Senin, 30 Juni 2025
Beranda / Pemerintahan / Menteri Abdul Mu’ti: Pendidikan Berkualitas Harus Merata, Aceh Punya Modal Budaya dan Religius

Menteri Abdul Mu’ti: Pendidikan Berkualitas Harus Merata, Aceh Punya Modal Budaya dan Religius

Minggu, 29 Juni 2025 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Prof. Abdul Mu’ti hadiri Seminar Pendidikan Aceh, Sabtu malam, 28 Juni 2025, di Aula Dinas Pendidikan Aceh. Foto: Ist


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed., menyampaikan sejumlah gagasan kritis dan reflektif terkait tantangan pendidikan nasional, khususnya di Aceh. Hal tersebut disampaikannya saat menjadi pembicara utama dalam Seminar Peningkatan Kualitas Pendidikan Aceh yang digelar pada Sabtu malam, 28 Juni 2025, di Aula Dinas Pendidikan Aceh.

Dalam paparannya, Mu’ti menegaskan bahwa pendidikan adalah hak mendasar setiap warga negara, sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Ia menyoroti urgensi pemerataan akses pendidikan berkualitas tanpa memandang latar belakang ekonomi, geografis, maupun sosial.

“Tidak boleh ada satu pun anak Indonesia yang tidak mendapat pendidikan hanya karena ia miskin atau tinggal di pelosok. Keadilan dalam akses dan mutu pendidikan adalah dua fondasi utama yang harus diwujudkan,” ujar Mu’ti di hadapan para kepala dinas pendidikan, pimpinan organisasi pendidikan, serta pejabat balai pendidikan dari seluruh Aceh.

Mu’ti secara khusus menyoroti kesenjangan mutu pendidikan antara wilayah Jawa dan luar Jawa, termasuk Aceh. Ia mendorong transformasi proses pembelajaran yang lebih bermakna, dengan mengedepankan pendekatan deep learning.

“Anak-anak kita hari ini hidup di era dengan tingkat distraksi yang tinggi. Mereka membutuhkan metode belajar yang melibatkan emosi, kebiasaan, dan relasi sosial, bukan sekadar mengejar angka-angka nilai,” jelasnya.

Untuk mendukung pembentukan karakter pelajar, Mu’ti memperkenalkan konsep “tujuh kebiasaan baik” yang dapat ditanamkan sejak dini, yakni: tidur tepat waktu, bangun pagi, beribadah secara rutin, berolahraga, makan sehat, rajin belajar, serta aktif bersosialisasi.

“Budaya malas gerak dan kecanduan gawai harus dilawan dengan pola hidup sehat dan aktif. Pendidikan karakter tidak cukup diajarkan, tapi harus ditanamkan dalam kebiasaan harian,” tegasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Mu’ti juga menyoroti peran guru bimbingan konseling (BK) yang selama ini seringkali disalahartikan. Menurutnya, guru BK bukan sekadar ‘penghukum’, tetapi harus menjadi sosok pembimbing yang menginspirasi dan mampu mendekatkan diri dengan siswa.

“Guru BK seharusnya menjadi agen perubahan perilaku dan karakter, bukan hanya datang saat siswa bermasalah,” ujarnya.

Ia juga menggarisbawahi pentingnya penguatan kurikulum, pelatihan berkelanjutan bagi guru, integrasi teknologi pembelajaran interaktif, serta program revitalisasi sekolah. Semua itu, kata Mu’ti, merupakan bagian dari strategi nasional yang akan segera diluncurkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dari hulu ke hilir.

“Saya percaya, Aceh memiliki peluang besar untuk menjadi pelopor pendidikan berbasis karakter di Indonesia. Budaya lokal dan nilai-nilai religius yang kuat merupakan modal utama yang tidak dimiliki semua daerah,” tuturnya. “Sekarang tinggal bagaimana kita menyusun langkah nyata dan membangun komitmen bersama.”

Seminar berlangsung interaktif dan penuh antusiasme. Sesi tanya jawab dibuka secara langsung, memberi ruang bagi peserta menyampaikan pertanyaan, kritik, dan harapan mereka terhadap dunia pendidikan Aceh. Sesi ini difasilitasi oleh Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Marthunis, S.T., D.E.A.

Berbagai persoalan pendidikan di daerah terluar, kualitas tenaga pendidik, keterbatasan sarana prasarana, hingga tantangan kurikulum diangkat dalam diskusi. Mu’ti merespons dengan terbuka dan memberikan catatan strategis yang dapat ditindaklanjuti.

Acara ini turut dihadiri oleh Plt. Sekretaris Daerah Aceh, M. Nasir, S.IP., MPA., serta sejumlah pejabat eselon III dan IV. Hadir pula para kepala lembaga pendidikan seperti Kepala Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP), Balai Guru Penggerak dan Tenaga Kependidikan (BGTK), Balai Bahasa Aceh, dan kepala dinas pendidikan kabupaten/kota se-Aceh.

Tak hanya itu, perwakilan legislatif dan organisasi profesi juga ikut ambil bagian, di antaranya Ketua Komisi VI DPRA, Ketua PGRI Aceh, Ikatan Guru Indonesia (IGI), Koalisi Barisan Guru Bersatu (KOBAR-GB), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), dan Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (MKPS) dari seluruh Aceh.

Seminar ini menjadi momentum penting bagi Aceh untuk merefleksikan arah kebijakan pendidikannya ke depan. Dengan semangat kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan komunitas pendidikan, diharapkan pendidikan Aceh mampu bergerak lebih maju, inklusif, dan berbasis karakter.[]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI