ini benar adanya.

Selain penulis meneliti mengenai kebenaran serta mitos dan faktanya cerita ini, penulis juga meneliti bagaimana kepercayaan masyarakat mengenai cerita tersebut, beragam opini terbentuk mengenai hal itu khususnya kepercayaan masyarakat mengenai keramatnya makam Putroe Neng tersebut. 

Ada yang beropini bahwa tidak ada yang boleh mengambil foto di area makam tersebut dipercaya bahwa jika ada yang melakukan hal itu akan menerima kemungkinan kalau tidak jatuh sakit atau meninggal dunia, namun kepercayaan itu tidak berlaku untuk masyarakat masa sekarang akan tetapi kepercayaan itu sangat dijaga oleh masyarakat sekitar karena ada beberapa kejadian yang benar-benar menjawab kepercayaan tersebut. 

Namun dibalik kepercayaan itu juga massyarakat percaya bahwa makam tersebut bisa dijadikan tempat untuk bernazar para masyarakat, banyak masyarakat yang bernazar untuk mendapatkan keturunan dan mendapat keberuntungan sesuai yang mereka inginkan dengan cara memotong kambing lalu digulai dan dibagikan ke masyarakat sekitar dengan niat bersedekah karena nazar nya telah terpenuhi.

Penjaga makam atau bisa dikatakan seorang juru kunci unuk makam Putroe Neng juga memberi keterangan perihal kebenaran dan pengaruh cerita ini bagi masyarakat sekitar, beliau Nek Qamariyah binti H. Hasan berusia 80 tahun penduduk asli Blang Pulo berpendapat bahwa, : “...Begini nak, nenek minta maaf, nenek bercerita lagee na (apa adanya), sepeti yang diceritakan almarhum nenek dan kakek nenek dahulu, ntah bohong ntah bener. Tapi menurut nenek ini betul, karena kalau nenek bohong berarti nenek atau kakeknya nenek sudah membohongi kami duluan, nenek gak pernah baca cerita ini karena dulu sekolah nenek gak sampe tamat SD, Asli nenek dengar dari nenek nya nenek, bagaimana dibilang, begini lah nenek cerita, Nenek percaya bahwa kuburan Putroe Neng ini Keramat, abu (alm.suami nenek) dulu pernah dikasih emas sama putroe Neng dan itu dikasihnya lewat mimpi, disitulah nenek percaya kalau Putroe Neng itu betul-betul ada, dan orang-orang kampung sini sering peleuh Kaoi (melepaskan nazar), karena sering minta do’a dari putroe Neng dan orang-orang percaya itu betul, karena ada beberapa yang keinginannya terwujud”.

Kepercayaan tersebut muncul dari opini yang lahir melalui seseorang yang mengalami kejadian langsung tersebut, beliau beropini demikian dilarenakan ada hal yang sudah terlihat dikalangan masyarakat sehingga opini tersebut bisa diterima khalayak sehingga anacaman untuk terisolir dari masyarakat bisa dihindari, dikarenakan opini beliau ada pada opini yang sama dengan masyarakat lainnya, sehingga opini beliau bisa dikatagorikan pada opini yang mayoritas.

Selain masyarakat Blang Pulo yang memberikan keterangan, Seorang sejarawan juga memberikan yang bernama Yudi Andika. S.S juga memberikan pendapat mengenai Putroe Neng ini bahwa “...Saya mendengar cerita ini dari mulut ke mulut yang pernah diceritakan orang-orang terdahulu, kemudian saya tertarik untuk mengetahui ceritaya lebih lanjut saya mebacanya dari berbgai sumber internet. Menurut sudut pandang sejarah, cerita itu tidak mengambil tempo atau masa dan tahun kejadiannya, karena masa kita bersentuhan dengan China itu jauh setelah kerajaan Lamuri dan Kerajaan Pasai sudah ada, umpama kejadian itu terjadi pada masa kerajaan pasai, pasti disebutkan pada masa itu dan juga sampai saat ini tidak ada media China yang memberitakan bahwa mereka pernah memiliki laksamana atau pemimpin perang yang berasal dari kalangan China, dan menurut sejarah orang-orang China sampai di tahun 1700-an tidak pernah membawa perempuan mereka kemari. 

Walaupun saya berpendapat secara kesejarahan, namun cerita ini sudah masuk ke ranah tradisi lisan budaya turun temurun dalam bercerita, dan untuk mengubah opini masyarakat kita memerlukan banyak hal dan sulit untuk mengubah itu, karena kita tidak menganggap itu sebagai sejarah maka tidak ada sebuah keharusan untuk kami membantahnya melalui media. Karena opini saya sebagai sejarawan berada pada opini yang minoritas, dan sampai saat ini belum ada media yang menyembunyikan cerita ini dengan tujuan untuk menenggelamkan cerita ini di kalangan masyarakat.

Singkatnya Cerita rakyat Putroe Neng merupakan cerita rakyat yang sudah dikenal masyarakat sekitar Blang Pulo sejak diakuinya bahwa adanya makam yang terletak di sekitar gampong Blang Pulo tersebut. Banyak pendapat yang muncul akan benar atau tidaknya cerita tersebut, dari beraneka ragam pendapat yang muncul dikalangan masyrakat baik masyraka asli Blang Pulo ataupun beberpa tokoh sejarawan mehirkan opini publik mengenai mitos atau fakta hingga pengaruh kepercayaan masyarakat mengenai cerita yang sudah melegenda di telinga masyarakat Aceh. 

Tidak hanya menimbulkan opini ditengah-tengah masyarakat yang mendengarnya, namun juga pengaruh dari pada cerita tersebut juga berdampak pada kepercayaan dan kebeneran cerita di masyarakat terhadap cerita-cerita rakyat lainnya yang melegenda seperti cerita Putroe Neng ini, namun tidak semua terpengaruhi kepercayaannya terhadap cerita yang melegenda ini, pasalnya kepercayaan itu sendiri perlahan memudar di kalangan masyarakat Blang Pulo karena menurut beberapa keterangan, saat ini hal itu tidak terlalu berpengaruh lagi apalagi di kalangan remaja dan pemuda saat ini.

Sejauh cerita yang berkembang di kalangan masyarakat Aceh, Blang Pulo khususnya masih menjadi tanda tanya besar sampai saat ini mengenai kebenarannya. Pasalnya sampai saat ini belum ada referensi yang sudah diteliti oleh ahli mengenai kebenaran cerita ini. Banyak dari masyarakat mengetahui cerita ini melalui tradisi lisan yaitu dari mulut ke mulut dan yang menceritakannya merupakan orang-orang tua mereka terdahulu. 

Akibat dari kurangnya bahkan ketiadaan referensi tertulis dari cerita ini, mengakibatkan kesimpang siuran cerita yang penulis dengarkan dari beberapa masyarakat yang memberikan keterangan. Bahkan ada perbedaan cerita yang penulis dapatkan dari beberpa informan yang mengakui kebenaran cerita tersebut akan tetapi ada bagian-bagian yang sedikit rancu untuk dipertanggung jawabkan mengenai keberanannya.

Opini yang beredar dari masyarakat kebanyakan dari mereka sangat percaya akan kebenaran cerita ini walau sampai saat ini mereka hanya mendengarkan cerita ini secara turun temurun, sehingga opini masyarakat sekitar yang berkembang berada pada pihak mayoritas dan sangat mungking mitos ini akan terus berkembang dikaangan masyarakat. 

Beda halnya dengan msyarakat, ada beberapa tokoh yang penulis wawancarai bahwasanya mereka masih benar- benar tidak percaya dengan cerita yang berkembang tersebut menurut salah seorang tokoh yang menilainya dari sudut pandang sejarah bahwa itu tidak bisa dikategorikan sebagai sejarah karena waktu dan kronologis kejadian tidak pernah disebutkan dalam naskah yang pernah dibacanya dan beliau juga menegaskan kebenaran cerita itu masih belum bisa dipastikan, selama tidak ada riset ataupun penelitian yang pasti mengenai kebenaran cerita itu, beliau menganggap itu hanyalah dongeng masyarakat untuk mempengaruhi kepercayaan mereka dalam hal perkawinan.

Penulis: Juwanda Saputra/Alumni UNIMAL, Prodi Ilmu Komunikasi

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda