Kamis, 26 Juni 2025
Beranda / Pemerintahan / Ahmad Muzani: Jangan Bebani Presiden dengan Masalah Teknis Kementerian

Ahmad Muzani: Jangan Bebani Presiden dengan Masalah Teknis Kementerian

Kamis, 26 Juni 2025 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Ahmad Muzani. Foto: Instagram / ahmadmuzani2


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Ahmad Muzani, mengingatkan para menteri di Kabinet Merah Putih agar tidak menyerahkan semua persoalan kepada Presiden Prabowo Subianto. Ia menilai, sejumlah masalah yang muncul belakangan ini seharusnya bisa diselesaikan di tingkat kementerian tanpa harus melibatkan kepala negara secara langsung.

“Mestinya para pembantu Presiden menyampaikan kajian yang lebih komprehensif dan mendalam, sehingga tidak semua harus menjadi beban Presiden,” ujar Muzani saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/6/2025).

Salah satu isu yang disorot Muzani adalah sengketa batas wilayah antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, yang melibatkan empat pulau: Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. Sengketa ini mencuat setelah terbitnya Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138, yang menyatakan keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah Sumatera Utara.

Presiden Prabowo akhirnya turun tangan langsung menyelesaikan persoalan tersebut dengan memfasilitasi kesepakatan antara Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, dan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution. Muzani menilai, langkah tersebut sebetulnya tidak perlu dilakukan jika kementerian terkait mampu merespons dengan cepat dan tepat.

“Masalah seperti itu mestinya bisa ditangani di level kementerian. Bukan berarti tidak penting, tapi Presiden seharusnya difokuskan pada agenda yang lebih strategis dan berdampak besar bagi masa depan bangsa,” tegas Sekjen Partai Gerindra itu.

Dalam beberapa bulan terakhir, Presiden Prabowo memang dikenal sigap mengambil alih sejumlah persoalan krusial yang semestinya bisa diselesaikan oleh para menterinya. Selain sengketa empat pulau di Aceh dan Sumatera Utara, Prabowo juga merespons cepat keluhan warga Pulau Enggano, Bengkulu, yang mengalami keterisolasian selama lebih dari empat bulan. Atas kondisi tersebut, Presiden langsung mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) untuk mengatasi masalah akses dan logistik di wilayah itu.

Di sektor sumber daya alam, Prabowo pun tegas mengambil keputusan dengan mencabut izin usaha pertambangan (IUP) dari empat perusahaan yang beroperasi di kawasan sensitif ekologi, yakni Raja Ampat, Papua Barat Daya. Keputusan itu diambil setelah muncul desakan dari masyarakat dan aktivis lingkungan yang menyoroti dampak kerusakan alam.

Tak hanya itu, Presiden juga mengambil alih dua kebijakan yang sebelumnya menuai kontroversi. Pertama, pembatalan kebijakan larangan pengecer menjual elpiji 3 kilogram, yang sempat membuat kegaduhan di masyarakat. Kedua, pengembalian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ke angka 11 persen, setelah sebelumnya direncanakan naik menjadi 12 persen tepat pada malam Tahun Baru 2025.

Ahmad Muzani menilai, respons cepat Presiden Prabowo menunjukkan komitmennya dalam menjawab persoalan rakyat. Namun demikian, ia tetap menekankan pentingnya koordinasi dan peran aktif para menteri agar presiden tidak terus dibebani isu-isu teknis.

“Presiden harus diberi ruang untuk merancang kebijakan besar dan arah pembangunan nasional. Jika semua urusan teknis juga harus ditangani Presiden, maka hal-hal strategis bisa terganggu,” pungkas Muzani.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
dpra