kip lhok
Beranda / Pemerintahan / Utang Era Jokowi: Warisan Berat bagi Pemerintah Mendatang

Utang Era Jokowi: Warisan Berat bagi Pemerintah Mendatang

Senin, 12 Agustus 2024 23:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi utang pemerintah. Foto: Aristya Rahadian krisabella


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Selama satu dekade pemerintahan Presiden Joko Widodo, utang negara mengalami peningkatan signifikan, mencapai level yang dianggap berisiko oleh sejumlah ekonom. Data terbaru menunjukkan utang pemerintah pusat telah mencapai Rp 8.338,43 triliun per April 2024.

Wijayanto Samirin, ekonom senior Universitas Paramadina, menilai Jokowi sebagai "presiden beruntung". "Pak Jokowi selama 10 tahun menikmati warisan utang rendah dari kepemimpinan Pak SBY," ujarnya, Senin (12/8/2024).

Ketika Jokowi dilantik pada Oktober 2014, utang pemerintah tercatat sebesar Rp 2.608 triliun atau 24,7% dari PDB. Angka ini melonjak drastis selama periode kedua Jokowi, mencapai 38,64% dari PDB pada April 2024.

Pemerintah berargumen bahwa kenaikan utang dipicu oleh kebutuhan pembiayaan program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN). Namun, konsekuensinya kini harus dihadapi. Pada 2025, pemerintahan baru harus membayar utang pokok sebesar Rp 800,33 triliun, belum termasuk bunga.

Sri Mulyani, Menteri Keuangan, menegaskan bahwa rasio utang masih di bawah batas aman 60% dari PDB sesuai UU Keuangan Negara. "Meski defisit melonjak tahun 2020, kita bisa konsolidasi fiskal dengan cepat," jelasnya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Juni lalu.

Namun, ekonom mempertanyakan relevansi patokan 60% tersebut. Wijayanto Samirin mengungkapkan bahwa angka ini berasal dari kesepakatan Uni Eropa saat mengadopsi mata uang Euro, dengan kondisi ekonomi yang berbeda dari Indonesia.

"Kalau mau fair, batas aman utang Indonesia terhadap PDB seharusnya sekitar 15%," tegas Wijayanto, mengingat perbedaan rasio perpajakan antara Indonesia (10,4%) dan Uni Eropa (41%).

Eko Listiyanto, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menambahkan perspektif lain dengan menggunakan Debt Service Ratio (DSR). Menurut standar IMF, batas aman DSR adalah 150%. "Saat ini, DSR Indonesia telah mencapai 300%, dua kali lipat batas aman IMF," ungkapnya.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor, terutama ketika ada wacana peningkatan rasio utang hingga 50% dari PDB oleh pemerintahan mendatang. "Jika rasio utang ditingkatkan, risiko ekonomi Indonesia akan semakin tinggi," peringat Eko.

Dengan beban utang yang besar, pemerintah mendatang dihadapkan pada tantangan serius dalam pengelolaan fiskal. Diperlukan strategi yang cermat untuk menjaga stabilitas ekonomi sambil tetap memenuhi kewajiban pembayaran utang yang kian membengkak. [cnbcindonesia]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda