Rabu, 05 November 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Dana TKD Aceh Dipangkas, Akademisi Dorong Pemerintah Optimalkan Program Nasional

Dana TKD Aceh Dipangkas, Akademisi Dorong Pemerintah Optimalkan Program Nasional

Selasa, 04 November 2025 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala, Dr. Syukriy Abdullah, S.E., Ak., M.Si, CFrA. Foto: for Dialeksis 


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemotongan alokasi Transfer ke Daerah (TKD) dari pemerintah pusat membuat Pemerintah Aceh menghadapi tantangan baru dalam menjaga stabilitas fiskal dan keberlanjutan program pembangunan daerah. 

Kondisi ini berpotensi menekan kemampuan pemerintah daerah dalam mendanai program prioritas, termasuk pengentasan kemiskinan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2025-2029, pemerintah daerah menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 6,6 persen pada 2029, sejalan dengan arah kebijakan nasional. Namun, dengan berkurangnya dana transfer, sejumlah kalangan menilai pemerintah Aceh harus mencari cara lain agar target tersebut tetap tercapai.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala, Dr. Syukriy Abdullah, S.E., Ak., M.Si, CFrA mengatakan pemerintah Aceh perlu segera beradaptasi dengan keterbatasan fiskal melalui optimalisasi program-program nasional yang sudah ada, selain meningkatkan penerimaan dari pendapatan asli daerah sendiri.

Menurutnya, banyak program nasional yang dapat diimplementasikan secara efektif di Aceh untuk mendorong kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi.

“Dengan anggaran yang terbatas, pemerintah Aceh tidak bisa lagi bekerja secara konvensional. Cara terbaik adalah mengoptimalkan pelaksanaan program nasional yang sudah disiapkan pemerintah pusat,” kata Syukriy saat dihubungi Dialeksis.com di Banda Aceh, Selasa, 4 November 2025.

Ia menyebut beberapa program nasional yang berpotensi memberikan dampak nyata, seperti Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bagi anak sekolah, ibu hamil dan menyusui, serta balita; Koperasi Merah Putih yang akan dibentuk di 80 ribu desa dan kelurahan sebagai pusat ekonomi terpadu; serta Program Sekolah Rakyat untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia.

Selain itu, ada Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) dan Instruksi Presiden tentang Pembangunan Fisik Koperasi Merah Putih yang mendorong pembangunan infrastruktur ekonomi di tingkat desa.

Menurut Syukriy, implementasi program-program tersebut dapat menjadi solusi ganda: mengurangi kemiskinan sekaligus memperkuat pertumbuhan ekonomi daerah. “Program seperti MBG dan Koperasi Merah Putih, bila dijalankan dengan sinergi lintas sektor, bisa menjadi penggerak ekonomi rakyat yang kuat,” ujarnya.

Namun, ia mengingatkan pentingnya kesiapan pemerintah daerah. “Aceh harus memperkuat tata kelola dan data kemiskinan agar program tepat sasaran. Tanpa perencanaan dan pengawasan yang baik, dampaknya tidak akan maksimal,” kata Syukriy.

Ia juga menyarankan agar Pemerintah Aceh memperluas kolaborasi dengan pemerintah kabupaten/kota, perguruan tinggi, BUMN, dan sektor swasta untuk mendukung pembiayaan pembangunan. Menurutnya, strategi ini dapat mengimbangi berkurangnya dana transfer dari pusat.

Pemotongan TKD disebut menjadi ujian bagi kemampuan pemerintah daerah mengelola keuangan secara efisien dan inovatif. Optimalisasi program nasional, menurut Syukriy, adalah langkah strategis untuk menjaga laju pembangunan di tengah keterbatasan fiskal.

“Kalau mampu dijalankan secara terintegrasi, program nasional itu bisa menjadi motor penggerak ekonomi baru di Aceh,” kata dia.

Ke depan, Pemerintah Aceh dihadapkan pada tugas berat: bukan hanya memastikan angka pertumbuhan ekonomi tercapai, tetapi juga menghadirkan manfaat nyata bagi rakyat. Dalam situasi fiskal yang menantang, kreativitas dan keberanian mengambil langkah sinergis akan menjadi kunci.

Sebagaimana dikatakan Syukriy, “Pembangunan bukan semata soal besarnya anggaran, tetapi tentang bagaimana setiap rupiah dikelola dengan visi dan integritas untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Syukriy juga menambahkan perlunya optimalisasi penerimaan daerah, termasuk dengan sinkronisasi kegiatan daerah dengan progran nasional dimaksud. 

"Pelaksanaan MBG, misalnya, membutuhkan banyak bahan baku, mulai dari beras, sayur, ikan, ayam, dan garam. Semuanya bisa dipasok oleh masyarakat dan pengusaha lokal," tambahnya. 

Menurut Syukriy, salah satu ironi adalah ketika BUMD tidak bisa berbuat apa-apa untuk berperan dalam aktivitas ekonomi daerah. Selain Bank Aceh, BUMD milik semua daerah di Aceh, hampir tak ada BUMD yang bisa diharapkan berkontibusi untuk menambha penerimaan daerah

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI