DIALEKSIS.COM | Aceh - Praktisi Hukum USK mengusulkan untuk mereview keberadaan Tito Karnavian dan Safrizal karena dinilai mendekonstruksi agenda Presiden RI Prabowo Subianto menjaga perdamaian Aceh.
“Figur-figur eksekutif resmi yang telah memicu munculnya konflik antara Aceh dan Pusat juga Aceh dan Sumut, sudah sepatutnya dipertanyakan eksistensinya," ujar Dr. Zainal Abidin SH. MSi. MH, Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK) kepada Dialeksis, Kamis (12/6/2025).
Muhammad Tito Karnavian adalah Menteri Dalam Negeri yang ditunjuk kembali oleh Presiden Prabowo Subianto pada Minggu (20/10/2024).
Sedangkan Safrizal menjabat sebagai Dirjen Bina Adwil Kemendagri sejak 27 Juli 2020.
Sebagaimana diketahui, Kemendagri di bawah kepemimpinan Tito dibantu Safrizal berkontribusi berpindahnya empat pulau milik Aceh masuk ke wilayah administrasi Tapanuli Tengah, sejak 14 Februari 2022.
“Ini sudah Kepmendagri ketiga, sejak terbitnya Kepmendagri pertama pada 14 Februari 2022,” tambahnya.
Menurut Dr Zainal, sejak 2018 semua upaya yang dilakukan Pemerintah Aceh dengan cara elegan diabaikan oleh Kemendagri, padahal dalam Permendagri Nomor 141 Tahun 2017 tentang Penegasan Batas Daerah, telah ditegaskan bahwa batas daerah darat dan laut ditentukan berdasarkan Peta Topografi, kesepakatan antar Pemda berbatasan, dan hasil survey lapangan.
"Dari ketiga hal tersebut menunjukkan bahwa keempat pulau tersebut jelas milik Aceh," tegasnya.
Secara normatif, kata Zainal, Mendagri beserta jajarannya telah melanggar Permendagri tersebut sehingga dapat dikategorikan sebagai tindakan melampaui wewenang dan perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad).
Sebelumnya, lanjut Zainal, para stakeholder terkait juga mendukung keempat pulau tersebut milik Aceh, terbukti dalam beberapa kali pertemuan antara kedua belah pihak.
“Pada pertemuan di Bali yang difasilitasi Kemenko Polhukam, juga menyimpulkan bahwa terkait empat pulau sebaiknya kembali ke kesepakatan 1992. Tapi, kesepakatan ini justru diabaikan oleh Kemendagri,” sebut Dr. Zainal Abidin.
Untuk itu, kata dia, Presiden RI Prabowo Subianto perlu meninjau kembali keberadaan aparatur yang ditengarai potensial mengganggu dan merusak perdamaian Aceh.
“Jika ini terjadi maka Aceh akan kembali ke masa lalu ketika berkonflik dengan Sumut gara-gara kebijakan pusat. Presiden RI harus peka dengan situasi berbahaya ini,” pungkas ahli hukum USK ini.