DPRA : Pemerintah Aceh Tak Hargai Legislatif
Font: Ukuran: - +
Ketua DPRA, Tgk Muharuddin. [Foto: Reza Gunawan/Acehonline. info]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Tgk Muharuddin menegaskan Pemerintah Aceh tidak menghargai lembaga legislatif tersebut.
"Secara kelembagaan, kami melihat sikap Pemerintah Aceh sepertinya tidak menghargai DPRA," kata Ketua DPRA Tgk Muharuddin di Banda Aceh, Senin.
Penyataan tersebut dikemukakan Tgk Muharuddin usai rapat paripurna dengan agenda penyampaian penjelasan oleh Gubernur Aceh Irwandi Yusuf terkait hak interpelasi dari 46 anggota DPRA.
Menurut Tgk Muharuddin, rapat tersebut seharusnya dihadiri Gubernur Aceh. Namun, Kepala Pemerintah Aceh itu tidak menghadirinya, sehingga rapat paripurna istimewa tersebut dibatalkan.
"Sidang hari ini Gubernur Aceh tidak hadir. Kemudian, ketidakhadiran unsur Pemerintah Aceh, seperti sekretaris daerah maupun para asisten, juga kami anggap sebagai bentuk pelecehan," tegas Tgk Muharuddin.
Padahal, sebut politisi Partai Aceh tersebut, undangan menghadiri sidang paripurna serta menyampaikan jawaban terkait hak interpelasi anggota DPRA dikirim sejak 26 Mei 2018. Begitu juga balasan dari Pemerintah Aceh pada 31 Mei 2018.
"Artinya, penjadwalan sidang paripurna hak interpelasi ini jauh hari sudah dilakukan. Tindakan tidak menghadiri rapat paripurna merupakan sikap tidak menghargai DPRA," ujar dia.
DPRA, sebut Tgk Muharuddin, akan mengagendakan ulang sidang paripurna hak interpelasi. DPR Aceh menjadwalkan kembali rapat paripurna kedua terkait penggunaan hak interpelasi terhadap Gubernur Aceh pada 28 Juni 2018 mendatang.
"Jadi, kami anggap hari ini sudah dilakukan sidang pertama dan akan dijadwalkan kembali untuk sidang paripurna kedua nantinya," kata Tgk Muharuddin.
Sebelumnya, sejumlah anggota DPRA dalam sidang paripurna memutuskan menggunakan hak interpelasi, yakni hak meminta penjelasan terkait beberapa kebijakan Gubernur Aceh.
Inisiator hak interpelasi yang juga anggota DPR Aceh Abdullah Saleh, mengatakan, ada empat poin yang dimintai penjelasan dari Gubernur Aceh terkait penggunaan hak interpelasi.
"Empat poin pertanyaan ini sudah disetujui para anggota DPR Aceh dalam sidang paripurna beberapa waktu lalu. Dan hak interpelasi ini juga diajukan oleh 46 dari 81 Anggota DPR Aceh," sebut Abdullah Saleh.
Empat poin persoalan yang ditanyakan dalam hak interpelasi yakni meminta penjelasan Gubernur Aceh terkait adanya pelanggaran peraturan perundang-undangan dalam menerbitkan peraturan gubernur tentang APBA 2018.
Kemudian, meminta penjelasan Gubernur Aceh terkait terbitnya peraturan gubernur yang memindahkan pelaksanaan hukuman cambuk di tempat terbuka dan dapat disaksikan masyarakat luas ke dalam penjara.
"Kami juga meminta penjelasan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf terkait dugaan suap Rp14 miliar lebih sebagaimana disebutkan di surat dakwaan jaksa KPK dalam perkara dengan terdakwa Ruslan Abdul Gani, mantan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang atau BPKS," kata Abdullah Saleh.
Berikutnya, sebut politisi Partai Aceh itu, hak interpelasi juga digunakan untuk meminta keterangan terkait pelanggaran sumpah jabatan, di mana Gubernur Aceh diduga melanggar etika.
"Gubernur sering kali memicu perpecahan antarlembaga negara, penyelenggara pemerintahan dengan masyarakat. Gubernur tidak menjaga dan memelihara perdamaian masyarakat Aceh yang baru pulih dari konflik berkepanjangan," kata Abdullah Saleh.
(ANTARA)