DIALEKSIS.COM | Opini - Memiliki tinggi badan yang lebih dari rata-rata tentu menjadi impian banyak orang. Saya sendiri tidak menyangka bahwa di usia 19 tahun, tinggi saya sudah mencapai 187 cm. Banyak yang bertanya bagaimana saya bisa tumbuh setinggi ini, apakah karena faktor genetik atau ada kebiasaan tertentu yang membantu pertumbuhan saya?
Setelah saya refleksi, pertumbuhan tinggi saya memang cukup cepat sejak kecil, dan ada beberapa kebiasaan hidup yang menurut saya berperan besar dalam pencapaian ini.
Perjalanan Pertumbuhan Tinggi Badan Saya
Sejak TK, saya sudah lebih tinggi dibanding teman-teman sebaya. Waktu itu, tinggi saya setara dengan anak kelas 2 SD, sehingga sering dikira lebih tua dari usia sebenarnya. Saat berusia 10 tahun, tinggi saya sudah sekitar 140 cm. Perbedaan ini cukup mencolok dibanding anak-anak seusia saya, meskipun saya sendiri tidak terlalu menyadarinya.
Saat saya lulus dari Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan masuk Madrasah Tsanawiyah (MTs) pada tahun 2018, tinggi saya mencapai 155 cm. Di angkatan saya, rata-rata tinggi teman-teman hampir sama, hanya selisih sekitar 2-9 cm. Jadi, meskipun saya termasuk tinggi, saya masih merasa biasa saja karena banyak teman yang juga memiliki postur yang hampir setara.
Perubahan signifikan mulai terjadi saat saya pindah ke Aceh pada tahun 2020. Saat itu, tinggi badan saya sudah mencapai 175 cm. Setelah lulus dari MTsN, tinggi saya bertambah pesat menjadi 183 cm. Kemudian, saat saya memasuki semester 2 di perkuliahan, tinggi saya sudah mencapai 187 cm.
Selain pertumbuhan tinggi, berat badan saya juga mengalami perubahan. Dulu, saya terlihat kurus karena tinggi saya tidak seimbang dengan berat badan. Namun, menjelang akhir tahun 2024 hingga awal 2025, saya mulai bisa mengimbangi tinggi badan dengan berat yang lebih proporsional, mencapai 87 kg.
Kultur dan Pola Gizi di Kota Kelahiran
Saya lahir dan menghabiskan masa kecil di Kota kelahiran saya yakni Jakarta, kota metropolitan dengan pola konsumsi yang relatif baik. Salah satu faktor yang saya rasa sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan anak-anak di Jakarta adalah ketersediaan makanan bergizi dan kebiasaan konsumsi yang lebih beragam dibandingkan daerah lain.
Di Jakarta, pola makan anak-anak cenderung lebih terjamin karena berbagai faktor, seperti:
- Akses Mudah ke Makanan Bergizi: Supermarket, minimarket, dan warung makan menyediakan berbagai makanan bergizi, termasuk susu, daging, ikan, telur, dan sayuran dengan harga yang masih relatif terjangkau.
- Kesadaran Orang Tua terhadap Nutrisi: Banyak orang tua di Jakarta lebih sadar akan pentingnya asupan gizi seimbang untuk anak-anak mereka. Program edukasi gizi, baik melalui sekolah maupun media sosial, juga membantu meningkatkan pemahaman tentang pentingnya makanan sehat.
- Program Pemerintah dan Sekolah: Sejak dulu, program pemberian makanan tambahan (PMT) untuk anak-anak sekolah, seperti susu gratis atau makanan sehat, cukup sering dilakukan. Ini membantu anak-anak mendapatkan nutrisi yang cukup untuk tumbuh optimal.
- Keanekaragaman Makanan: Jakarta sebagai kota besar memiliki akses ke berbagai jenis makanan bergizi, mulai dari makanan khas daerah hingga makanan internasional yang kaya protein dan vitamin.
Faktor-faktor ini membuat angka stunting di Jakarta lebih rendah dibandingkan daerah lain di Indonesia. Anak-anak di Jakarta cenderung memiliki pertumbuhan yang lebih optimal karena kecukupan gizi yang lebih baik. Saya sendiri merasa beruntung tumbuh dalam lingkungan seperti ini, yang memungkinkan saya mendapatkan asupan nutrisi yang baik sejak kecil.
Muhammad Fawazul Alwi yang berbaju hitam topi merah, foto Januari 2025. [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]Pola Hidup dan Pola Makan yang Mendukung Pertumbuhan
Saya percaya bahwa pertumbuhan tinggi badan ini tidak hanya dipengaruhi oleh faktor genetik, tetapi juga pola hidup. Sejak kecil, saya terbiasa aktif bergerak, sering berjalan kaki dan bersepeda sepulang sekolah. Setiap hari, saya menempuh perjalanan sekitar 1 kilometer dengan berjalan kaki atau bersepeda. Tanpa disadari, aktivitas ini membantu melancarkan sirkulasi darah, memperkuat otot dan tulang, serta merangsang pertumbuhan tinggi badan.
Akan tetapi, saya seumur-umur belum pernah bermain voli, atau basket, seperti yang orang-orang tanya ke saya "ada main voli/basket?". Tinggi badan saya murni karena hormon, pola makan, kebiasaan, dan genetik yang diwariskan dari generasi di atas saya. Alm. kakek saya dari ayah, semasa hidup sering dipanggil dengan sebutan nek gam panyang ("kakek tinggi" dalam bahasa Indonesia).
Selain aktivitas fisik dan genetik, pola makan saya juga cukup berpengaruh. Saya tidak menjalani diet khusus, tetapi saya selalu berusaha mengonsumsi makanan bergizi yang baik untuk pertumbuhan tulang, seperti:
- Susu dan Olahannya: Saya rutin minum susu sebelum tidur dan setelah bangun tidur. Susu yang saya konsumsi biasanya Milo bubuk, yang saya campur dengan air hangat.
- Sereal dan Karbohidrat Sehat: Saya sering makan sereal seperti Koko Crunch, dan Roti baik sebagai sarapan maupun cemilan malam.
- Protein Tinggi: Saya mengonsumsi telur, ikan, dan daging sebagai sumber protein yang membantu pertumbuhan otot dan tulang.
- Kalsium dan Vitamin D: Saya banyak mengonsumsi makanan yang mengandung kalsium, seperti susu dan ikan, serta memastikan cukup terpapar sinar matahari untuk mendapatkan vitamin D yang membantu penyerapan kalsium.
Selain makanan, tidur yang cukup juga menjadi faktor penting dalam pertumbuhan tinggi badan. Saya selalu berusaha tidur minimal 7-9 jam setiap malam. Saat tidur, tubuh memproduksi hormon pertumbuhan dalam jumlah yang lebih tinggi. Jika sering begadang atau tidur kurang dari 6 jam sehari, pertumbuhan tinggi badan bisa terhambat.
Dari pengalaman saya, tinggi badan bukan hanya soal keturunan, tetapi juga tentang pola hidup dan lingkungan tempat tumbuh. Kultur di Jakarta yang mendukung konsumsi makanan bergizi membuat anak-anak di sana lebih jarang mengalami stunting, termasuk saya yang mendapatkan asupan gizi yang cukup sejak kecil.
Dengan aktivitas fisik yang cukup, asupan nutrisi yang baik, dan istirahat yang teratur, seseorang bisa memaksimalkan potensi tinggi badannya. Jika saya bisa mencapai 187 cm di usia 19 tahun, bukan tidak mungkin orang lain juga bisa mencapai tinggi badan optimalnya dengan usaha dan konsistensi. [**]
Penulis: Muhammad Fawazul Alwi (Ketua PD Gerakan Pemuda Al-Washliyah Aceh Barat)