Bikin Qanun Perlindungan Satwa, DPRA Sempat Studi ke India
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) baru-baru ini mengesahkan Qanun Perlindungan Satwa Liar guna meminimalisir kejahatan terhadap satwa liar di Aceh. Qanun ini ditetapkan oleh Komisi II menjelang berakhirnya masa tugas DPRA periode 2014-2019.
Qanun Perlindungan Satwa Liar berisi 16 bab dan 42 pasal. Intinya mengatur hukuman cambuk bagi pemburu hingga mekanisme penggunaan senjata api bagi kepolisian hutan, serta pengendalian konflik satwa liar yang selama ini kerap bermunculan di Aceh.
Qanun tersebut memang baru disahkan pada Jumat 27 September lalu. Namun prosesnya sudah berlangsung sejak 2017. Hal ini diakui eks Ketua Komisi II DPRA periode 2014-2019, Nurzahri.
"Awalnya ada desakan dari kawan-kawan NGO yang bergerak di isu lingkungan terkait konflik satwa di Aceh karena banyaknya satwa liar yang mati dan masyarakat yang menjadi korban, bahkah ada masyarakat yang meninggal akibat konflik dengan satwa liar," kata Nurzahri kepada Dialeksis.com, Selasa (8/10/2019).
Atas desakan dari beberapa pihak, kata dia, Komisi II DPRA pada 2017 menginisiasi Rancangan Qanun (Raqan) Perlindungan Satwa tersebut. Bahkan penyusunan draf awal raqan tersebut banyak mendapat masukan dari lembaga WWF Indonesia.
"Raqan ini kita perjuangkan pada tahun 2018. Karena ini merupakan inisiatif DPRA, maka DPRA harus menyiapkan draf dan memparipurnakan menjadi rancangan qanun inisiatif lembaga," ujar politisi Partai Aceh itu.
Dia menambahkan, dari produk inisiatif komisi yang membidangi perekonomian, sumberdaya alam dan lingkungan hidup itu, pada 2018 Raqan Perlindangan Satwa pun menjadi rancangan qanun inisiatif lembaga, hingga akhirnya masuk dalam Prolega DPRA 2018.
DPRA dalam rapat paripurna di Gedung Serbaguna DPRA, 17 Januari 2018, mengesahkan 17 judul Rancangan Qanun (Raqan) yang masuk prioritas Program Legislasi (Prolega) tahun 2018. Dalam rapat tersebut, ada 8 judul raqan inisiatif DPRA yang salah satunya Raqan Perlindungan Satwa.
Studi ke India
Nurzahri mengungkapkan, pembahasan raqan tersebut pada 2018 mengalami proses panjang, hingga sempat tertunda. Berganti tahun, raqan itu kembali dimasukkan menjadi Raqan Inisiatif DPRA dalam Raqan Prolega 2019.
"Dalam pembahasannya raqan ini termasuk yang paling aspiratif," ujarnya.
Dia mengatakan, proses pembuatan qanun itu sangat terbuka. Keterlibatan publik sangat tinggi, hampir semua NGO bidang lingkungan yang ada di Aceh dilibatkan, termasuk konsultasi dengan NGO nasional dan Internasional.
"Kita juga difasilitasi oleh WWF ke India untuk melihat pengelolaan satwa liar disana yang bersinergi dengan kehidupan masyarakat," ceritanya.
Komisi II DPRA lalu menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tentang Raqan Perlindungan Satwa Liar di Gedung Utama DPRA, Jumat (30/8/2019) malam. Hampir sebulan kemudian, tepatnya pada 27 September 2019, qanun itu pun disahkan.(fb/me)