Rabu, 10 September 2025
Beranda / Pemerintahan / Program Dapur BGN Disorot: Dari Terobosan Gizi Jadi Mesin Bisnis Yayasan

Program Dapur BGN Disorot: Dari Terobosan Gizi Jadi Mesin Bisnis Yayasan

Rabu, 10 September 2025 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi permainan program  Dapur BGN dengan Mesin Bisnis Yayasan. Foto: AI Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Program Dapur Badan Gizi Nasional (BGN), yang digadang-gadang Presiden Prabowo Subianto sebagai terobosan memperkuat ketahanan gizi rakyat, kini menuai sorotan tajam. Investigasi Transparansi Tender Indonesia (TTI) menemukan bahwa alih-alih memperkuat layanan publik, program ini justru membuka ruang bagi konglomerasi Yayasan yang beroperasi bak perusahaan.

Ketua TTI, Nasruddin Bahar, menyebut ada kesalahan mendasar dalam regulasi dan implementasi. “Mengapa uang negara melalui APBN justru lebih banyak mengalir ke konglomerasi investor lewat Yayasan-Yayasan Dapur Mandiri? Kontrak lima tahun itu nilainya jauh lebih besar dibandingkan pembangunan fisik yang mestinya dikerjakan pemerintah daerah dengan lahan pinjam pakai,” kata Nasruddin, Senin, 9 September.

Secara hukum, Yayasan bersifat nirlaba sesuai UU No. 16 Tahun 2001 jo. UU No. 28 Tahun 2004. Namun, proyek Dapur BGN justru dijalankan 90 persen dengan pola bisnis. Modelnya sederhana: modal awal pembangunan diganti dengan kontrak pembayaran per porsi yang dikalikan jumlah penerima manfaat.

Dengan skema itu, dana APBN yang semestinya untuk membangun dapur fisik dialihkan menjadi kontrak jangka panjang. Padahal, pemerintah daerah sudah menyediakan lahan pinjam pakai. “Yang berjalan justru kontrak Yayasan penuh nuansa bisnis, bukan pembangunan dapur BGN lewat tender terbuka,” ujar Nasruddin.

TTI juga menemukan adanya celah gratifikasi. Biaya sewa sebesar Rp2.000 per porsi dilebur ke dalam total biaya Rp15.000. “Pola ini menguntungkan pengurus Yayasan dan pemodal. Uang rakyat yang semestinya untuk gizi justru mengalir sebagai kompensasi bisnis,” tegas Nasruddin.

Lebih jauh, banyak pemodal menanamkan saham di Yayasan sebagai bentuk investasi. Padahal, regulasi melarang pembagian keuntungan di Yayasan. Praktik ini, menurut TTI, menandai penyimpangan serius.

Nasruddin menilai penyimpangan itu bukan sekadar masalah administratif, melainkan berpotensi mengarah pada korupsi berjamaah. “APBN yang seharusnya untuk pembangunan fisik melalui tender terbuka malah dialihkan ke kontrak Yayasan. Ini membuka ruang mark-up biaya, persekongkolan, dan tentu saja melanggar prinsip transparansi,” katanya.

Ia menambahkan, kegagalan menyerap anggaran pembangunan fisik menunjukkan lemahnya kontrol pemerintah pusat. “Di sinilah kesalahan regulasi program kerja Presiden Prabowo. Landasan hukum tidak membatasi peran Yayasan, sehingga investor mudah masuk memanfaatkan celah,” ucapnya.

Menurut TTI, masyarakat penerima manfaat hanya dijadikan “tameng legitimasi”. “Mereka ditampilkan seolah mendapat keuntungan, padahal uang besar justru mengalir ke konglomerasi Yayasan. Program ketahanan gizi rakyat berubah menjadi ladang bisnis,” kata Nasruddin.

TTI menilai akar persoalan ada pada desain regulasi yang lemah. Pemerintah memberi ruang terlalu besar bagi Yayasan tanpa memperkuat mekanisme tender terbuka. Akibatnya, Yayasan yang seharusnya bersifat sosial bertransformasi menjadi instrumen investasi.

“Program kerja Presiden Prabowo gagal mengantisipasi penyalahgunaan. Kami mendesak audit menyeluruh terhadap kemitraan Yayasan dalam Dapur BGN, dan mengembalikan jalur pembangunan ke mekanisme APBN berbasis tender yang transparan,” ujar Nasruddin.

TTI menyarankan agar BGN bermitra dengan Koperasi Merah Putih yang sudah tersebar di seluruh Indonesia. Dengan begitu, negara tak perlu menggelontorkan triliunan rupiah untuk membangun dapur baru. “Dana Rp15 ribu per porsi bisa langsung masuk ke kas koperasi desa tanpa ada potongan Yayasan. Koperasi ambil untung Rp2 ribu pun sudah besar,” kata Nasruddin.

Program yang semula dijanjikan sebagai ikon kerja Prabowo untuk memperkuat gizi rakyat, kini menghadapi ujian serius. Jika regulasi tak segera diperbaiki, Dapur BGN berpotensi berakhir sebagai mesin bisnis investor, dengan rakyat sekadar menjadi legitimasi sosial.


Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    perkim, bpka, Sekwan
    riset-JSI
    pelantikan padam
    sekwan - polda
    bpka - maulid
    bpka