Kamis, 15 Mei 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Inspektorat Aceh Didesak Audit Kegiatan SKPA yang Dinilai Pemborosan Anggaran

Inspektorat Aceh Didesak Audit Kegiatan SKPA yang Dinilai Pemborosan Anggaran

Rabu, 14 Mei 2025 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora
Koordinator TTI, Nasruddin Bahar. Foto: dok pribadi 

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Transparansi Tender Indonesia (TTI) mendesak agar Inspektorat Aceh melakukan probity audit terhadap sejumlah kegiatan yang dinilai tidak begitu mendesak dan berpotensi memboroskan anggaran. 

Koordinator TTI, Nasruddin Bahar menjelaskan, tujuan dari probity audit untuk mencegah korupsi, meningkatkan transparansi, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses pengadaan yang dilakukan oleh pemerintah. 

"Audit ini akan memastikan bahwa proses pengadaan dilaksanakan secara akuntabel dan transparan," kata Nasruddin kepada Dialeksis, Rabu (14/5/2025). 

Ia menyoroti berbagai pengadaan barang dan jasa pada sejumlah Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) yang dinilai tidak proporsional.

Contoh, sebutnya, anggaran rumah tangga Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh yang dikelola oleh Biro Umum Setda Aceh. Dalam anggaran tersebut, terdapat belanja alat komunikasi hingga ratusan juta rupiah dan pengadaan gorden pendopo yang nilainya mencapai Rp600 juta. 

"Di tengah situasi anggaran yang terbatas, pengadaan seperti ini tidak mencerminkan skala prioritas. Uang rakyat seharusnya digunakan untuk program yang lebih berdampak langsung bagi masyarakat," ujar Nasruddin.

Kegiatan lain yang dinilai bermasalah adalah pengadaan tong sampah oleh Dinas Pendidikan Aceh dengan anggaran mencapai Rp7 miliar dan pengadaan lampu tenaga surya senilai Rp12 miliar. Selain itu, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh disebut mengalokasikan anggaran hingga Rp3 miliar untuk papan informasi tentang pentingnya menjaga kelestarian hutan dan lingkungan, serta Rp3 miliar lagi untuk pengadaan gorden di 10 kantor UPTD.

Ia juga menyoroti kegiatan rehabilitasi rumah dinas DPRA yang menelan biaya sebesar Rp47 miliar, serta pengadaan mobil dinas untuk Ketua DPRA senilai Rp3,3 miliar dan Wakil Ketua mencapai Rp5,4 miliar. 

"Kami menilai pengeluaran tersebut terlalu besar dan perlu dikaji ulang," ujarnya. 

Tak hanya itu, sambungnya, kegiatan pemborosan juga terdapat pada pengadaan digitalisasi Museum Tsunami Aceh yang menyedot anggaran Rp12,5 miliar. 

TTI menilai kegiatan ini sangat rawan markup karena menyangkut barang-barang teknologi informasi yang tidak tersedia secara umum di pasaran dan hanya dapat disuplai oleh vendor tertentu. 

“Ini perlu perhatian serius dari APIP. Harus ditelusuri apakah kegiatan ini benar-benar dibutuhkan, dan jika iya, apakah anggaran sebesar itu masuk akal untuk sebuah pengadaan digital,” tuturnya.

Ia menegaskan bahwa pengadaan gorden, tong sampah, papan informasi, dan lain-lain semuanya perlu diteliti lebih mendalam. Tujuannya adalah agar anggaran yang dialokasikan dalam APBA 2025 benar-benar tepat sasaran dan tidak memboroskan dana negara.

Ia berharap APIP dapat mengidentifikasi dan mencegah potensi pemborosan anggaran, serta memastikan bahwa dana yang ada digunakan untuk kegiatan yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat Aceh.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
diskes
hardiknas