DIALEKSIS.COM | Jakarta - Komisi Yudisial (KY) menegaskan komitmennya menjaga integritas peradilan dengan mengusulkan sanksi kepada 25 orang hakim yang terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) sepanjang Januari hingga April 2025. Dari jumlah tersebut, satu hakim diusulkan diberhentikan tidak dengan hormat.
“KY memutuskan sanksi terhadap 15 hakim berupa sanksi ringan, enam sanksi sedang, dan empat sanksi berat. Ini merupakan hasil dari pemeriksaan intensif terhadap laporan masyarakat yang masuk,” ungkap Anggota KY, Joko Sasmito, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (20/5/2025).
Joko menjelaskan, pelanggaran yang dilakukan para hakim sangat beragam. Sebanyak 14 hakim terbukti tidak profesional, 3 hakim berkomunikasi atau menerima uang dari pihak berperkara, dan 3 hakim menunjukkan keberpihakan dalam menangani perkara.
KY juga mencatat pelanggaran lain yang tidak kalah serius: satu hakim memanipulasi putusan, satu terlibat konflik kepentingan, satu menikah siri tanpa izin istri sah, satu bersikap indisipliner, dan satu lainnya menyampaikan pendapat pribadi di media massa secara terbuka.
“Jenis pelanggaran ini menunjukkan bahwa integritas dan netralitas hakim masih menjadi tantangan serius dalam sistem peradilan kita,” tegas Joko.
Selain itu, terdapat delapan hakim lain yang sebenarnya juga terbukti melanggar KEPPH. Namun karena telah lebih dulu dijatuhi sanksi oleh Mahkamah Agung, KY tidak lagi memberikan usulan sanksi tambahan.
Seluruh keputusan sanksi diambil melalui sidang pleno KY, forum tertinggi untuk menentukan apakah laporan dugaan pelanggaran etik terbukti atau tidak. Dari Januari hingga April 2025, KY memutuskan bahwa 20 laporan terbukti melanggar KEPPH, sedangkan 65 laporan dinyatakan tidak terbukti.
“Proses ini adalah bentuk akuntabilitas terhadap sistem peradilan. Kami ingin masyarakat tahu bahwa hakim yang menyimpang tetap bisa diawasi dan dikenai sanksi secara transparan,” ujar Joko.
Meningkatnya jumlah sanksi etik menunjukkan dua sisi mata uang. Di satu sisi, sistem pengawasan internal mulai menunjukkan efektivitas; namun di sisi lain, ini juga jadi alarm bahwa perilaku menyimpang di tubuh peradilan masih perlu dibenahi serius.
Dengan publikasi yang transparan dan penindakan yang tegas, KY berharap dapat menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan sebagai benteng terakhir keadilan.[*]