DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Baitul Mal Aceh (BMA) bersama Unicef menggelar Focus Group Discussion (FGD) guna membahas penyempurnaan Rancangan Peraturan Gubernur (Ranpergub) tentang Pengawasan Perwalian, Kamis (2/10/2025). Kegiatan ini berlangsung di Hotel Ayani, Banda Aceh, dan diorganisir oleh Universitas Muhammadiyah Aceh.
Ranpergub ini dinilai krusial untuk memperkuat perlindungan terhadap anak-anak yatim atau piatu yang berada dalam pengawasan wali, serta mengoptimalkan peran lembaga terkait dalam pengawasan aset dan hak anak.
“Jika Ranpergub ini berhasil disahkan dan diterapkan, maka pengawasan perwalian di Aceh akan menjadi yang pertama di Indonesia,” ujar Kepala Unicef Perwakilan Aceh, Andi Yuga Tama, dalam sambutannya.
Andi menyebut keterlibatan Unicef dalam penyusunan regulasi ini sebagai bentuk komitmen nyata dalam mendukung kesejahteraan anak dan keluarga. Menurutnya, selain zakat, pengawasan perwalian adalah instrumen penting dalam sistem perlindungan sosial di Aceh.
“FGD ini adalah bagian lanjutan dari rangkaian diskusi yang kami lakukan untuk menyempurnakan draf Ranpergub. Forum ini penting untuk menyerap masukan langsung dari para pelaksana di lapangan,” jelas Andi.
Ketua Baitul Mal Aceh, Mohammad Haikal, menegaskan bahwa pengawasan perwalian merupakan mandat strategis dan unik yang dimiliki lembaganya. Ia menekankan bahwa pendekatan kuratif perlu diutamakan demi memastikan anak-anak dalam perwalian mendapatkan hak mereka secara adil dan transparan.
“Proses penyusunan Ranpergub ini sudah kita mulai sejak tahun lalu. Tantangannya adalah bagaimana kita menyelesaikan draf ini secara tuntas dan bisa segera diimplementasikan,” kata Haikal.
Ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi lintas lembaga dalam proses penyusunan regulasi tersebut. “Kolaborasi ini adalah modal sosial yang kuat untuk mendorong perubahan yang berkelanjutan,” tambahnya.
Sementara itu, anggota Badan BMA, Muhammad Ikhsan, menjelaskan bahwa FGD kali ini merupakan kelanjutan dari workshop sebelumnya yang digelar pada 16 September 2025. Dalam workshop itu, sejumlah rekomendasi praktis berhasil dirumuskan dan menjadi acuan awal penyusunan Ranpergub.
“Kita butuh masukan langsung dari para pelaku pengawasan perwalian di lapangan, termasuk dari Mahkamah Syar’iyah, Dinas Sosial, dan instansi lainnya. Harapannya, Ranpergub ini bisa matang secara substansi maupun teknis,” ucap Ikhsan.
FGD diikuti oleh 31 peserta dari berbagai instansi terkait, termasuk Mahkamah Syar’iyah, Dinas Sosial Aceh, Biro Hukum Setda Aceh, DPMG, DP3A, dan perwakilan dari Baitul Mal kabupaten/kota.
Dengan penyusunan Ranpergub ini, Aceh diharapkan mampu menjadi contoh nasional dalam tata kelola perwalian yang berpihak pada perlindungan anak dan transparansi pengelolaan aset mereka. [s]