kip lhok
Beranda / Opini / Ungkapan Pendidikan Tinggi Tersier yang Membunuh Karakter

Ungkapan Pendidikan Tinggi Tersier yang Membunuh Karakter

Senin, 20 Mei 2024 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Penulis :
Musrafiyan

Mahasiswa Prodi Magister Ilmu Hukum Kenegaraan USK sekaligus Direktur Reusam Institute, Musrafiyan, S.H. [Foto: for Dialeksis]


DIALEKSIS.COM | Opini - Pernyataan oleh Tjitjik Sri Tjahjandarie, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek yang menyatakan bahwa pendidikan kuliah bersifat tersier/Tertiery Education (opsional) telah memicu kontroversi. Bagi sebagian orang, pandangan ini tampak meremehkan pentingnya pendidikan tinggi, sementara bagi yang lain, ini mungkin mencerminkan realitas pragmatis dari sistem pendidikan kita. Dalam tulisan ini, penulis berupaya berargumen bahwa menganggap kuliah sebagai sesuatu yang opsional adalah pandangan yang meremehkan dan bahkan dapat 'membunuh karakter' generasi muda kita.

Pendidikan Tinggi sebagai Pilar Penting dalam Pembangunan Karakter

Pendidikan tinggi memainkan peran penting dalam membentuk karakter individu. Kampus bukan hanya tempat untuk belajar ilmu pengetahuan atau keahlian teknis, namun tempat mahasiswa belajar menjadi warga negara yang bertanggung jawab, kritis, dan berpikiran terbuka. Melalui interaksi dengan dosen, teman sekelas, dan berbagai kegiatan ekstra kurikuler, mahasiswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis, keterampilan sosial, dan etika profesional.

Pernyataan bahwa kuliah bersifat tersier secara tidak langsung mengabaikan aspek penting dari pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi bukanlah sekadar sarana untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, tetapi juga proses yang membentuk nilai, prinsip, dan etika seseorang. Kampus adalah miniatur masyarakat yang lebih besar, tempat mahasiswa belajar menghargai perbedaan, mengembangkan empati, dan mempersiapkan diri untuk berkontribusi pada komunitas mereka.

Pentingnya Pendidikan Tinggi dalam Dunia Kerja Modern

Dalam konteks ekonomi global yang semakin kompetitif, pendidikan tinggi menjadi semakin penting. Banyak pekerjaan era sekarang memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang hanya dapat diperoleh melalui pendidikan tinggi. Teknologi yang berkembang pesat dan kompleksitas masalah-masalah global menuntut tenaga kerja yang terampil dan terdidik. Dengan mengatakan bahwa kuliah bersifat tersier, kita mungkin sedang mengirimkan pesan yang salah kepada generasi muda, yaitu bahwa pendidikan tinggi tidak penting untuk sukses di dunia kerja.

Ini sangat berbahaya dalam konteks Indonesia yang sedang berusaha meningkatkan daya saing di kancah internasional. Negara yang ingin maju harus memiliki sumber daya manusia yang unggul dan terdidik. Pendidikan tinggi adalah salah satu jalan untuk mencapainya. Selain itu, di era di mana inovasi dan kreativitas menjadi kunci sukses, pendidikan tinggi memberikan landasan yang kuat bagi individu untuk berinovasi dan berkontribusi secara signifikan di bidang masing-masing.

Membangun Karakter Melalui Pendidikan yang Holistik

Memandang pendidikan tinggi sebagai opsional juga berisiko mereduksi pendidikan menjadi sekadar transfer pengetahuan tanpa mempertimbangkan aspek holistik dari pembentukan karakter. Pendidikan yang holistik tidak hanya mencakup penguasaan akademik, tetapi juga pengembangan moral, emosional, dan sosial. Kampus-kampus di seluruh dunia telah mengintegrasikan pendidikan karakter dalam kurikulum mereka, memahami bahwa lulusan yang ideal bukan hanya mereka yang memiliki pengetahuan, tetapi juga yang memiliki integritas dan tanggung jawab sosial.

Di banyak universitas, program-program seperti layanan masyarakat, magang, pertukaran pelajar, dan berbagai klub mahasiswa dirancang untuk mengembangkan soft skills yang sangat penting di dunia nyata. Keterampilan seperti kepemimpinan, kemampuan bekerja dalam tim, manajemen waktu, dan kemampuan komunikasi sering kali diasah melalui berbagai aktivitas di luar kelas. Menganggap kuliah sebagai sekadar pilihan yang tersier dapat merusak kesempatan untuk pengembangan diri yang komprehensif ini.

Dampak Negatif pada Persepsi Masyarakat Terhadap Pendidikan

Pernyataan bahwa kuliah bersifat tersier juga dapat berdampak negatif pada persepsi masyarakat terhadap pendidikan. Di banyak negara, termasuk Indonesia, masih ada kesenjangan signifikan dalam akses terhadap pendidikan tinggi. Menganggap pendidikan tinggi sebagai opsional dapat memperburuk kesenjangan ini, dengan memberikan alasan bagi mereka yang tidak mampu untuk tidak mengejar pendidikan lebih lanjut.

Dalam jangka panjang, ini dapat memperdalam jurang antara mereka yang berpendidikan dan mereka yang tidak, memperkuat siklus kemiskinan dan ketidaksetaraan. Pendidikan tinggi harus dilihat sebagai hak dan kesempatan yang harus diperjuangkan oleh semua orang, bukan sebagai pilihan yang hanya dapat diambil oleh mereka yang mampu secara finansial atau yang kebetulan beruntung.

Argumen Pragmatik; Realitas dan Tantangan

Namun demikian, kita juga harus mengakui bahwa tidak semua orang memiliki akses atau kesempatan untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Biaya kuliah yang tinggi, kurangnya beasiswa, dan tekanan ekonomi sering kali menjadi hambatan utama. Bagi sebagian orang, langsung bekerja setelah lulus SMA adalah pilihan yang lebih realistis dan pragmatis. Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk bekerja sama dalam menyediakan lebih banyak peluang dan akses ke pendidikan tinggi.

Namun, solusi untuk masalah ini bukanlah dengan meremehkan pentingnya pendidikan tinggi, melainkan dengan meningkatkan aksesibilitasnya. Pemerintah harus berinvestasi lebih banyak dalam pendidikan, menyediakan beasiswa, dan menciptakan kebijakan yang memungkinkan lebih banyak orang untuk mengejar pendidikan tinggi. Kita harus mendorong budaya yang menghargai pendidikan dan melihatnya sebagai investasi jangka panjang yang akan menguntungkan individu dan masyarakat secara keseluruhan.

Kesimpulan; Pendidikan Tinggi sebagai Fondasi Karakter Bangsa

Menganggap kuliah sebagai sesuatu yang bersifat tersier adalah pandangan yang sempit dan merugikan. Pendidikan tinggi bukan hanya tentang memperoleh pekerjaan yang baik, tetapi juga tentang membentuk karakter, nilai-nilai, dan keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan di dunia modern. Dalam konteks Indonesia, di mana pembangunan sumber daya manusia adalah kunci untuk mencapai visi negara maju, pendidikan tinggi harus dilihat sebagai prioritas, bukan pilihan.

Untuk membangun bangsa yang berdaya saing tinggi, kita membutuhkan generasi muda yang terdidik, berkarakter, dan siap berkontribusi. Menganggap kuliah sebagai sesuatu yang opsional tidak hanya meremehkan pentingnya pendidikan tinggi, tetapi juga merampas peluang bagi banyak orang untuk berkembang dan mencapai potensi penuh mereka. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama mendorong dan mendukung akses yang lebih luas ke pendidikan tinggi, dan melihatnya sebagai fondasi penting dalam membangun karakter dan masa depan bangsa.

Musrafiyan, S.H [Mahasiswa Prodi Magister Ilmu Hukum Kenegaraan USK sekaligus Direktur Reusam Institute]

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda