kip lhok
Beranda / Politik dan Hukum / 12 Perkara Dihentikan Kasusnya Lewat Restorative Justice

12 Perkara Dihentikan Kasusnya Lewat Restorative Justice

Selasa, 31 Oktober 2023 20:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Biyu
Ilustrasi. JAM-Pidum kembali menyetujui 12 perkara dihentikan melalui restorative justice. [Foto: ist]

DIALEKSIS.COM | Jakarta - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan Agung, Fadil Zumhana, kembali menyetujui 12 permohonan penghentian penuntutan perkara berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana menyampaikan, alasan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum.

"Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun. Kemudian telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf," ucap Ketut, dalam keterangannya, Senin (16/10/2023).

Kemudian, ucapnya, tersangka juga telah berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. Proses perdamaian pun dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi.

"Selanjutnya, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Termasuk pertimbangan sosiologis, dan masyarakat merespon positif," papar Ketut.

Berikut 12 perkara yang dihentikan, yaitu:

1. Tersangka Akbar Andika Lapepo dari Kejaksaan Negeri Bitung, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

2. Tersangka Mario Yansen Mangates dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

3. Tersangka Hermanto Parauba dari Cabang Kejaksaan Negeri Kepulauan Talaud di Beo, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

4. Tersangka Aulia Zikri bin Alm Bahrumsyah dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo. Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

5. Tersangka I I Nengah Tirta alias Nengah dan Tersangka II I Putu Sugiana alias Sugi Kejaksaan Negeri Banggai, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Kedua Pasal 480 Ayat (2) KUHP Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

6. Tersangka Mochammad Ichsan alias Moh. Ichan alias Iksan dari Kejaksaan Negeri Palu, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

7. Tersangka I Rian Aditya Ayub alias Rian, Tersangka II Salman alias Aman dan Tersangka III Haikal A. Arsad alias Ikal dari Kejaksaan Negeri Tojo Una-Una, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

8. Tersangka Amar Rajapati alias Amar dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Morotai, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

9. Tersangka Irsan Manali alias Irsan dari Kejaksaan Negeri Bone Bolango, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

10. Tersangka Suryaal Fadjri bin Solarso dari Kejaksaan Negeri Tanjungpinang, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

11. Tersangka Junaidi Saputra alias Jujun bin Dul Manan dari Kejaksaan Negeri Lampung Utara, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

12. Tersangka Budi Rajagukguk dari Kejaksaan Negeri Simalungun, yang disangka melanggar Pasal 111 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan atau Pasal 107 huruf d Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

Ketut mengungkapkan, JAM Pidum juga telah memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif.

"Hal ini berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (restorative justice) sebagai perwujudan kepastian hukum," tandasnya. [BY]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda