DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh, Sudirman alias Haji Uma, menyatakan penolakannya terhadap wacana Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid yang berencana mengambil alih lahan milik masyarakat bersertifikat yang tidak dimanfaatkan selama dua tahun berturut-turut.
Dalam keterangannya, Haji Uma menyebut wacana tersebut sebagai kebijakan sepihak yang bertentangan dengan semangat Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Reforma Agraria.
"Maksud dan tujuan reforma agraria itu adalah agar masyarakat memperoleh legalitas atas tanah mereka. Pemerintah seharusnya mendokumentasikan kepemilikan tanah rakyat agar mereka bisa duduk di tanah sendiri, bukan justru mencabutnya," tegas Haji Uma melalui sambungan langsung, Senin (14/7/2025).
Menurutnya, pencabutan hak atas tanah masyarakat, apalagi yang sudah bersertifikat, tidak sejalan dengan semangat pemberdayaan rakyat. Ia juga menyoroti bahwa tidak semua masyarakat mampu mengelola lahannya karena faktor ekonomi atau status tanah sebagai warisan.
"Banyak tanah masyarakat yang hanya bisa dimiliki tapi belum dimanfaatkan karena pemiliknya hidup dalam kondisi miskin. Mereka tidak punya dana membangun rumah atau mengelolanya. Apa karena itu mau dicabut juga haknya? Lalu apa negara mau menyediakan rumah dan tanah baru bagi mereka?" sindirnya.
Haji Uma mempertanyakan rasionalitas dan objektivitas wacana tersebut yang disebut untuk peningkatan ekonomi. Ia menilai pernyataan tersebut tidak mempertimbangkan realitas sosial masyarakat secara menyeluruh.
"Tidak semua tanah cocok dengan perspektif menteri. Ada lahan yang tidak bisa dijadikan kebun tapi cocok untuk tempat tinggal. Kalau pemilik tidak mampu mengelola karena faktor ekonomi lalu tanah itu diambil, ini bukan kebijakan pro rakyat, ini kezaliman," ujar Haji Uma tegas.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti bahwa wacana tersebut belum pernah dikomunikasikan secara formal ke lembaga legislatif. Sebagai anggota Komite I DPD RI yang membidangi pertanahan, agraria, dan hukum, Haji Uma mengaku tidak pernah menerima surat atau undangan rapat dengar pendapat dari pihak Kementerian ATR/BPN.
"Seharusnya kebijakan besar seperti ini dibahas secara menyeluruh. Ini bukan kebijakan negara, ini kebijakan menteri. Dan itu melanggar prinsip hukum dan konstitusi," kata Haji Uma.
Meski demikian, Haji Uma menyatakan akan terlebih dahulu memantau respons publik sebelum mengambil langkah lebih lanjut. Jika ditemukan penolakan luas di tengah masyarakat, ia tidak menutup kemungkinan akan memanggil pihak kementerian untuk dimintai penjelasan.
"Secara pribadi saya tidak setuju. Tapi kita lihat dulu bagaimana reaksi masyarakat. Mungkin dalam waktu dekat ini kita akan turun langsung ke daerah untuk mendengar langsung aspirasi masyarakat," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid dalam acara Pengukuhan dan Rakernas I PB IKA-PMII Periode 2025-2030 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Minggu (13/7/2025), menyampaikan pemerintah akan mengambil alih lahan yang tidak dimanfaatkan selama dua tahun berturut-turut. Kebijakan ini diberlakukan terhadap tanah yang sudah bersertifikat namun tidak digunakan untuk aktivitas ekonomi atau pembangunan apa pun.
"Terhadap yang sudah terpetakan dan bersertifikat, manakala sejak dia disertifikatkan dalam waktu dua tahun tidak ada aktivitas ekonomi maupun aktivitas pembangunan apa-apa atau dalam arti tanah tersebut tidak didayagunakan kemanfaatannya, maka]emerintah wajib memberikan surat peringatan," kata Nusron, seperti yang dinukil dari portal CNNIndonesia. [ba]