*Merujuk hasil Munas 20 Agustus 2024 pasal 44
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Wakil Ketua Bidang Kaderisasi dan Keanggotaan DPD I Partai Golkar Aceh, Ahmad Haeqal Asri, menyoroti dinamika internal partai yang belakangan memunculkan polemik terkait kewenangan dan hirarki aturan organisasi, khususnya menyangkut mekanisme penerbitan petunjuk pelaksanaan (juklak) yang dinilai bertentangan dengan ketetapan Musyawarah Nasional (Munas).
Menurut Haeqal, tidak masuk akal jika hasil Munas yang merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi dalam Partai Golkar bisa dibatalkan hanya oleh juklak yang ditetapkan melalui rapat pleno DPP.
“Bagaimana mungkin hasil ketetapan Munas bisa dibatalkan oleh juklak yang hanya diputuskan dalam pleno? Ini keliru secara konstitusional dalam struktur organisasi partai,” tegas Haeqal dalam keterangannya kepada Dialeksis, Selasa (24/6/2025).
Ia menjelaskan bahwa selama ini diskresi yang dikeluarkan oleh DPP Partai Golkar semata-mata diperuntukkan untuk situasi tertentu dan berlaku secara internal bagi kader. Diskresi tersebut bukan untuk menggugurkan ketentuan normatif yang telah diatur dalam AD/ART partai.
Haeqal mencontohkan sejumlah kasus di mana diskresi diberikan oleh DPP Partai Golkar dalam konteks yang sangat spesifik dan terbatas. Salah satunya adalah ketika ada kader yang tidak memenuhi syarat pendidikan formal, namun dianggap layak memimpin.
“Misalnya ada kader yang ingin maju sebagai ketua partai di daerah, tapi tidak memiliki gelar sarjana. Maka DPP bisa mengeluarkan diskresi karena hanya satu ketentuan yang tidak terpenuhi,” jelasnya.
Contoh lain, lanjut Haeqal, adalah kader yang telah menjabat sebagai ketua DPD selama dua periode namun ingin mencalonkan diri kembali untuk periode ketiga. maka harus ada diskresi DPP dengan pertimbangan yang matang. Tapi, itu tetap tidak menggugurkan aturan pokok, hanya menjadi pengecualian dalam kasus tertentu,” katanya.
Haeqal mengingatkan bahwa dalam sistem aturan organisasi partai, tidak bisa sebuah ketentuan yang dibuat dalam rapat pleno, seperti juklak, membatalkan hasil keputusan Munas, Rapimnas, atau forum tinggi lainnya.
“Inilah pentingnya memahami hirarki aturan dalam partai. Munas, Rapimnas, dan Rakernas adalah forum tertinggi. Pleno atau juklak itu berada di bawahnya. Maka tidak sah secara organisatoris jika keputusan di bawah bisa membatalkan keputusan di atasnya,” tegasnya lagi.
Menurutnya, jika hal ini dibiarkan, maka akan mencederai sistem kaderisasi dan penegakan aturan dalam tubuh Partai Golkar. Ia pun berharap para pengambil kebijakan di DPP dapat bersikap bijaksana, menjaga marwah partai, dan tetap mengacu pada prinsip-prinsip dasar yang telah digariskan dalam AD/ART dan keputusan Munas.
“Jika semua bisa diatur ulang hanya dengan juklak, maka untuk apa kita susah-susah menyusun dan mengesahkan AD/ART dalam Munas?” pungkasnya.