DIALEKSIS.COM | Jakarta - Dr. Firman Lukman, S.Sos., M.A Direktur Indonesia Democracy Research Center (IDRC) sekaligus dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, mendesak evaluasi menyeluruh terhadap staf khusus di Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenekraf).
Desakan itu mengemuka usai dua survei publik IndoStrategi dan Indonesia Political Opinion (IPO) menunjukkan posisi Kemenekraf kurang menonjol dalam persepsi publik pada tahun pertama kabinet Prabowo - Gibran.
Temuan IndoStrategi yang dipublikasikan media menempatkan sepuluh kementerian berkinerja relatif terbaik pada kisaran skor kategori “sedang”, sementara Kemenekraf tak muncul dalam daftar itu sinyal bahwa citra dan output kementerian belum membentuk persepsi publik yang kuat. Survei IPO, yang dilaksanakan 9 - 17 Oktober 2025 dengan sampel sekitar 1.200 responden, menegaskan hal serupa: menteri-menteri sektor ekonomi dan pendidikan berada di urutan atas apresiasi publik, sedangkan nama-nama dari sektor kreatif tidak menonjol.
Menurut Dr. Firman, persoalan ini lebih dari sekadar angka peringkat. “Survei adalah indikator awal; namun konsekuensi nyata muncul pada tata kelola kelembagaan. Staf khusus yang tidak memiliki peran dan indikator kinerja jelas justru berisiko melemahkan koordinasi internal dan efektivitas kebijakan,” katanya kepada Dialeksis saat dihubungi, Selasa (28/10/2025).
Terpenting menurut Dr Firman keberadaan staf khusus di Kemenekraf harus memberikan dampak signifikan untuk mendatangkan income bagi institusi tempat kerja, bukan menjadi penghambat mewujudkan visi misi program "Asta Cita". Artinya keberadaan Kemenekraf menjadi ujung tombak dan pondasi memajukan dunia ekonomi kreatif dengan mendatangkan pendapatan bagi pemerintah.
"Jadi staf khusus itu harus komunikatif, terpenting bekerja memastikan visi misi asta cita presiden Prabowo nyata di wujudkan melalui fungsi dan peran Kemenekraf. Hal hal jangan terlalu merasa eksklusif dan tidak menyatu dengan semua pihak dan stakeholder lintas kementerian, dan seluruh lapisan masyarakat," pesannya.
Desakan Firman ditujukan secara langsung kepada Presiden Prabowo Subianto, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, serta Menteri Ekonomi Kreatif. Ia menilai peran ketiga pemangku kebijakan itu krusial untuk memperbaiki sinergi antarlembaga dan menegakkan tata kelola yang memungkinkan Kemenekraf menjalankan fungsinya sebagai pengungkit ekonomi kreatif.
Firman merinci masalah struktural yang menurutnya harus segera diatasi yakni ruang tugas staf khusus yang ambigu, lemahnya mekanisme pengukuran kinerja, dan komunikasi publik yang tidak konsisten sehingga program prioritas sulit “terlihat” oleh publik dan pelaku industri.
“Evaluasi staf khusus bukanlah semata soal personel. Ini soal memastikan bahwa prioritas kementerian terdefinisi, indikator terukur, dan akuntabilitas berjalan,” ujarnya.
Ia mengusulkan langkah konkret yaitu audit kinerja oleh inspektorat atau auditor independen; penataan ulang tugas agar terintegrasi dengan roadmap kementerian; penyusunan indikator kinerja berbasis dampak ekonomi dan sosial; serta pembenahan tim komunikasi publik untuk menjembatani kebijakan dengan publik dan pelaku kreatif di daerah.
Selain dampak teknis, Firman memperingatkan implikasi politik. Menurutnya, rendahnya apresiasi publik terhadap Kemenekraf membuka ruang kritik media dan lawan politik yang pada gilirannya dapat mengikis legitimasi kelembagaan.
“Publik menghargai hasil yang terlihat. Jika Kemenekraf belum mampu menampakkan dampak yang mudah dirasakan, legitimasi kelembagaan akan tergerus dan itu berisiko dalam jangka menengah,” katanya.
Firman menekankan pentingnya peran Menko Infrastruktur dalam mengawal aspek pembangunan yang bersinggungan dengan pengembangan klaster industri kreatif, termasuk ketersediaan infrastruktur dan regulasi yang konsisten.
Sumber pengamat dan beberapa bagian media menilai temuan survei wajar dijadikan bahan koreksi, bukan serangan destruktif. Firman sepakat,“Ini kesempatan memperbaiki, bukan mempolitikkan. Evaluasi yang transparan dan berbasis bukti akan memperkuat institusi, bukan melemahkannya," ujarnya.
Hingga laporan ini ditulis, belum ada respons resmi dari Kemenekraf, Menko Infrastruktur, atau Istana terkait desakan evaluasi staf khusus. Namun bagi Firman, diam bukan pilihan strategis,“Jika ingin memulihkan kepercayaan publik, perubahan harus segera terlihat dalam kebijakan, tata kelola, dan output yang menyentuh pelaku kreatif di lapangan.” [red]