DIALEKSIS.COM | Jakarta - Sejumlah mahasiswa mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan tuntutan agar syarat calon anggota legislatif diubah menjadi harus warga yang sudah berdomisili di daerah pemilihan (dapil) terkait. Gugatan ini telah teregistrasi di MK pada Senin (3/3/2025) dengan nomor perkara 7/PUU-XXIII/2025, sebagaimana termuat dalam situs resmi MK.
Para pemohon gugatan terdiri dari delapan mahasiswa, yakni Ahmad Syarif Hidayaatuullah, Arief Nugraha Prasetyo, Samuel Raj, Alvin Fauzi Khaq, Aura Pangeran Java, Akhilla Mahendra Putra, Arya Ashfihani HA, dan Isnan Surya Anggara. Mereka menyatakan bahwa perubahan syarat calon legislatif yang mengacu pada wilayah dapil dinilai tidak relevan, terutama jika dikaitkan dengan alasan pengenalan wilayah.
Menanggapi gugatan tersebut, Dialeksis (08/03/2025) sempat menghubungi Mashudi SR, seorang ahli Pemilu sekaligus mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banten periode 2018-2023. Menurut Mashudi SR, pengaturan syarat calon legislatif berbasis dapil sebaiknya tidak menjadi tolok ukur utama.
"Menurut saya, mengatur syarat calon anggota legislatif berbasis dapil kurang relevan. Jika memang ingin ada perubahan, sebaiknya syarat tersebut diubah berbasis domisili wilayah provinsi. Selama seorang calon berdomisili di provinsi tersebut, maka dia layak mencalonkan diri di tingkat legislatif manapun," ujar beliau kepada Dialeksis.
Selain itu, Mashudi SR menambahkan agar diatur syarat tambahan untuk memastikan kualitas caleg yang mencerminkan nilai perjuangan partai.
"Agar kita memperoleh caleg yang berkualitas, perlu diatur bahwa seseorang boleh diajukan menjadi caleg setelah menjadi anggota partai tersebut minimal 5 tahun. Langkah ini penting untuk menghindari adanya caleg dadakan yang hanya mengandalkan popularitas semata," tambahnya.
Menurut pencermatan Mashudi, langkah gugatan yang diajukan oleh para mahasiswa ini membuka perdebatan mengenai kriteria calon legislatif yang seharusnya tidak hanya didasari pada aspek geografis semata, melainkan juga integritas dan kualitas keanggotaan partai.
“Syarat domisili sebaiknya disederhanakan ke tingkat provinsi, yang sekaligus membuka peluang bagi para calon yang benar-benar memiliki komitmen dan rekam jejak dalam partai,” ujarnya.
Pendekatan ini kata Mashudi juga diyakini dapat meningkatkan kualitas calon legislatif, mengingat adanya syarat minimal keanggotaan partai selama lima tahun sebagai indikator kesiapan dan loyalitas terhadap nilai-nilai perjuangan partai. Dengan demikian, perubahan ini diharapkan mampu memberikan kontribusi positif terhadap iklim politik dan proses demokrasi yang lebih matang.
Selanjutnya gugatan mahasiswa terhadap UU Pemilu, menurut Mashudi membuka ruang diskusi baru terkait kriteria calon legislatif. Usulan perubahan syarat berdasarkan domisili provinsi dan penambahan syarat keanggotaan partai minimal lima tahun menjadi agenda penting dalam upaya meningkatkan kualitas wakil rakyat.
“ Perlunya evaluasi ulang terhadap syarat calon legislatif untuk menghindari masuknya caleg yang hanya mengandalkan popularitas tanpa dukungan integritas dan pengalaman yang memadai,” tutup pria humoris ini.