kip lhok
Beranda / Politik dan Hukum / Eks Menteri Perdagangan dan Direktur PT PPI Terseret Kasus Korupsi Gula Rp400 Miliar

Eks Menteri Perdagangan dan Direktur PT PPI Terseret Kasus Korupsi Gula Rp400 Miliar

Rabu, 30 Oktober 2024 15:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Kejagung menetapkan mantan Menteri Perdagangan, TTL, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula pada Kementerian Perdagangan pada 2015-2016. [Foto: Tangkapan Layar Video Kejaksaan]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kejaksaan Agung melalui Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait importasi gula di Kementerian Perdagangan periode 2015-2016. 

Hal ini disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum, Dr. Harli Siregar, S.H., M.Hum., dalam konferensi pers yang diadakan di Kejaksaan Agung pada 29 Oktober 2024.

“Kedua tersangka, salah satunya adalah TTL, yang menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada tahun 2015 hingga 2016. Satu tersangka lainnya adalah CS, Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI). Kasus ini mencuat setelah Kejaksaan Agung menemukan indikasi korupsi yang merugikan negara hingga Rp400 miliar,” jelas Dr. Harli Siregar.

Kasus ini bermula pada 2015, ketika Indonesia diprediksi mengalami surplus gula. Berdasarkan hasil Rapat Koordinasi (Rakor) antarkementerian pada 12 Mei 2015, seharusnya Indonesia tidak perlu melakukan impor gula. 

Namun, TTL selaku Menteri Perdagangan tetap memberikan izin impor gula kristal mentah (GKM) sebesar 105.000 ton kepada PT Angel Product (PT AP), dengan alasan untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP).

“Kejanggalan mulai terlihat karena izin tersebut seharusnya hanya bisa diberikan kepada BUMN sesuai Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 tahun 2004. Namun, justru izin tersebut diberikan kepada PT AP tanpa ada Rakor dan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian untuk menilai kebutuhan gula dalam negeri,” tambah Dr. Harli.

Situasi semakin kompleks ketika pada Desember 2015, Rakor Bidang Perekonomian yang dipimpin oleh kementerian terkait menyimpulkan bahwa Indonesia kekurangan pasokan GKP sebanyak 200.000 ton, yang diperlukan untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan gula nasional.

Dalam rangka memenuhi kekurangan pasokan gula, TTL mengeluarkan surat penugasan kepada PT PPI untuk memenuhi stok gula nasional sebanyak 300.000 ton. 

Menurut Dr. Harli, PT PPI kemudian mengadakan perjanjian dengan delapan perusahaan swasta, termasuk PT Permata Dunia Sukses Utama dan PT Andalan Furnindo, untuk mengimpor dan mengolah GKM menjadi GKP. 

“Seharusnya, untuk memenuhi kebutuhan gula nasional, yang diimpor adalah GKP secara langsung. Namun, atas izin TTL, dilakukan impor GKM yang kemudian diolah menjadi GKP, yang melibatkan sembilan perusahaan swasta. Keputusan ini dilakukan tanpa rekomendasi atau rapat koordinasi yang memadai dengan instansi terkait, sehingga terjadi potensi penyalahgunaan wewenang,” ungkap Dr. Harli.

Perusahaan-perusahaan swasta tersebut memiliki izin industri untuk mengolah gula kristal rafinasi, yang sebenarnya hanya diperuntukkan bagi industri makanan, minuman, dan farmasi. 

Namun, gula hasil pengolahan tersebut justru dijual langsung ke masyarakat dengan harga Rp16.000 per kilogram, jauh di atas harga eceran tertinggi yang sebesar Rp13.000. 

PT PPI memperoleh fee dari tiap kilogram gula yang diolah oleh delapan perusahaan swasta ini, menghasilkan keuntungan ilegal bagi perusahaan swasta yang seharusnya masuk ke kas negara.

Dari investigasi, Kejaksaan Agung menemukan bahwa kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp400 miliar, yang berasal dari keuntungan perusahaan swasta yang seharusnya menjadi milik negara melalui BUMN PT PPI. 

Akibat perbuatannya, kedua tersangka ditahan di rumah tahanan negara (Rutan) selama 20 hari ke depan. TTL ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, sementara CS ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.

Kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Kejaksaan Agung akan terus menindak tegas setiap pelaku tindak pidana korupsi, terutama dalam sektor yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak, seperti bahan pangan. Kami berharap, kasus ini dapat menjadi contoh bahwa Kejaksaan Agung serius dalam mengungkap dan menyelesaikan kasus korupsi yang merugikan negara,” tegas Dr. Harli.

Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung berkomitmen untuk bersikap transparan dan memastikan bahwa semua pihak yang terlibat akan diproses sesuai hukum yang berlaku. 

Dr. Harli Siregar menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.

“Kami meminta dukungan dari seluruh masyarakat untuk terus mengawasi proses hukum yang berlangsung, serta dari pihak-pihak terkait agar kooperatif dalam membantu proses penyidikan ini. Setiap tindakan yang berpotensi merugikan negara akan kami tindak sesuai peraturan hukum,” tutup Dr. Harli. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda