Langkah Masa Depan, Perpres Publisher Rights Menuju Jurnalisme Berkualitas
Font: Ukuran: - +
Wamenkominfo Nezar Patria. Foto: Fahmi/PR INDONESIA
DIALEKSIS.COM | Nasional - Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria menegaskan bahwa keluarnya Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas, atau yang lebih dikenal sebagai Publisher Rights, tidak dimaksudkan untuk mengurung kebebasan pers di Indonesia.
Menurutnya, kebijakan Publisher Rights yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi akan membawa dampak positif bagi perkembangan jurnalisme berkualitas di tengah gelombang digital. Lebih dari sekadar menjanjikan masa depan cerah bagi media, regulasi tersebut juga menegaskan komitmen pemerintah terhadap kebebasan pers.
"Peraturan ini tidaklah ditujukan untuk membatasi kebebasan pers atau mengatur konten tertentu," ungkap Nezar Patria dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema 'Perpres Publisher Rights, untuk Siapa?' di Jakarta, Jumat (1/3/2024).
"Sebaliknya, Perpres ini secara spesifik mengatur kerja sama bisnis antara penerbit dan platform digital, tanpa satu pun pasal yang dimaksudkan untuk menyekat kebebasan pers," tambahnya, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.
Nezar, yang dikenal sebagai aktivis reformasi tahun 1998 dan pernah mengalami penculikan karena kritis terhadap rezim Orde Baru yang otoriter, menyoroti bahwa disrupsi digital telah menciptakan kesenjangan yang besar antara platform digital dan media konvensional.
Dia mencatat bahwa media konvensional, yang dahulu menjadi tonggak utama jurnalisme berkualitas, kini terancam oleh badai disrupsi. Bahkan, dalam hal jangkauan audiens dan pendapatan, media konvensional kalah jauh dari platform digital.
Oleh karena itu, Nezar berpendapat bahwa tantangan 'filter bubble' yang dihasilkan oleh algoritma platform digital menjadi isu yang sangat krusial. Dia menggarisbawahi bahwa personalisasi konten berdasarkan profil data pengguna dapat menjadi senjata bermata dua: mempermudah distribusi iklan namun juga berpotensi mengubah dinamika informasi ke arah yang tidak terduga.
Dengan keberlakuan Perpres Publisher Rights, Nezar berharap masyarakat dapat terlindungi dari konten informasi yang tidak berkualitas, yang semakin meluas di berbagai platform media sosial.
"Namun, Perpres ini bukanlah solusi ajaib. Kualitas jurnalisme pada akhirnya tetap bergantung pada keterampilan dan etika jurnalis itu sendiri," kata putra Aceh yang telah lama berkecimpung dalam dunia jurnalistik nasional.
Bagi Nezar, kemampuan dan keterampilan tetap menjadi fondasi utama bagi seorang jurnalis untuk menghasilkan karya yang informatif, menarik, dan mudah dipahami. Kemampuan dalam riset, penulisan, dan penyuntingan yang baik juga menjadi kunci dalam menghasilkan konten berkualitas bagi masyarakat.
Namun, menurut Nezar, keterampilan tersebut bukanlah segalanya. Seorang jurnalis juga harus menjunjung tinggi etika sebagai pedoman moral dalam menjalankan tugasnya. Integritas, objektivitas, dan komitmen pada kebenaran adalah nilai-nilai yang tidak boleh dikompromikan.
Nezar juga menekankan bahwa harapan akan jurnalisme berkualitas tidak akan bisa terwujud tanpa adanya industri media yang sehat. Seperti tanah yang menjadi dasar, industri media yang sehat memberikan ruang bagi jurnalisme berkualitas untuk berkembang dan menjangkau lebih banyak orang.
Oleh karena itu, Nezar berharap bahwa kehadiran Perpres Publisher Rights dapat menjadi langkah penting dalam mewujudkan industri media yang sehat, dengan mendorong platform digital untuk mengutamakan jurnalisme berkualitas dan berita yang sesuai dengan Undang-Undang Pers.