kip lhok
Beranda / Pemerintahan / Dilema APBA: Ketika Daerah Terpenjara Regulasi

Dilema APBA: Ketika Daerah Terpenjara Regulasi

Minggu, 27 Oktober 2024 12:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Mukhrijal, Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Syiah Kuala. Foto: Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Aceh - Memasuki tahun anggaran 2025, dinamika politik dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) semakin kompleks dengan hadirnya berbagai regulasi baru dari pemerintah pusat. Fenomena ini menimbulkan tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah dalam menjalankan prinsip otonomi daerah.

Merespon hal tersebut Mukhrijal, Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Syiah Kuala, mengungkapkan bahwa terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi dinamika anggaran daerah.

"Pertama, masih terjadi kesenjangan informasi antara kepala daerah dan DPRA. Kedua, afiliasi politik kepala daerah dengan partai dominan di DPRA sangat mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Ketiga, intervensi pemerintah pusat dalam pengelolaan keuangan daerah yang semakin ketat justru mengurangi esensi otonomi daerah," jelasnya kepada Dialeksis, Minggu (27/10/2024).

Menurut pengamat kebijakan publik ini, regulasi baru seperti Permendagri dan peraturan Kemenkeu telah membatasi ruang gerak daerah dalam mengatur penggunaan dana transfer, baik Dana Bagi Hasil (DBH) maupun Dana Alokasi Umum (DAU).

"Ini menjadi dilema tersendiri bagi daerah yang memiliki karakteristik dan kebutuhan berbeda-beda," tambahnya.

Situasi ini diperumit dengan kondisi transisi pascapemilu, di mana anggota DPRA baru hanya dapat mengklaim Pokok Pikiran (Pokir) dari anggota sebelumnya.

"Pengawasan ketat dari pusat terhadap alokasi anggaran memang diperlukan, tetapi jangan sampai menghambat kreativitas daerah dalam mengoptimalkan potensinya," tegas Mukhrijal.

Lebih lanjut, akademisi yang telah belasan tahun menekuni isu pemerintahan ini menekankan pentingnya keseimbangan antara pengawasan dan keleluasaan.

"Untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, pejabat pemerintah perlu memiliki ruang kebijaksanaan yang lebih luas dalam pengelolaan anggaran, bukan sekadar mengikuti prosedur formal," pungkasnya.

Di tengah tantangan ini, Mukhrijal berharap ada evaluasi komprehensif terhadap regulasi yang ada, sehingga dapat menciptakan keseimbangan antara pengawasan pusat dan kemandirian daerah dalam pengelolaan anggaran.

Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda