DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kantor Imigrasi Kelas I TPI Banda Aceh mengamankan seorang warga negara Pakistan berinisial MB (44) yang diduga menyalahgunakan izin tinggal terbatas (ITAS).
Penindakan dilakukan oleh Tim Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) pada Rabu, 22 Oktober 2025, di sebuah kafe kawasan Lambhuk, Banda Aceh.
Kepala Kantor Imigrasi Banda Aceh, Gindo Ginting, mengatakan tindakan ini berawal dari informasi masyarakat mengenai aktivitas mencurigakan seorang warga negara asing.
"Setelah kami lakukan pengecekan di lokasi, ditemukan bahwa yang bersangkutan tidak menggunakan izin tinggal sesuai dengan peruntukannya,” ujar Gindo dalam konferensi pers, Senin.
MB diketahui lahir di Mardan, Pakistan, pada 4 Juli 1981, dan merupakan pemegang ITAS dengan indeks Visa Tinggal Terbatas E33G atau Remote Worker, yang diterbitkan oleh Kantor Imigrasi Khusus Jakarta Barat pada 7 Maret 2025. Izin ini hanya diperuntukkan bagi warga asing yang bekerja jarak jauh secara online untuk perusahaan di luar negeri.
Namun, hasil pemeriksaan menunjukkan MB justru tinggal dan bekerja langsung di Kafe Indian Coffee House Aceh sejak September 2025. Ia bekerja sebagai pembuat roti khas Asia Selatan dan menerima upah Rp2 juta per bulan.
“Kami tegaskan, ITAS Remote Worker tidak boleh digunakan untuk bekerja secara fisik di Indonesia, apalagi menerima upah dari usaha lokal. Ini jelas melanggar aturan keimigrasian,” tegas Gindo Ginting.
Atas tindakannya, MB diduga melanggar Pasal 122 huruf (a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Petugas telah menyita paspor asli dan fotokopi ITAS sebagai barang bukti. Saat ini, MB ditempatkan di Ruang Detensi Kantor Imigrasi Banda Aceh untuk proses hukum lebih lanjut.
Imigrasi Banda Aceh menyatakan tetap berkomitmen memperketat pengawasan terhadap keberadaan dan aktivitas warga negara asing melalui patroli intelijen dan kerja sama lintas instansi.
“Kami berharap dukungan dan koordinasi dari seluruh pihak dapat terus terjalin, agar Banda Aceh tetap aman, tertib, dan kondusif dari potensi pelanggaran keimigrasian,” pungkas Gindo.