kip lhok
Beranda / Opini / Telaah Tragedi Berdarah Wasior di Wamena

Telaah Tragedi Berdarah Wasior di Wamena

Minggu, 04 Desember 2022 21:30 WIB

Font: Ukuran: - +


Mahasiswa Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Syiah Kuala (USK), Salsabila Heldika Putri. [Foto: Ist]


DIALEKSIS.COM - Dari tahun ke tahun, permasalahan hak asasi manusia terus saja meningkat, tidak sesuai dengan yang diharapkan yaitu dengan agenda penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia di Papua. Mari kita kilas balik salah satu peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang memilukan yang pernah terjadi di Papua 21 tahun lalu yaitu pada 13 juni 2001 dan juga nasib dari pada korban dan keluarga yang ditinggalkan masih terkatung-katung hingga saat ini. 

Tragedi berdarah tersebut telah terjadi tepatnya pada tanggal 13 Juni 2001, yang mana pada saat itu terduga aparat Korps Brigade Mobil atau yang biasa disebut Korps Brigade Brimob melakukan penyerbuan terhadap warga sipil di Desa Wondiboi, Wasior Manokwari.

Kejadian ini diyakini pemicu utamanya ialah dari terbunuhnya 5 orang anggota brimob dan 1 orang sipil di area base camp di salah satu perusahaan yaitu CV Vatika Papuana Perkasa di desa dan yang mana kemudian sejumlah pasukan polisi diperintahkan untuk mencari pelaku dari pembunuhan tersebut, dan dikatakan juga bahwa para pelaku dari pembunuhan anggota brimob tersebut mengambil 6 senjata api milik para anggota brimob yang tewas.

Awalnya kejadian ini berakar dari masalah kericuhan yang terjadi di perusahaan kayu PT VPP yang mana pada kejadian tersebut terjadi penindasan terhadap warga setempat. Kejadian itu bermula dari kesepakatan yang menyangkut pengapalan kayu sebagai ganti rugi hak ulayat masyarakat adat. PT VPP awalnya sudah pernah mengingkari janjinya kapada masyarakat setempat, dan warga setempat masih memberikan toleransi kepada pihak PT VVP, namun mereka masih saja melanggar kesepakatan tersebut yang mana warga yang sudah mulai geram melakukan aksinya dengan cara menahan speedboat milik PT VVP.

Bukan dengan memenuhi kesepakatan tersebut atau bermufakat dengan warga setempat, pihak perusahaan malah menurunkan pasukan brimob untuk melakukan tekanan dan ancaman kepada warga. Dan hal itu tentunya tidak dapat diterima oleh pihak kelompok sipil bersenjata, dan mereka melakukan penyerangan balik kepada perusahaan yang mengakibatkan tewasnya lima anggota brimob dan satu dari karyawan perusahaan tersebut., dan kemudian kelompok bersenjata mengambil 6 pucuk senjata api kepunyaan anggota brimob yang tewas.

Setelah kejadian pembunuhan itu aparat kepolisian kembali menurunkan anggotanya untuk mecari pelaku penyerangan itu. Pada titik inilah terjadi tindak kekerasan kepada warga wasior, bahkan warga yang tidak ada sangkut pautnya atau tidak bersalah terhadap kasus ini juga terkena imbasnya, mereka menerima banyak teror yang terus terusan berlangsung pada masa itu. Korban tewas berjumlah 4 orang, kemudian 5 orang di hilangkan, 1 orang diperkosa, dan 39 orang disiksa.

Pada tanggal 13 di bulan juni memanglah merupakan hari berkabung untuk keluarga para yang ditinggalkan, namun ditanggal 13 itu juga lah merupakan hari yang penuh dengan amarah serta hari dimana keadilan itu di tagih. Kejadian pada masa itu tidak bisa luput dari pikiran keluarga korban, dan kejadian itu juga tidak akan pernah bisa terlupakan, karena meninggalkan luka di batin dan psikologi korban.

Kasus pencabutan hak asasi manusia ini tak kunjung terselesaikan, malah melanggengkan kebiasaan atau budaya impunitas pembebasan para pelaku dari hukuman atas pelanggaran HAM. Terlebih lagi dengan melihat deretan panjang daftar pelanggaran hak asasi manusia di papua yang sudah terjadi dari dahulu, budaya impunitas dan tidak adanya keadilan membuka pintu selebar lebarnya bagi kasus kasus kekerasan yang baru, dan tak akan ada habisnya.

Pada dasarnya perlindungan pemajuan , penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusiaterutama menjadi tanggung jawab pemerintah sebagaimana yang telah diatur pada pasal 28i ayat (4) UUD 1945 junto pasal 8 UU nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Secara khusus nya dalam rangka penegakan hukum terhadap kasus pelanggaran HAM sudah diberlakukan UU nomor 26 tahun 2000 mengenai pengadilan hak asasi manusia. Dan seharusnya secara hukum sudah ridak ada lagi dalil yang bisa digunakan untuk negara melalui pemerintah untuk mengabaikan pemenuhan hak atas keadilan bagi warga negara yang menajadi korban pelanggaran HAM berat.

Melalui kondisi korban pelanggaran HAM berat yaitu dari peristiwa Wasior berdarah yang telah menunggu pemenuhan hak atas keadilan dari negara melalui pemerintah menggunakan mekanisme UU nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia.

Selama 21 tahun ini sudah banyak proses hukum yang dilaksanakan untuk penyelesaian kasus, dari tahun 2003 komnas HAM telah menyelesaikan dan juga menyerahkan hasil penyelidikan pro justitia kepada jaksa agung. Tetapi ada permasalahan lain yang bersumber dari jaksa agung Mereka menyatakan dengan menggunakan alasan repetitifnya yang dinyatakan bahwa kelengkapan atau syarat syarat yang kurang dan dengan belum terpenuhinya syarat syarat tersebut maka kasus ini tidak dapat dinaikkan ke tahap penyidikan.

Pemerintah tidak memiliki komitmen untuk menjadikan UU nomor 21 tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia sebagai alat legal untuk mengenai pengadilan hak asasi manusia sebagai alat legal untuk memberikan hak atas keadilan bagi korban pelanggaran hak asasi manusia.

Setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara dan instansi instansi yang sengaja ataupun tidak sengaja, kelalaian atau membatasi hak asasi manusia seseorang atau sekelompok orang yang dijamin oleh undang undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak bisa memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku. Dan maka dari itu diharapkan kepada pemerintah agar dapat menyelesaikan dan lebih tegas dalam menangani permasalahan ini agar tidak terus terjadi rantai pelanggaran kasus HAM tidak hanya di Papua, tetapi juga di seluruh indonesia.

Penulis: Salsabila Heldika Putri

Mahasiswa Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Syiah Kuala

Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda