DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Politisi Partai Aceh, Juanda Djamal, M.A, menegaskan pentingnya penguatan kedaulatan politik di Aceh sebagai fondasi dalam menghadapi tantangan demokrasi dan dinamika kebangsaan.
Hal tersebut disampaikan dalam seminar bertajuk “Gagasan Aceh Berdaulat” yang digelar Muda Seudang Aceh di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Jumat (19/9).
Dalam sesi bertema Kedaulatan Politik Aceh: Konsolidasi, Peran, Partai Lokal, dan Tantangan Demokrasi”, Juanda menekankan bahwa perjalanan politik Aceh tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang perjuangan rakyatnya.
“Partai Aceh adalah satu-satunya partai lokal yang lahir dari kesadaran sejarah dan ideologi. Bukan karena diturunkan, bukan pula karena paksaan. Ini lahir secara alami, dari bawah, dari semangat perjuangan itu sendiri,” ujarnya.
Juanda mengisahkan bagaimana proses lahirnya kekuatan politik di Aceh tidak berjalan mulus. Ia menggambarkan perjalanan tersebut sebagai sebuah dialektika penuh dinamika, konflik, dan semangat perubahan.
“Perjalanan ini tidak segampang yang kita lihat hari ini. Dulu, ada pertarungan gagasan, ada perdebatan keras, tapi semangatnya adalah bagaimana mengubah Aceh menjadi lebih baik. Itu yang membuat partai lokal ini bertahan,” katanya.
Menurutnya, keberadaan Partai Aceh hari ini adalah hasil dari konsolidasi panjang, bukan sekadar formalitas politik. Ia menilai, generasi muda Aceh memiliki peran besar untuk melanjutkan perjalanan itu.
“Anak-anak muda harus mengerti, partai lokal adalah wadah perjuangan yang lahir dari sejarah kita sendiri. Bukan sekadar kendaraan politik lima tahunan, melainkan ruang untuk memperjuangkan martabat dan kedaulatan Aceh,” tambahnya.
Juanda juga menyinggung bahwa munculnya banyak tokoh muda Aceh di panggung politik saat ini bukan hasil rekomendasi formal dari dirinya atau para senior lain di Partai Aceh, melainkan berkembang secara natural.
“Saya tidak pernah merekomendasikan satu pun dari sahabat-sahabat saya yang hari ini ada di sini. Tapi mereka muncul sendiri, ikut dalam proses politik secara alami. Ini menarik, karena membuktikan bahwa perjalanan politik Aceh punya kekuatan organik,” jelasnya.
Ia menegaskan, kaderisasi alami ini menjadi modal penting bagi Aceh untuk mempertahankan kemandirian politik di tengah arus demokrasi nasional yang semakin kompetitif.
Meski begitu, Juanda mengingatkan bahwa Aceh masih menghadapi berbagai tantangan dalam memperkuat kedaulatan politiknya. Persaingan antarpartai, fragmentasi internal, hingga dinamika demokrasi di tingkat nasional disebut sebagai ujian yang harus dihadapi dengan kepala dingin.
“Kedaulatan politik Aceh tidak boleh hanya menjadi jargon. Harus diwujudkan melalui konsolidasi, penguatan ideologi, dan pemantapan peran partai lokal. Kalau tidak, kita hanya akan jadi penonton dalam panggung besar demokrasi Indonesia,” tegasnya.
Ia berpesan bahwa masa depan Aceh ada di tangan generasi muda. Dengan pemahaman sejarah, ideologi, dan semangat perubahan, anak muda Aceh diyakini mampu menjaga kedaulatan politik dan membawa daerah ini menuju masa depan yang lebih baik.
“Semua ini tentang kesadaran sejarah, kesadaran ideologi, dan keberanian untuk berbenah. Itulah inti dari gagasan Aceh berdaulat,” pungkas Juanda.