Senin, 04 Agustus 2025
Beranda / Parlemen Kita / Urgensi Satu Meja: Sumur Minyak Rakyat dan Tambang Tanpa Kepastian

Urgensi Satu Meja: Sumur Minyak Rakyat dan Tambang Tanpa Kepastian

Senin, 04 Agustus 2025 12:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Anggota Komisi III DPR Aceh, Dr (Cand) Nurchalis.SP.M.Si, sekaligus Ketua Fraksi Partai NasDem di parlemen Aceh. Foto: doc Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Aceh - Negara tak boleh lagi menutup mata. Ribuan sumur minyak rakyat dan tambang kecil-kecilan yang kini beroperasi di Aceh tak bisa terus dibiarkan berjalan di zona abu - abu. Tanpa regulasi yang tegas dan tata kelola yang pasti, semua ini hanya akan menjadi ladang masalah baik bagi pemerintah maupun rakyat sendiri.

Hal ini ditegaskan oleh Anggota Komisi III DPR Aceh, Dr (Cand) Nurchalis.SP.M.Si, yang juga Ketua Fraksi Partai NasDem di parlemen Aceh. Menurutnya, pembahasan menyeluruh antara pemerintah pusat dan pemerintah Aceh mengenai tambang rakyat dan sumur minyak rakyat mendesak dilakukan. Keduanya, kata dia, tak bisa dipisahkan.

“Urusan sumur minyak rakyat dan tambang rakyat seharusnya satu kesatuan. Jangan dikelola secara terpisah, karena dampaknya saling berkelindan dan menyangkut banyak aspek, mulai ekonomi, sosial, dan lingkungan,” kata Nurchalis kepada Dialeksis, Senin, 4 Agustus 2025.

Ia menyebut, potensi pendapatan dari sektor ini sangat besar. Bukan hanya bagi pemerintah daerah, tetapi juga negara. Namun, selama belum ada kejelasan hukum, aktivitas yang semestinya bernilai ekonomi tinggi ini justru kerap beroperasi secara ilegal yang justru berisiko menimbulkan konflik dan kerugian besar.

Aceh menjadi salah satu wilayah dengan sebaran sumur minyak rakyat terbanyak di Indonesia. Sayangnya, sebagian besar belum memiliki legalitas yang jelas. Nurchalis menilai, pemerintah terlalu lambat merespons fenomena ini.

“Negara harus hadir. Kita tidak bisa biarkan masyarakat terus menambang atau menyedot minyak tanpa kejelasan hukum. Akhirnya semua dalam ketidakpastian: tidak ada perlindungan, tidak ada kontribusi untuk pendapatan daerah, dan rawan disusupi kepentingan liar,” ujar kandidat Doktoral. 

Ia menekankan bahwa sektor ini juga menyimpan potensi besar untuk membuka lapangan kerja baru secara cepat dan efisien. Dalam konteks daerah seperti Aceh yang tingkat penganggurannya masih tinggi, sumur rakyat dan tambang lokal bisa menjadi solusi alternatif yang konkret tentu saja, jika dikelola secara legal dan berkelanjutan.

Namun, tanpa payung hukum, semuanya hanya akan menambah panjang daftar pelanggaran, konflik lahan, kerusakan lingkungan, hingga kriminalisasi warga.

Bagi Nurchalis, jalan satu-satunya agar sektor ini tertata dengan baik adalah segera membuat regulasi khusus. Ia mendorong pemerintah pusat, bersama pemerintah provinsi dan DPR Aceh, merumuskan aturan main yang komprehensif bukan tambal sulam kebijakan sektoral.

“Payung hukumnya harus lengkap, karena keduanya sumur minyak dan tambang rakyat butuh kepastian Tidak hanya soal perizinan, tapi juga skema pengelolaan, distribusi hasil, perlindungan lingkungan, hingga peran masyarakat dalam pengawasan. Semua harus terang benderang,” tegasnya.

Lebih dari itu, menurutnya, regulasi itu perlu dibarengi dengan penegakan hukum yang tegas tanpa pandang bulu. Siapa pun yang bermain-main dengan pengelolaan sumber daya rakyat harus dikenakan sanksi berat, agar ada efek jera dan tidak terulang kembali di masa depan.

Namun regulasi saja tidak cukup. Nurchalis juga menekankan pentingnya pemerintah menyusun grand desain nasional maupun daerah yang bersinergi dan terintegral dalam pengelolaan sumur minyak dan tambang rakyat. Ia menyebut desain itu harus menjawab tiga prinsip utama yakni tepat sasaran, tepat guna, dan tepat manfaat.

“Grand desain itu harus menggambarkan bagaimana sektor ini dikelola dari hulu ke hilir. Siapa yang bertanggung jawab, seperti apa struktur izinnya, bagaimana skema distribusi hasilnya, dan bagaimana memastikan tidak merusak lingkungan,” jelas ketua ISMI Aceh.

Tanpa desain besar yang sistematis, lanjut Nurchalis, pengelolaan sumur minyak dan tambang rakyat hanya akan bersifat jangka pendek, tidak menyelesaikan akar persoalan, dan rawan menimbulkan kekacauan administratif serta konflik sosial.

Ia juga mengusulkan agar penyusunan desain dan regulasi dilakukan secara inklusif, dengan melibatkan masyarakat adat, akademisi, tokoh lingkungan, organisasi sipil, hingga aparat penegak hukum. Keterlibatan mereka dinilai penting agar pengawasan lebih menyeluruh dan responsif terhadap persoalan lokal.

Peringatan Nurchalis bukan tanpa alasan. Ia melihat bahwa jika pemerintah terus menunda, maka yang tumbuh bukan kesejahteraan, melainkan ketidakpastian dan konflik.

“Kalau semua terus dibiarkan abu - abu, akhirnya yang rugi rakyat dan pemerintah sendiri. Ini soal waktu. Kita harus bergerak sekarang. Tidak bisa lagi nanti-nanti, sumur minyak dan tambang rakyat tak bisa lagi disepelekan. Bukan sekadar sumber ekonomi, tapi juga ujian serius bagi negara; bisakah kita mengelola kekayaan sendiri dengan cerdas, adil, dan berkelanjutan?” pungkasnya memberikan pertanyaan kunci. [arn]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI