kip lhok
Beranda / Pemerintahan / Terima Penghargaan Menteri ATR/BPN, Pj Bupati Iswanto Audiensi dengan Kakantah Aceh Besar

Terima Penghargaan Menteri ATR/BPN, Pj Bupati Iswanto Audiensi dengan Kakantah Aceh Besar

Jum`at, 11 Oktober 2024 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Pj Bupati Aceh Besar Muhammad Iswanto S.STP, MM foto bersama dengan Kanwil Kantah Aceh M. Shafik Ananta Inuman, S.T., MUM dan Kakantah Aceh Besar Dr. Ramlan, SH, MH di Dekranasda Aceh Besar, Kamis (10/10/2024). [Foto: Media Center AB]


DIALEKSIS.COM | Jantho - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Besar kembali menerima penghargaan nasional atas dukungannya dalam pendaftaran tanah ulayat di Kabupaten Aceh Besar, langkah itu diapresiasi oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui pemberian penghargaan.

Oleh karena itu, atas keberhasilan tersebut Penjabat (Pj) Bupati Aceh Besar Muhammad Iswanto S.STP, MM yang didampingi Asisten I Sekdakab Aceh Besar Farhan AP dan Asisten II Sekdakab Aceh Besar M. Ali S.Sos, M.Si mengapresiasi Kantor Pertanahan (Kantah) Aceh Besar dan melakukan audiensi dengan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Aceh, M. Shafik Ananta Inuman, S.T., MUM dan Kepala Kantor Pertanahan Aceh Besar Dr. Ramlan, SH, MH bersama jajaran serta Mukim Seulimuem dan Mukim Siem di Dekranasda Aceh Besar, Kamis (10/10/2024).

Perlu diketahui Pemkab Aceh Besar menerima piagam penghargaan 'sebagai tonggak sejarah pendaftaran tanah ulayat masyarakat hukum adat di Provinsi Aceh' pada hari Kamis, 5 September 2024 yang lalu oleh Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono pada acara International Meeting on Best Practice of Ulayat Land Registration in Indonesia and Asean Countries di The Trans Luxury Hotel Bandung.

"Alhamdulillah, penghargaan ini akan menjadi motivasi bagi kita untuk terus menjaga dan menghormati hak tanah ulayat di Aceh Besar," sebut Iswanto.

Dikatakannya, pemerintah memberikan pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat. Termasuk hak ulayat, keberadaanya tidak hanya dijamin dalam konstitusi Negara Republik Indonesia. Kemudian diamanahkan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Pengakuan tersebut juga menjadi perhatian dan komitmen global yang tertuang dalam berbagai konvensi internasional, seperti The United Nations Charter 1945, dan International Labor Organitation Convention 169 di Geneva Tahun 1989, yang mendeklarasikan Concerning Indigenous and Tribal Peoples in Independent Countries.

"Jadi tanah ulayat itu tidak hanya diakui oleh negara. Secara internasional juga diakui keberadaannya dan dihormati kepemilikannya," ulas Iswanto menegaskan.

Dikatakannya, tanah hak ulayat masyarakat hukum adat di Sumbar pada umumnya adalah tanah ulayat masyarakat adat Minangkabau dengan sistem kekerabatan matrilineal. Suatu sistem kekerabatan unik yang masih eksis di dunia. Wilayahnya di Aceh Besar meliputi 23 Kecamatan dan 68 Mukim sebagai wilayah hukum adat serta terdapat 604 Gampong, dapat mempunyai kepastian hukum dalam penguasaan dan pemanfaatannya.

Kepastian hukum tersebut berlaku bagi kesatuan dan kelompok anggota masyarakat hukum adat, maupun bagi pihak luar yang akan memanfaatkan tanah ulayat. Kepasian hukum itu diberikan melalui pendaftaran tanah ulayat. Diatur dalam Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Administrasi Pertanahan dan Pendaftaran Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.

Eksistensi tanah ulayat masyarakat hukum adat masih banyak tersebar di berbagai daerah Kecamatan di Aceh Besar yang memiliki peran sentral bagi kehidupan dan pengidupan masyarakat.

Bahkan, tanah ulayat menjadi salah satu penopang ketahanan nasional ketika terjadi krisis, karena masyarakat masih memiliki tanah milik bersama sebagai sumber penghasilan dan penghidupan mereka. Disisi lain, tanah ulayat juga identitas bagi masyarakat adat yang berdimensi sosial, politik, budaya, dan agama, yang harus dipertahankan karena sebagai penentu eksistensinya.

Hanya saja, selama ini secara adat tanah ulayat tidak dikenal adanya pencatatan tertulis. Batas-batas tanah ulayat biasanya hanya ditentukan dengan tanda-tanda alam saja. Ini tentu mudah sekali berubah, dan tidak dapat memberi kapastian.

"Untuk itu selaku Pemerintah Kabupaten kita sangat mendukung penuh kebijakan pengadministrasian dan pendaftaran tanah ulayat, yang telah secara resmi dicanangkan oleh Kementerian ATR/Kepala BPN pada tanggal 29 Februari 2024. Apalagi setahun sebelumnya kita ditetapkan menjadi salah satu provinsi Pilot Projek kebjiakan ini," katanya.

Melalui kebijakan tersebut, maka tanah ulayat di Aceh Besar dapat dicatat dan disertifikatkan. Untuk tanah ulayat Gampong dapat diberikan dalam bentuk sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) dengan pemegang hak atas nama Adat Gampong. Terhadap tanah ulayat Kaum/Suku dapat dicatat, dan diberikan sertifikat Hak Milik (HM) atas Nama Kaum/Suku, karena kewenangannya bersifat keperdataan.

Adanya kepastian hukum tanah ulayat ini, diyakini dapat meminimalisir sengketa dan konflik tanah ulayat. Selain itu, juga membuka peluang dan potensi besar tanah ulayat untuk dikembangkan serta dikerjasamakan melalui skema investasi.

"Kita berharap dengan pendaftaran tanah ulayat ini berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat kita. Karena tanah ulayat tersebut dapat dikerjasamakan untuk sektor pariwisata, pendidikan, kebudayaan, pertanian, dan pertambangan. Apalagi Aceh Besar dikenal memiliki tanah yang subur, pesona alam yang indah, kebudayaan yang religius, serta sumber daya alam yang berlimpah," pungkasnya.[*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda