DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan kembali komitmennya dalam mempercepat integrasi usaha peternakan sapi dengan perkebunan kelapa sawit. Langkah ini diyakini mampu mendongkrak produksi daging dan susu nasional sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
“Integrasi sapi-sawit adalah win-win solution,” ujar Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Agung Suganda. “Limbah sawit bisa jadi pakan, biaya peternakan bisa ditekan, dan masyarakat bisa menambah penghasilan dari beternak."
Program ini sejalan dengan Program Peningkatan Produksi Susu dan Daging Nasional (P2SDN) serta Peta Jalan Penambahan Populasi Ternak, yang menargetkan lonjakan populasi sapi dan kerbau dalam lima tahun ke depan.
Sementara itu Ketua Umum GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), Eddy Martono, mengungkapkan bahwa integrasi ini bukan sekadar konsep, melainkan sudah berjalan di sejumlah wilayah.
“Di Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur, model Sistem Integrasi Sapi-Kelapa Sawit (SISKA) sudah terbukti layak secara teknis dan ekonomi,” kata Eddy. “Yang lebih penting, masyarakat sekitar kebun merasakan langsung manfaat sosialnya.”
Menurut Eddy, SISKA memberi solusi atas tantangan pemenuhan kewajiban plasma 20 persen, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 18 Tahun 2021.
Menariknya, kebun masyarakat tak melulu harus berupa tanaman sawit, tetapi bisa berbentuk peternakan sapi yang terintegrasi. “Kalau sudah terbukti memberi dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan, kenapa tidak?” lanjutnya.
Plt. Dirjen Perkebunan, Abdul Roni, juga menyebut model ini sebagai strategi cerdas untuk menghindari konflik lahan dan meningkatkan keharmonisan antara perusahaan dan masyarakat.
“Dengan SISKA, perusahaan bisa penuhi kewajiban plasma secara legal, sekaligus memperkuat relasi sosial di wilayah operasional mereka,” ujarnya.
Lebih dari itu, integrasi sapi-sawit turut mendukung komitmen Indonesia terhadap praktik perkebunan berkelanjutan. Kotoran sapi dapat diolah menjadi pupuk organik atau biogas, mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia.
Kajian dari Gabungan Pelaku dan Pemerhati Sistem Integrasi Sapi-Kelapa Sawit (GAPENSISKA) di Kalimantan Selatan menunjukkan bahwa model ini layak secara ekonomi dan sah secara hukum.
Dengan dukungan regulasi, investasi, dan model kemitraan yang saling menguntungkan, Kementan berharap integrasi sapi-sawit tak hanya menopang ketahanan pangan, tapi juga menjadi motor penggerak ekonomi pedesaan. [red]