DIALEKSIS.COM | Jakarta - Setelah momen Lebaran, harga ayam hidup (livebird) mengalami penurunan drastis hingga berada di bawah Harga Pokok Produksi (HPP). Menyikapi kondisi ini, Kementerian Pertanian (Kementan) segera mengambil serangkaian langkah nyata guna melindungi peternak ayam rakyat dan memastikan kelangsungan usaha di sektor perunggasan.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Agung Suganda, menegaskan bahwa pemerintah tidak tinggal diam. “Kami ingin seluruh kebijakan yang diambil benar-benar dirasakan manfaatnya oleh peternak,” ujarnya dalam keterangan pers, Rabu (16/4/2025).
Sejumlah strategi konkret dirumuskan. Salah satunya pengendalian produksi Day Old Chicken Final Stock (DOC FS) oleh perusahaan pembibit melalui pengaturan penetasan dan afkir dini indukan (Parent Stock/PS) secara mandiri.
Langkah lain, penyediaan pakan dengan harga khusus bagi peternak mandiri dan UMKM. Program ini akan dikawal oleh Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) dan dilaporkan secara berkala kepada Ditjen PKH.
Pemerintah juga mendorong adanya kesepakatan harga minimum ayam hidup ukuran di atas 2,4 kg sebesar Rp14.000 per kg di wilayah Pulau Jawa. “Pelaksanaannya akan dilaporkan setiap hari kepada Bapanas dan juga pihak kami,” kata Agung.
Di sisi hilir, perusahaan terintegrasi diminta meningkatkan serapan ayam hidup di Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU). Sementara itu, Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia (ARPHUIN) akan menjamin penyerapan ayam dari peternak rakyat serta memastikan ketersediaan cold storage.
Badan Pangan Nasional (Bapanas) juga tengah menghitung ulang Harga Acuan Pembelian (HAP) dan menyiapkan program penyerapan karkas ayam untuk Cadangan Pangan Pemerintah (CPP). Evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan kebijakan ini akan dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
“Langkah-langkah ini bukan sekadar untuk menstabilkan harga, tapi juga bagian dari upaya penataan ulang industri perunggasan nasional agar lebih adil, sehat, dan berkelanjutan,” tegas Agung.
Sementara itu, Ketua Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), Achmad Dawami, menambahkan bahwa stabilitas harga hanya dapat tercapai dengan keseimbangan suplai dan permintaan.
“Kami mendorong pengaturan lebih ketat terhadap Grand Parent Stock (GPS) serta penyesuaian produksi telur tetas sesuai kebutuhan pasar,” harapnya. [in]