kip lhok
Beranda / Opini / Trilogi Wagub Aceh

Trilogi Wagub Aceh

Selasa, 21 Juni 2022 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Muhammad Ridwansyah. [Foto: For Dialeksis]


Pasca pengusulan pemberhentian Gubernur Aceh Nova Iriansyah yang akan berakhir 5 Juli 2022 masa jabatan 2017-2022 dalam rapat paripurna oleh DPRA. Ketua DPR Aceh Saiful Bahri mengatakan sidang paripurna pengusulan pemberhentian Nova Iriansyah dilakukan setelah pihaknya menerima Surat Keterangan dari Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia untuk mengelar sidang paripurna tersebut. 

Setelah penetapan PJ Gubernur Aceh masa transisi 2022 sampai dengan 2024 oleh Menteri Dalam Negeri maka ada beberapa hal yang perlu cermati dan diselesaikan dengan baik untuk Aceh yang Hebat dalam bidang trilogi (3) Wakil Gubernur Aceh untuk masa dua tahun kepemimpinan PJ Gubernur Aceh a quo.

 Hal ini tentu berdasarkan pengalaman 5 tahun pertama Irwandi Yusuf dan Nova Iriansyah (full power). Kala itu Irwandi Yusuf selaku Ketua Umum Partai Nanggroe Aceh dan Nova Iriansyah selaku Ketua DPW Demokrat Provinsi Aceh yang memiliki koalisi kuat di parlemen Aceh. Menghasilkan kedua pasangan ini terpilih sebagai Gubernur Aceh dan Wakil Gubernur Aceh yang legitimate sebagai hasil pilkada yang demokratis namun persoalan pembangunan ekonomi dan pengentasan kemiskinan di Aceh sulit terwujud dengan cepat sesuai harapan MoU Helsinki. Pembangunan ekonomi yang awalnya mazhab hana fee ternyata diingkari sendiri oleh Gubernur Irwandi Yusuf saat itu. Kemudian pengentasan kemiskinan tidak berdaya terus anjlok posisi Aceh berturut-turut menang sebagai daerah termiskin di Indonesia.

Kemudian, tahun kedua kepemimpinan Nova Iriansyah sebagai Wagub dan posisinya sebagai pelaksana tugas, power 50% hilang sisanya dikontrol oleh Kementerian Dalam Negeri dan mengakibatkan Aceh tidak mampu berkembang, kemiskinan membengkak, pengelolaan keuangan tidak optimal disebabkan silpa hampir tiap tahun anggaran, manajemen tata kelola pemerintahan Aceh dan pengelolaan keuangan lemah hal ini tentu sahih disebabkan solo (tanpa Wagub). Bayangkan bersama jika PJ Gubernur Aceh maka praktis 60% kendali Pemerintah Pusat, bahkan komunikasi pusat berantakan walaupun Gubernur a quo kala itu sebagai Ketua DPW Partai Demokrat Aceh yang cukup mapan suara di nasional. Model kepemimpinan ini jelas menganggu stabilitas ekonomi rakyat Aceh. 

 Aceh yang menjadi daerah termiskin di Indonesia, gagalnya investasi dari timur tengah untuk Aceh, pengelolaan KIA Ladong gagal, perternakan sapi gagal, hilangnya empat pulau, status bandara Sultan Iskandar Muda yang semula sebagai bandara internasional menjadi bandara domestik, terakhir kebijakan luar negeri Pemerintah Aceh dinilai gagal dengan meminta Dubes India angkat kaki dari Aceh padahal kita ketahui sendiri bahwa urusan agama itu menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan tidak perlu sampai mengusir Dubes India yang sedang ada kegiatan di Aceh.

Sungguh peristiwa di atas sangat memalukan, dimana para pejabat negara diberikan seluruh kemampuan lewat APBA yang kisaran anggaran tahunan 14-17 T tidak mampu menghadirkan kesejahteraan bagi rakyat Aceh.

Fakta-faktar diatas turut menjadikan dasar sebagai raison d’etre untuk menghadirkan tiga Wakil Gubernur Aceh pada saat penetapan PJ Gubernur Aceh pada Juli 2022 oleh Presiden. Tiga Wakil Gubernur Aceh sebagai berikut: Pertama, Wakil Gubernur Aceh bidang Politik, Hukum & Keamanan: diperlukan sosok yang memahami dan mengerti bidang politik, hukum, dan keamanan untuk Aceh karena masa transisi ini sungguh sangat rentan sehingga Wagub Aceh akan bertugas untuk menstabilkan politik di Aceh. Biasanya daerah bekas konflik, akan mudah terpancing isu-isu politik pragmatis dan jangka pendek. Simulasinya ialah ketika ada kontestasi pilkada 2024 nanti maka Wagub akan akan memastikan situasi politik di Aceh aman, mengayomi seluruh elemen, tidak abuse terhadap kepentingan kelompok. Dalam bidang hukum perlu optimalisasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan memastikan seluruh butir-butir MoU Helsinki diakomodir dengan baik.


Kedua, Wakil Gubernur Aceh bidang Pembangunan Ekonomi, & Pengentasan Kemiskinan. Persoalan pembangunan ekonomi dan pengentasan kemiskinan di Aceh sudah sampai ditelinga Presiden Jokowi bahkan beliau gelisah dengan anjloknya perekonomian di Aceh selama 17 tahun damai di Aceh. Contohnya anggaran Pemerintah Aceh tahun 2021 17 T tidak bisa menjadi stimulus untuk mendongkrak perekonomian Aceh bahkan silpa 2.8 T, artinya fungsionaris Pemerintah Aceh tidak berjalan maksimal, pergi ke kantor hanya seremonial finger print saja tidak mampu berinovasi, uang hanya habis untuk gonta ganti beli mobil dan membelanjakan uang SPPD saja. Sungguh rakyat Aceh akan memintai seluruh pertanggungjawaban mereka kelak dikemudian hari nanti. Wagub Aceh bidang pembangunan ekonomi dan pengentasan kemiskinan di Aceh sangat diperlukan, harus ada leadhership yang mampu menyelesaikan pembangunan ekonomi dan pengentasan kemiskinan di Aceh. Wagub disini harus menjamin membuka lapangan kerja bagi rakyat Aceh, mencari investor untuk membuka industri pertanian, pabrik agriculture seperti olahan ikan dan makanan Aceh.

Ketiga, Wakil Gubernur Aceh bidang Reformasi Birokrasi dan Pemerintahan, dalam Ketetapan Presiden PJ Gubernur nanti perlu ada penambahan sosok yang memang benar-benar paham mengenai reformasi birokrasi dan pemerintahan Aceh. Sosok ASN di Aceh harus berkiblat pada MoU Helsinki sebagai landasan filosofis untuk menjalankan roda kepemerintahan di Aceh. Birokrasi di Aceh harus satu tujuan untuk melayani rakyat Aceh, tidak boleh menjadi sosok raja yang harus dilayani masyarakat. ASN di Aceh digaji oleh uang rakyat dan menikmati dana otonomi khusus dengan darah-darah korban konflik. Tujuan mereka untuk mempermudah rakyat berusaha, memudahkan administrasi rakyat, memberikan pelayanan cepat dan mudah. Mereka ASN ialah jiwa-jwa abdi daleum sebagai pembantu rakyat karena rakyat Aceh lah yang menjadi tuannya. Jika tuannya memanggil mereka maka secepatnya mereka hadir untuk memenuhi kebutuhan rakyat Aceh.

Wujudkan Trilogi Wagub Aceh

Pertanyaan, bagaimana untuk mewujudkan trilogi Wakil Gubernur Aceh? Walaupun struktur jabatan Trilogi Wagub Aceh tidak ada dalam UUPA dan UU Pemilukada maka dengan diskreasi presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan bahkan pemegang kekuasaan tertinggi dalam lingkup ASN dan non ASN maka sangat ideal Presiden Jokowi dalam Keputusan Presiden menggunakan diskresi hukum dengan sifat hukum keistimewaan dan hukum kekhususan di Aceh. Hal ini sudah biasa dilakukan dalam sistem desentralisasi asimetris dimana daerah yang khusus dan istimewa mendapatkan perlakuan yang berbeda dari daerah lain karena punya sejarah yang berbeda dan untuk mengejar ketertinggalan Aceh yang selama beberapa dekade konflik dengan Pemerintah Pusat. Bukankah MoU Helsinki memberikan klaster tersendiri mengenai penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh? 1.1.3. Nama Aceh dan gelar pejabat senior yang dipilih akan ditentukan oleh legislatif Aceh setelah pemilihan umum yang akan datang. Rumusan ini menjadi acuan untuk Pemerintah Pusat agar melahirkan trilogi Wagub di Aceh.

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda