kip lhok
Beranda / Opini / UMKM Solusi Membangkitkan Perekonomian Aceh

UMKM Solusi Membangkitkan Perekonomian Aceh

Rabu, 18 Agustus 2021 11:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Dosen tetap Prodi Kewirausahaan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Aceh, Dosen LB UIN Ar-Raniry dan Wakil Ketua KNPI Kota Banda Aceh, Nasrul Hadi, SE, MM. [Foto: Ist]


Sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM) menjadi daya tarik dan sumber utama pembangunan perekonomian di berbagai Negara. UMKM ini selalu menjadi isu ekonomi dan politik yang menarik untuk didiskusikan. Karena UMKM merupakan program partisipasi ekonomi masyarakat dalam membangun perekonomian sehingga isu yang mengikuti pengembangan UMKM adalah mengembangkan pembangunan ekonomi kerakyatan.

Sejumlah Negara di dunia fokus dengan pengambangan sektor UMKM dalam mencapai pembangunan perekonomian negaranya, sebut saja Malaysia dan Singapura. Pengembangan UMKM di Malaysia menjadi prioritas utama pemerintah sehingga komitmennya terlihat sangat kuat. Perhatian terhadap UMKM di Malaysia sudah ada sejak tahun 1970-an melalui Kebijakan Ekonomi Baru (New Economic Policy) pada tahun 1971 yang intinya membangun untuk kemakmuran rakyat dan mendorong struktur ekonomi yang berimbang secara etnis. Komitmen terhadap UMKM juga terlihat dari isi Industrial Master Plan (IMP2) dan Industrial Mater Plan (IMP3) 2006– 2020. Dalam visi 2020, pengembangan UMKM juga mendapat tempat penting di sana. (Abdul Mongid FX, Soegeng Notodihardjo. 2011)

Sementara di Singapura peran penting UMKM juga disadari oleh pemerintah Singapura. Komandan pengembangan UMKM di Singapura adalah Menteri Perdagangan dan Industri. Dalam pengembangan UMKM di Singapura, pemerintah membentuk lembaga bernama SPRING. SPRING Singapura adalah lembaga pemerintah untuk pengembangan usaha agar perusahaan berkembang lebih inovatif dan mendorong sektor UMKM kompetitif. SPRING bekerja bersama para mitra untuk membantu perusahaan UMKM dalam pembiayaan, dan pengembangan kemampuan manajemen, teknologi dan inovasi, dan akses ke pasar. Ketika standar-standar nasional dan badan akreditasi menjadi persyaratan dalam bisnis, SPRING juga mengembangkan dan mempromosikan standar yang diakui secara internasional dan jaminan kualitas untuk meningkatkan daya saing dan memfasilitasi perdagangan (Abdul Mongid FX, Soegeng Notodihardjo. 2011)

Di Negara seperti Jepang, Australia, India, Korea Selatan dan negara anggota Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) lainnya, UMKM juga menjadi sumber utama pembangunan ekonomi. Di negara RCEP ini, UMKM lebih diperhatikan dibandingkan dengan usaha berskala besar karena UMKM dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian, seperti menambah lapangan pekerjaan serta dapat meningkatkan pendapatan asli daerah melalui pajak (Nurul Fadzillah. 2020).

Demikian juga di Indonesia, sektor UMKM juga terus berkontribusi besar terhadap perkekonomian nasional sejak krisis ekonomi pada tahun 1997-1998. Kontribusi itu meliputi jumlah unit usaha, penyediaan lapangan kerja, pendapatan nasional, ekspor nonmigas dan investasi (kompaspedia). Selain krisis ekonomi pada tahun 1998, krisis ekonomi pada tahun 2008 UMKM juga terbukti kuat saat menghadapi krisis. Pada saat kedua krisis tersebut, sebagian UMKM relatif tidak mengalami masalah serius. Bahkan UMKM yang berorientasi ekspor dan menggunakan bahan baku dalam negeri dapat meraih keuntungan. Sehingga UMKM mampu menjadi katup pengaman perekonomian nasional saat ditimpa krisis. Ini artinya saat krisis ekonomi saja UMKM bisa menjadi pengaman perekonomian, apalagi di saat situasi normal tanpa krisis ekonomi.

Bagaimana dengan Aceh?

Jika dihadapkan dengan persoalan Aceh sekarang ini, yang merupakan salah satu provinsi yang berada di Indonesia. Aceh berpeluang juga membangkitkan perekonomian daerah dengan fokus mengembangkan dan memperkuat sektor UMKM secara sustainable (keberlanjutan). Apalagi jika program daerah harus sinkron, harmonis dan selaras dengan program pemerintah pusat, maka pengembangan sektor UMKM layak menjadi pertimbangan dan fokus pemerintah Aceh untuk membangkitkan perekonomian Aceh dari keterpurukan perekonomian saat ini, karena pemerintah tentu mendukung dan relevan dengan program pemerintah pusat.

Sekilas untuk diketahui tentang kondisi Aceh dewasa ini yang perlu kita cari solusi bersama. Secara statistik Aceh saat ini menjadi daerah termiskin nomor satu di Sumatera dan mendapatkan posisi ke-6 termiskin di Indonesia berdasarkan data yang diirilis Badan Pusat Statistik (BPS) awal tahun 2021. Demikian juga dengan persoalan pengangguran di Aceh, di tahun 2020 jumlah pengangguran di Aceh bertambah menjadi 167 ribu orang sedangkan di tahun sebelumnya berjumlah 148 ribu orang (dinaskermobduk.acehprov.go.id). padahal dana otonomi khsusus yang digelontorkan ke Aceh triliunan rupiah sangatlah besar dibanding dengan provinsi lain, ditambahkan lagi dengan dana APBA dan lainnya. Namun persoalan kemiskinan dan pengangguran masih manjadi masalah serius.

Oleh karenanya untuk membangkitkan perekonomian masyarakat Aceh, pengentasan kemiskinan dan pengangguran salah satu solusinya adalah mengembangkan sektor UMKM secara serius dan keberlanjutan. Karena Sektor UMKM telah teruji dalam sejarah Indonesia dimasa krisis ekonomi tahun 1997-1998 dan tahun 2008. Kemudian berdasarkan pengalaman berbagai Negara yang telah penulis uraikan di atas juga menjadi pertimbangan bahwa pengembangan sektor UMKM harus menjadi prioritas. Maka wajar manakala pemerintah Aceh fokus terhadap pengembangan sektor UMKM sebagai instrument yang kompetitif dalam menanggulangi kemiskinan dan pengangguran, bahkan menjadikan daya tarik dan sumber utama pembangunan perekonomian di Aceh.

Perlu ada roadmap UMKM di Aceh

Untuk mewujudkan pengembangan dan penguatan UMKM yang serius di Aceh, pemerintah perlu membuat roadmap yang jelas dan terarah sesuai dengan visi pemerintah Aceh dan tentu selaras dengan program Aceh kaya. Dalam penyusunan roadmap ini pemerintah bisa bemitra dengan sejumlah stakeholdernya seperti akademisi, praktisi, lembaga keuangan dan sejumlah pihak terkait. Sehingga berdasarkan masukan para ahli dan praktisi bisa menghasilkan roadmap yang bagus sehingga nanti bisa terciptanya UMKM dengan karateristik masa depan yaitu UMKM yang akrab dengan teknologi, mempunyai value creation, menjadi market driven, mengenal pasar dan perubahan, serta inovatif. Hemat penulis, dalam roadmap UMKM nanti perlu disusun empat fase yang ditempuh oleh Pemerintah Aceh yaitu pertama fase identifikasi, kedua fase pertumbuhan/pengembangan, ketiga fase percepatan dan ke empat fase penguatan kelembagaan berbasis teknologi informasi sehingga program UMKM ini keberlanjutan.

Pada fase pertama idientifikasi UMKM perlu dilakukannya beberapa poin diantaranya dilakukan pendataan dan pembuatan database UMKM di Aceh secara menyeluruh, tujuannya supaya terdata UMKM yang sudah ada di provinsi Aceh. Kemudian lakukan survey model kelembagaan yang khusus menangani UMKM, ini artinya perlu ada lembaga khusus yang menangani UMKM dibawah koordinasi dinas Koperasi dan UMKM Aceh. selanjutkan dilakukan survey apa saja kendala UMKM sejauh ini termasuk dalam hal digitalisasi UMKM. Hal lain yang tidak kalah penting adalah menetapkan qanun tentang UMKM sebagai dasar hukum dan pedoman rinci untuk memberdayakan UMKM yang sesuai dengan perkembangan zaman. Pada fase pertama ini harus dilalui dengan serius dan strategis karena ini merupakan tahapan perencaan yang harus matang terkait masa depan UMKM Aceh yang inovatif.

Selanjutnya fase kedua yaitu pertumbuhan/pengembangan UMKM. Dalam hal ini pemerintah sudah bisa melakukan pemberdayaan UMKM, pengembangan asuransi UMKM berbasis syariah, serta peningkatan Daya Saing UMKM. Selanjutnya Memperkuat keunggulan kompetitif ekonomi, meningkatkan akses sumberdaya produktif dengan memberikan fasilitas produksi modern dan mengembangkan kemitraan investasi. Pada fase ini juga dilakuakan skema dana bergulir dengan membentuk lembaga keuangan untuk mendukung UMKM, menyediakan skema kredit usaha rakyat (KUR) pada bank syariah. Selanjutnya program Penciptaan Iklim UMKM yang Kondusif dan kompetitif. Terakhir pada fase ini pemerintah bersama stakeholder seperti Lembaga keuangan, pemerintah, Akademisi, dan swasta memberikan pelatihan/lokakarya/kursus untuk UMKM untuk bisa menyusun kelayakan bisnis/usaha dan penyusunan laporan keuangan yang dapat diterima oleh Lembaga Keuangan. Memberi pelatihan dan pendampingan UMKM supaya melek dengan tekonologi, melakukan pemasaran dan promosi via internet seperti market place dan media sosial.

Ketiga fase percepatan, dalam hal ini penyaluran KUR diikuti dengan analisis dan monitoring. Kemudian dilakukan strategi yang berfokus pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM). Meningkatkan pengembangan produk dan akses pemasaran dengan membangun sarana dan prasarana sehingga memberikan kesempatan UMKM mempromosikan produk UMKM melalui dgigital dan bisa ikut dalam pameran dalam negeri dan luar negeri.

Fase ke empat penguatan kelembagaan berbasis tekonologi informasi (TI). Di sini dilakukan penguatan Kelembagaan UMKM dan meningkatkan kapasitas pengetahuan dan teknologi penyerapan. Kemudian dilakukannya penguatan pengembangan kelembagaan UMKM dengan memberikan advokasi dan bantuan teknis,seperti keterampilan manajerial, kematangan financial, akses pemasaran, dan teknologi instansi yang terkait. Terakhir penguatan Kelembagaan dari lembaga keuangan di Aceh dan pusat.

Dengan adanya roadmap yang dikonsepkan seperti di atas diharapkan menjadi peta jalan yang mampu menjelaskan jalanan dalam mencapai penguatan UMKM secara matang. Roadmap tersebut memberikan berbagai petunjuk terkait dari mana dan akan kemana perubahan akan dilakukan dalam rangka mensukseskan program UMKM di Aceh. Selanjutnya setelah roadmap tersebut ada maka pemerintah Aceh tinggal mengeksekusi program-program yang tersebut dalam roadmap di atas dengan juga dilakukan tahapan manajemen lain pengarahan dan pengevaluasian. Dalam pelaksanaanya nanti juga meski didukung oleh berbagai pihak dan harus diawasi oleh pihak DPRA supaya rencana yang sudah ada bisa terlaksana dengan baik, sehingga nantinya bisa mewujudkan UMKM Aceh dengan karakteristik masa depan dan keberlanjutan yang mampu membangkitkan perkonomian Aceh tercinta.

Penulis adalah Nasrul Hadi, SE, MM
Dosen tetap Prodi Kewirausahaan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Aceh, Dosen LB UIN Ar-Raniry dan Wakil Ketua KNPI Kota Banda Aceh


Keyword:


Editor :
M. Agam Khalilullah

riset-JSI
Komentar Anda