DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhokseumawe terus mendalami dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe periode 2018 - 2024. Penyelidikan yang telah berlangsung sejak awal Juni 2025 kini memasuki tahap pemeriksaan terhadap sejumlah tokoh penting yang diduga mengetahui atau terlibat dalam pengelolaan kawasan tersebut.
Salah satu nama yang dipanggil oleh tim penyidik adalah mantan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, yang saat itu juga menjabat sebagai Ketua Dewan Kawasan KEK Arun. Namun hingga Kamis (26/6/2025) sore, Irwandi tidak memenuhi panggilan pemeriksaan yang telah dilayangkan sepekan sebelumnya.
“Hingga pukul 12.20 WIB, beliau belum hadir ke kantor. Kami tunggu sampai jam kerja selesai, dan selanjutnya akan kirimkan panggilan kedua,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Lhokseumawe, Therry Gutama, saat dikonfirmasi Dialeksis.com.
Sementara itu, adik kandung Irwandi Yusuf, yakni Mawardi Yusuf, hadir dan menjalani pemeriksaan selama sekitar empat jam sejak pukul 10.00 WIB hingga 14.00 WIB.
Ia diperiksa dalam kapasitas sebagai mantan Wakil Direktur PT Patna, perusahaan yang menjadi pengelola utama KEK Arun. Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik mengajukan 12 pertanyaan seputar tata kelola dan penyusunan program KEK yang dijalankan oleh perusahaan tersebut.
“Pemeriksaan terhadap Mawardi berlangsung lancar. Namun untuk Irwandi Yusuf, kami belum menerima alasan ketidakhadirannya. Kami sudah kirimkan surat panggilan kedua dengan jadwal ulang pada 2 Juli 2025,” ujar Therry.
Untuk diketahui, PT Patna merupakan perusahaan konsorsium milik PT Pupuk Iskandar Muda dan PT Pembangunan Aceh (Pema), BUMD milik Pemerintah Aceh, yang diberi mandat mengelola KEK Arun sejak 2017. Proyek ini diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi di wilayah pantai timur Aceh, namun dalam pelaksanaannya diduga sarat dengan penyimpangan.
Therry mengungkapkan, hingga saat ini pihaknya telah memeriksa sekitar 12 orang dalam penyelidikan kasus ini. Bagi pihak-pihak yang belum memenuhi panggilan, Kejari akan menyesuaikan jadwal pemeriksaan ulang dalam waktu dekat.
“Penyelidikan ini fokus pada dugaan penyalahgunaan wewenang dan pengelolaan anggaran yang tidak transparan, yang seharusnya dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” ungkap Therry.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik, Dr. Nasrul Zaman, menilai bahwa Kejaksaan harus menjaga konsistensi dan transparansi dalam menangani kasus ini. Menurutnya, kasus dugaan korupsi KEK Arun memiliki dampak besar terhadap kepercayaan publik, apalagi melibatkan figur - figur penting dalam pemerintahan daerah.
“KEK Arun adalah proyek strategis daerah yang sejak awal digadang-gadang mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi Aceh. Jika benar ada penyimpangan, maka penegakan hukum harus dilakukan secara tegas tanpa pandang bulu,” ujar Nasrul kepada Dialeksis.com.
Ia menambahkan, mangkirnya tokoh sekelas Irwandi Yusuf dari panggilan Kejaksaan menunjukkan bahwa aparat penegak hukum harus menyiapkan strategi pemeriksaan yang lebih kuat, termasuk kemungkinan pemanggilan paksa bila diperlukan.
“Ini soal akuntabilitas publik. Jangan sampai proyek sebesar KEK Arun berubah menjadi ajang bancakan segelintir elite,” tegas Nasrul.
Dr. Nasrul Zaman, menekankan dampak sistemik dari kasus ini,"KEK Arun seharusnya menjadi lokomotif ekonomi Aceh Utara, namun kinerja buruk dan dugaan korupsi justru mengorbankan kesejahteraan rakyat. Target 40.000 tenaga kerja mustahil tercapai jika tata kelola tidak dibenahi”apalagi dengan realisasi serapan kerja yang baru 4,5% dari target hingga 2024," ujarnya.
"Kasus ini ujian bagi komitmen penegakan hukum Aceh. Kejari harus bekerja tanpa intervensi, karena masyarakat telah menunggu 7 tahun melihat KEK Arun menjadi nyata, bukan sekadar wacana," tegasnya
Kejaksaan memastikan bahwa proses penyelidikan akan dilakukan secara bertahap dan komprehensif. Dengan melibatkan berbagai pihak, Kejari Lhokseumawe berharap mampu mengungkap secara menyeluruh dugaan korupsi yang terjadi dalam pengelolaan KEK Arun Lhokseumawe.