Kabel Semrawut Masih Marak di Aceh, UTU Jadi Contoh Solusi Terintegrasi
Font: Ukuran: - +
Reporter : Arn
Rektor UTU, Prof. Dr. Drs. Ishak Hasan, M.Si. Foto: for Dialeksis.com
DIALEKSIS.COM | Aceh Barat - Pemandangan kabel listrik dan komunikasi yang semrawut sudah menjadi masalah umum di banyak wilayah di Indonesia, termasuk di Aceh. Kondisi ini menimbulkan sejumlah dampak negatif, mulai dari membahayakan keselamatan pengguna jalan hingga merusak estetika lingkungan. Di beberapa tempat, jaringan kabel yang tidak tertata juga mengganggu aliran listrik, merusak infrastruktur, dan menghambat akses jalan.
Fakta tersebut terlihat jelas di kawasan Banda Aceh hingga Aceh Besar. Namun, Universitas Teuku Umar (UTU) di Aceh Barat memberikan contoh yang berbeda. Di kampus tersebut, kabel listrik dan komunikasi tidak lagi menggunakan tiang, melainkan dipasang secara terintegrasi di bawah tanah.
Rektor UTU, Prof. Dr. Drs. Ishak Hasan, M.Si, saat dihubungi Dialeksis (19/01/2025) menyampaikan pandangannya terkait maraknya kabel semrawut yang masih ditemukan di banyak tempat.
Menurutnya, kondisi ini mencerminkan kurangnya tanggung jawab terhadap nilai-nilai keindahan dan kerapian yang seharusnya dijaga.
"Pemasangan kabel yang semrawut tidak hanya merusak estetika kota dan lingkungan pemukiman, tetapi juga mengganggu kesehatan jiwa masyarakat. Pandangan terhadap kabel-kabel yang berantakan dapat menyebabkan stres, apalagi ditambah dengan tekanan ekonomi, buruknya sanitasi, dan kondisi transportasi yang kacau," ujarnya.
Prof. Ishak menegaskan, perusahaan seperti PLN dan Telkom perlu belajar dari apa yang telah diterapkan di UTU. Kampus tersebut telah merancang jaringan infrastruktur yang terintegrasi tanpa tiang.
"Di kawasan gedung baru UTU, semua jaringan baik dari PT Telkom maupun PT PLN sudah terintegrasi bawah tanah. Tidak ada lagi tiang-tiang yang merusak pandangan. Ini menjadi solusi agar lingkungan kampus tetap indah dan rapi," tambahnya.
Namun, ia mengakui bahwa kawasan gedung lama masih belum terintegrasi sepenuhnya.
Rektor terkenal hambel dan bersahaja ini mengungkapkan cara untuk mengatasi masalah kabel semrawut yang meluas, beberapa langkah solutif dapat dilakukan.
“Pemerintah daerah perlu mengeluarkan regulasi yang ketat dengan mewajibkan pemasangan kabel di bawah tanah, terutama di kawasan kota, perumahan, dan jalan utama. Aturan ini harus disertai dengan pengawasan dan sanksi tegas bagi pelanggar,” ungkapnya.
Selain itu kata Prof Ishak, Pemerintah dan perusahaan terkait, seperti PLN dan Telkom, harus menyediakan dana khusus untuk migrasi kabel ke bawah tanah. Insentif juga dapat diberikan kepada wilayah yang berhasil menerapkan solusi ini.
“Hal lainnya tak kalah penting Pemerintah, perusahaan penyedia layanan, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk mewujudkan jaringan yang lebih rapi dan terintegrasi. Hal ini mencakup pembagian biaya, pelibatan komunitas, dan kampanye kesadaran tentang pentingnya estetika lingkungan,” jelasnya.
Jika memerlukan informasi dan belajar keberhasilan dari UTU, Prof Ishak siap memfasilitasi pemerintah Aceh studi banding dalam mengaplikasikan dan menerapkan sistem jalur listrik dan komunikasi dibawah tanah.
“Penerapan kabel bawah tanah tidak hanya meningkatkan estetika kota, tetapi juga memberikan keamanan yang lebih baik bagi masyarakat. Dengan langkah yang tepat, harapannya, Aceh dan wilayah lainnya dapat meninggalkan masalah kabel semrawut, sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan,” pungkasnya.