Beranda / Pemerintahan / Nyak Dhien Jubir RGM: Hapuskan QR Code Pertamina, Hormati Kekhususan Aceh

Nyak Dhien Jubir RGM: Hapuskan QR Code Pertamina, Hormati Kekhususan Aceh

Senin, 17 Februari 2025 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Nasruddin alias Nyak Dhien Gajah, Juru Bicara Relawan Garda Muda Mualem. Foto: Doc Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Aceh - Nasruddin alias Nyak Dhien Gajah, Juru Bicara Relawan Garda Muda Mualem, menegaskan bahwa kebijakan QR Code untuk pembelian BBM subsidi di Aceh bertentangan dengan prinsip otonomi khusus yang dijamin UU No. 11 Tahun 2006 dan PP No. 03 Tahun 2025. Dalam konferensi pers hari ini, ia menyoroti empat poin kritis terkait polemik ini, sembari mendukung langkah Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) menghapus sistem tersebut.

Nyak Dhien menekankan bahwa Aceh memiliki kekhususan dalam tata kelola pemerintahan. "Pasal 270 PP No. 03/2015 tentang Kewenangan Pemerintah yang Bersifat Nasional di Aceh tegas menyatakan bahwa kebijakan untuk Aceh tidak bisa diterapkan tanpa koordinasi dan kesepakatan Pemerintah Aceh. Penerapan QR Code oleh Pertamina ini sepihak dan tidak menghormati hak otonomi kami," tegasnya.

Ia menambahkan, kebijakan ini justru menimbulkan ketidakadilan karena Aceh sebagai produsen migas malah kesulitan mengakses BBM bersubsidi, bahkan PP lain juga menyebutkan Pengelolaan Bersama SDA Migas di Aceh, PP 23 tahun 2015, pasal 160.

Menurut Nyak Dhien, sistem QR Code masih menyisakan celah manipulasi. "Banyak kendaraan dinas pemerintah, mobil mewah di atas 2500 cc, atau kendaraan yang seharusnya menggunakan BBM non-subsidi, malah mengisi Pertalite dengan modus menggunakan plat palsu. Ini bukti sistem ini gagal mencegah penyelewengan," paparnya.

Padahal, Pertamina mengklaim program ini sudah mendata 150.413 kendaraan Pertalite dan 71.775 Biosolar di Aceh.

Nyak Dhien mendorong Pertamina untuk mengevaluasi kebijakan subsidi. "Pemerintah harus belajar dari negara lain yang berhasil mengatur subsidi tanpa menyulitkan rakyat kecil. Jangan sampai aturan dibuat hanya untuk mengontrol, tapi tidak mempertimbangkan kondisi sosial di Aceh," ujarnya.

Ia juga mengapresiasi langkah Gubernur Mualem yang secara terbuka mengkritik kebijakan ini, sebagai bentuk respons terhadap aspirasi masyarakat.

Meski menolak QR Code, Nyak Dhien mengakui sistem ini bisa efektif jika didukung infrastruktur memadai. "Petugas SPBU perlu dilatih, jaringan internet harus stabil, dan transparansi data harus dijamin. Saat ini, semua itu belum terpenuhi," jelasnya.

Ia juga meminta Pertamina terbuka terhadap masukan, terutama dari pemerintah daerah yang memahami dinamika lokal.

PT Pertamina melalui Area Manager Sumbagut, Susanto August Satria, menyatakan akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan Aceh.

"Kami menghormati pernyataan Gubernur, tetapi QR Code adalah program nasional untuk memastikan subsidi tepat sasaran," kata Susanto.

Namun, Nyak Dhien menegaskan, "Pertamina tidak boleh abai terhadap UU Otonomi Khusus. Aceh bukan laboratorium uji coba kebijakan!"

Kebijakan penghapusan QR Code ini mendapat dukungan luas dari organisasi seperti Serikat Aksi Peduli Aceh (SAPA) dan anggota DPRA. Mereka menilai langkah Mualem sebagai upaya konkret meringankan beban masyarakat. Saat ini, Pemerintah Aceh sedang membahas revisi Perpres No. 191/2014 dan Permen ESDM No. 20/2021 terkait distribusi BBM, termasuk mempertimbangkan peningkatan kuota subsidi dan alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) migas.

Polemik QR Code di Aceh menurut Nyak Dien bukan sekadar persoalan teknis, tetapi juga ujian bagi implementasi otonomi khusus. Di satu sisi, pemerintah pusat ingin memastikan subsidi tidak bocor; di sisi lain, Aceh menuntut penghormatan terhadap hak-hak istimewanya.

“Kolaborasi antara Jakarta dan Banda Aceh menjadi kunci untuk menemukan solusi yang adil dan berkelanjutan terkait keinginan penghapusan barcode BBM,” pungkasnya.


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI