DIALEKSIS.COM | Aceh - Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam meluncurkan inisiatif besar bertajuk Sekolah Garuda Transformasi, yang dimulai dengan penunjukan dua Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Insan Cendekia (IC) di Ogan Komering Ilir (Sumatera Selatan) dan Gorontalo sebagai sekolah prototipe nasional.
Kebijakan ini, menurut Dr. H. Thobib Al-Asyhar, M.Si, Kepala Biro Humas dan Komunikasi Publik Kemenag yang juga Dosen SKSG Universitas Indonesia, merupakan bentuk komitmen kuat pemerintah dalam menghadirkan model pendidikan Islam unggul, adaptif, dan berdaya saing global.
“Sekolah Garuda bukan sekadar perubahan nama atau simbolisasi. Ini adalah desain besar pendidikan untuk melahirkan generasi Indonesia yang berakar pada nilai, berjiwa ilmiah, dan siap menjadi pemimpin dunia,” ujar Thobib kepada Dialeksis, dikutip dari tulisannya di laman resmi Kemenag, Kamis, 9 Oktober 2025.
Dr. Thobib menjelaskan, konsep Sekolah Garuda dibangun atas semangat kolaboratif antara nilai keislaman, keilmuan modern, dan inovasi teknologi.
Model ini tidak hanya fokus pada akademik, tetapi juga membentuk karakter, kepemimpinan, dan daya saing global siswa.
Program tersebut mengusung pendekatan STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts, and Mathematics), serta membuka peluang penerapan kurikulum internasional seperti International Baccalaureate (IB) dan sertifikasi digital global dari Google for Education hingga Microsoft Imagine Academy.
“Kami ingin madrasah tidak hanya menjadi tempat belajar agama, tetapi juga pusat riset, teknologi, dan kreativitas yang berakar pada nilai-nilai Islam,” kata Thobib.
Selain itu, pembelajaran di Sekolah Garuda akan berbasis riset (research-based learning) dan proyek (project-based learning) yang memungkinkan siswa meneliti, menemukan, dan memecahkan masalah nyata di lingkungan mereka.
Dalam skemanya, Sekolah Garuda dirancang sebagai sekolah beasiswa penuh (purging school). Artinya, seluruh siswa yang diterima akan memperoleh biaya pendidikan gratis dari pemerintah.
Kebijakan ini juga memastikan akses pendidikan inklusif dan berkeadilan, terutama bagi siswa dari daerah tertinggal, perbatasan, dan keluarga tidak mampu.
“Dari total penerimaan, sekurang-kurangnya 40 persen diperuntukkan bagi peserta didik dari keluarga prasejahtera. Kita ingin memastikan bahwa anak-anak cerdas di pelosok Nusantara memiliki kesempatan yang sama,” terang Thobib.
Menurutnya, seleksi penerimaan siswa dilakukan secara kompetitif berbasis meritokrasi nasional untuk menjaring putra-putri terbaik bangsa tanpa diskriminasi asal daerah atau status sosial.
Penunjukan MAN Insan Cendekia (IC) sebagai model Sekolah Garuda dinilai sangat tepat.
Madrasah ini telah lama dikenal sebagai lembaga pendidikan Islam modern yang menyeimbangkan iman, ilmu, dan teknologi.
“MAN IC adalah wajah ideal pendidikan Islam di masa depan. Di sini nilai-nilai keislaman berpadu dengan kecerdasan intelektual dan karakter kebangsaan,” ungkap Thobib yang pernah menjabat Direktur GTK Madrasah Kemenag.
Mereka telah menunjukkan prestasi akademik, inovasi teknologi, dan rekam jejak keberhasilan alumni yang masuk ke universitas ternama dunia.
“Dari sinilah Sekolah Garuda akan tumbuh. Ia menjadi gerbang bagi ekosistem pendidikan madrasah unggul yang berstandar global namun tetap berjiwa Indonesia,” ujarnya.
Meski optimistis, Thobib mengingatkan bahwa keberhasilan Sekolah Garuda sangat bergantung pada kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur, dan tata kelola.
Guru-guru madrasah harus dibekali kemampuan pedagogik baru yang menyesuaikan dengan era digital dan globalisasi.
“Guru adalah kunci. Mereka bukan hanya pengajar, tetapi inspirator dan inovator. Transformasi madrasah hanya bisa berhasil bila diikuti dengan transformasi guru,” tegasnya.
Selain itu, pemerintah perlu memastikan pemerataan fasilitas di seluruh wilayah, termasuk dukungan laboratorium, pusat riset digital, dan jaringan internet memadai bagi madrasah di daerah terpencil.
Thobib menilai, kehadiran Sekolah Garuda adalah bagian dari strategi jangka panjang membangun Generasi Emas 2045, yaitu generasi unggul secara moral, spiritual, dan intelektual.
Ia menegaskan bahwa madrasah tidak boleh dipandang sebagai pendidikan kelas dua, melainkan pilar utama kemajuan bangsa.
“Madrasah adalah mercusuar peradaban. Bila madrasah maju, bangsa ini akan bermartabat. Sekolah Garuda hanyalah langkah awal dari perjalanan panjang membangun peradaban pendidikan nasional,” pungkasnya.
Program Sekolah Garuda diharapkan menjadi inspirasi bagi seluruh madrasah dan sekolah Islam di Indonesia, termasuk di Aceh, untuk terus berinovasi dan memperkuat karakter generasi muda.