DIALEKSIS.COM | Jakarta - Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menuturkan, dalam redesain fungsi pencegahan pelanggaran dan sengketa pemilu, perlu penguatan dasar hukum terhadap kewenangan pencegahan seperti: peringatan tertulis, instruksi perbaikan prosedural, sistem peringatan dini atau early warning system.
"Selain itu perlu revitalisasi kebijakan pengawasan partisipatif dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat sipil secara berkelanjutan," ucapnya dalam Diskusi Publik Revisi Paket Rancangan Undang- Undang Pemilu di Kantor Partai Demokrat, Senin, (19/5/2025)
Bagja menambahkan, dalam revisi undang-undang pemilu harus mampu mencegah pelanggaran netralitas ASN, TNI, penggunaan fasilitas negara dan politik uang secara sistemik. Lalu pemanfaatan teknologi informasi dalam strategi pencegahan.
"Bawaslu akan upayakan penguatan fungsi pencegahan dibanding pendekatan represif dalam menegakkan hukum pemilu," tuturnya.
Dikatakan Bagja, pengawasan dana kampanye juga tak luput dari perhatian. Sistem pelaporan dana kampanye transparan dan terintegrasi. Pertama, pembiayaan kampanye wajib melalui RKDK, pelaporan dana kampanye (LADK, LPSDK, LPPDK) dilakukan oleh partai politik dan kandidat (Caleg).
"Lalu pengaturan fungsi kontrol dan transparansi dengan cara pelaporan dana kampanye dilakukan secara rutin teratur tidak hanya di akhir tahapan. Penguatan akses pengawasan atau audit dana kampanye oleh Bawaslu atau oleh Kantor akuntan publik yang ditunjuk Bawaslu; dan penegasan sanksi bagi pelaku pelanggaran dana kampanye," ungkapnya.
Terkait dengan pengawasan politik uang, sambung Bagja, perlu penguatan dan penegasan norma hukum tentang larangan politik uang. Pertama pemenuhan unsur, kedua, subjek hukum tidak terbatas pada pelaksana, peserta dan tim kampanye, namun dapat pula mencakup faktor lainnya yang diatur secara jelas.
"Penguatan sistem penegakan hukum tindak pidana pemilu (Gakkumdu), lalu redesain penegakan hukum pelanggaran administrasi terstruktur sistematis dan masif," tuturnya. [*]