DIALEKSIS.COM | Aceh - Tragedi pembunuhan terhadap Hasviani Imam (45), korban perampokan mobil Toyota Innova di Aceh Utara, menuai sorotan tajam dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Jenazah korban yang dilaporkan hilang pada Minggu (16/3) akhirnya ditemukan dalam kondisi mengenaskan di kawasan Gunung Salak, Senin (17/3). Korban diduga menjadi target pembunuhan usai transaksi jual beli mobil yang dibajak pelaku.
Mayat Hasviani ditemukan terbungkus karung oleh warga dan dievakuasi dengan bantuan personel Polisi Militer Angkatan Laut (Pomal). Sejumlah saksi melaporkan mendengar suara tembakan sebelum mobil korban dibawa kabur. Polisi telah mengamankan seorang anggota TNI AL berinisial DI (28), berpangkat Kelasi Dua, sebagai tersangka utama.
Terkait kejadian itu, direspon Kepala Kantor Komnas HAM RI Perwakilan Aceh, Sepriady Utama SH, menegaskan lembaganya akan memantau ketat penanganan kasus ini.
Dalam pernyataan khusus kepada Dialeksis (Selasa,18/03/2025), Sepriady yang akrab disapa Asep menyatakan, “Komnas HAM menekankan bahwa prinsip equality before the law (persamaan di depan hukum) harus menjadi fondasi utama. Siapapun pelakunya, termasuk aparat negara, wajib diproses secara adil, kompeten, dan independen. Tidak boleh ada ruang untuk impunitas atau pembiaran.”
Asep menambahkan, kasus ini menjadi ujian kredibilitas penegakan hukum di Aceh. “Masyarakat harus melihat bahwa hukum tidak tumpul terhadap pelaku dari kalangan institusi sendiri. Kami akan memastikan seluruh tahapan investigasi dilakukan secara transparan untuk melindungi hak korban dan keluarganya atas keadilan,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya koordinasi antarinstansi dalam mengusut tuntas kasus ini. “Pelibatan anggota TNI dalam tindak pidana harus ditangani dengan prosedur yang jelas, termasuk kerja sama antara kepolisian dan otoritas militer. Ini demi menghindari kesan tumpang-tindih atau pembelaan sepihak,” ujar Asep.
Bahkan pria humble ini menegaskan,”kasus ini berpotensi mengikis kepercayaan publik jika penanganannya dianggap berat sebelah. Pelaku dari kalangan TNI harus diadili di pengadilan militer dengan pengawasan ketat untuk menjamin impartialitas,” pungkasnya.