Geger Usul Pulau Rohingya: Solusi atau Pelanggaran HAM?
Font: Ukuran: - +
Reporter : Arn

Koordinator KontraS Aceh, Azharul Husna. Foto: Doc Dialeksis.com
DIALEKSIS.COM | Aceh - Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi Aceh, Novianto Sulastono, mengusulkan pembuatan pulau khusus sebagai lokasi penampungan pengungsi Rohingya dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi XIII DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (24/2/2025).
Ide ini disebutnya sebagai alternatif solusi menanggapi persoalan penahanan pengungsi yang kerap memicu ketegangan di Aceh. Namun, usulan tersebut menuai respons kritis dari pegiat hak asasi manusia (HAM) yang menilai pemerintah belum optimal menjalankan regulasi yang sudah ada.
Novianto menjelaskan, pembentukan pulau khusus bertujuan memusatkan penanganan pengungsi Rohingya sekaligus mengurangi beban masyarakat lokal.
“Pulau ini bisa menjadi lokasi transit terpadu dengan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan keamanan yang memadai, sambil menunggu proses repatriasi atau relokasi oleh UNHCR,” ujarnya.
Menurutnya, opsi ini juga dapat mencegah konflik sosial yang kerap muncul akibat penempatan pengungsi di pemukiman warga.
Menanggapi wacana tersebut, Koordinator KontraS Aceh, Azharul Husna, mengingatkan bahwa Indonesia telah memiliki Peraturan Presiden (Perpres) No. 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Regulasi ini menggariskan mekanisme komprehensif, mulai dari penerimaan, penampungan sementara, hingga koordinasi antarlembaga.
“Persoalannya bukan pada kekosongan aturan, melainkan komitmen politik dan konsistensi pelaksanaannya,” tegas Azharul kepada Dialeksis, Senin (24/02/2025).
Perpres 125/2016 sendiri menekankan prinsip non-refoulement (pelarangan pengembalian pengungsi ke negara asal yang membahayakan nyawa) serta mengamanatkan pembentukan Satuan Tugas Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri (Satgas PPLN). Namun, implementasinya dinilai masih tersendat.
“Di Aceh, misalnya, penampungan pengungsi masih mengandalkan fasilitas darurat seperti bekas gedung imigrasi atau gudang. Ini jauh dari stnadra yang ditetapkan Perpres 125/2016,” kritik Azharul.
Husna juga turut menyoroti rencana pembangunan pulau khusus bagi pengungsi. “Saya kira hal-hal penting terkait penanganan pengungsi telah terang benderang dijabarkan Perpres 125/2016, Pemerintah mungkin perlu memastikan juga konsep ini tidak bertentangan dengan komitmen Indonesia sebagai negara yang menjunjung hak asasi manusia,” pungkasnya.
- Aceh Usulkan Pulau Khusus untuk Pengungsi Rohingya
- KontraS Aceh Kritik Keterlibatan TNI di Sektor Pangan: Mengulang Pola Militeristik Orde Baru
- KontraS Aceh Bantah Terbitkan Rilis soal Ancaman Pembunuhan Relawan Pilkada
- Langkah Pusat Terhadap KKR Aceh Dinilai Cederai Perdamaian, KontraS: Jangan Abaikan Hak Korban
Berita Populer

.jpg)