kip lhok
Beranda / Politik dan Hukum / MaTA Soroti Dugaan Korupsi Bantuan Budidaya Ikan di BRA Sebesar Rp 15,7 Miliar

MaTA Soroti Dugaan Korupsi Bantuan Budidaya Ikan di BRA Sebesar Rp 15,7 Miliar

Selasa, 07 Mei 2024 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian. [Foto: dok Dialeksis]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menyoroti dugaan korupsi Pada Badan Reintegrasi Aceh (BRA) atas program penyaluran bantuan budidaya ikan dan pakan rucah untuk 9 kelompok masyarakat di Kecamatan Nurussalam dan Darul Aman, Kabupaten Aceh Timur.

Bantuan tersebut menghabiskan anggaran sebesar Rp 15.713.864.890 yang bersumber dari APBA perubahan tahun anggaran 2023. Program ini sifatnya sebagai pokok-pikiran (POKIR) anggota DPRA.

Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian mengatakan, BRA itu dibentuk dengan tujuan untuk pemberdayaan masyarakat korban konflik, mantan kombatan dan tapol/napol sesuai dengan tugas dan wewenangnya.

"BRA bukan tempat bancakan anggaran untuk politisasi atau kepentingan elit sebagaimana yang terjadi saat ini. Maka perlu diberi etensi sehingga kelembagaan menjadi tegak lurus demi keadilan para korban, mantan kombatan dan tapol/napol masa yang akan datang," ujarnya kepada Dialeksis.com, Selasa (7/5/2024).

Berdasarkan temuan dan analisa awal MaTA, nama masing-masing kelompok penerima bantuan sengaja didesain untuk memuluskan pencairan anggaran, secara adminitrasi kemungkinan kelompok ini ada tapi secara fakta lapangan tidak ada, dan ini menjadi salah satu modus yang telah terjadi. Karena pemangku kepentingan (aparatur) di gampong sama sekali tidak mengetahui atas keberadaan nama kelompok dan anggaran bantuan tersebut.

"Padahal, seharusnya tiap bantuan ke gampong perlu ada koordinasi dengan pihak yang ada di gampong sehingga kebijakan anggaran yang bersumber dari APBA dan APBK tidak tumpang tindih dengan anggaran dana desa. Akan tetapi hal tersebut tidak terjadi demikian. Sehingga patut diduga bantuan tersebut fiktif dan sangat potensi dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertangung jawab," ungkap Alfian.

Untuk itu, MaTA mendesak secara tegas kepada Kejaksaan Negeri Aceh Timur yang saat ini sedang melakukan penyelidikan dan juga dibantu oleh Kejati Aceh untuk dapat mengusut kejahatan yang telah terjadi secara tuntas dan utuh.

"Kami tidak berharap kasus ini hanya dikorbankan oknum di level operasional saja, akan tetapi menjadi harapan publik aktor pelaku kejahatan luar biasa ini juga harus tersentuh hukum," tegasnya.

Di samping itu, kata Alfian, kasus ini tidak hanya dilihat secara kerugian keuangan semata akan tetapi juga kerugian sosial yang menjadi lebih besar, dimana seharusnya para korban konflik di tahun 2023 sudah terima dana konpensasi akibat perang, tapi malah dikorupsi.

"Jadi perhitungan kerugian secara sosial juga menjadi penting bagi penyidik dan hakim tipikor dalam menilai nantinya," katanya.

Kemudian penyidik juga diminta untuk menelusuri sejak penganggaran atas program yang dimaksud sehingga publik juga tau, program ini memang sejak di penggangaran sudah bermasalah terutama secara administrasi.

"Selanjunya kami mendorong perlu ada segera pembaharuan sistem dan manajeman di BRA, selama ini BRA mengurus dana pokir dewan yang di tempatkan pada badan tersebut dan ini menjadi masalah saban tahun. Seharusnya Pemerintah Aceh perlu memikirkan dan melahirkan kebijakan secara penggangaran secara khusus sehingga tidak dikendalikan oleh pemilik pokir dan ini juga berdampak pada kinerja BRA," jelasnya.

Jadi, sambungnya, BRA perlu dievaluasi secara menyeluruh, kalau ada oknum bermental korup maka wajib dibersihkan. Perlu orang-orang yang memiliki integritas dan memiliki moral yang mengelola BRA sehingga kinerja kedepan menjunjung tinggi rasa keadilan bagi korban dan alokasi anggaran khusus menjadi bagian terpenting untuk mempercepat penyelesaian dan hak-hak para korban konflik, mantan kombatan dan tapol/napol.

"Pengadaan paket pekerjaan ini fiktif dan penuh dengan kebohongan, pekerjaan penyaluran bantuan untuk sembilan kelompok masyarakat di kecamatan Nurussalam dan Darul Aman, Aceh Timur merupakan manipulasi untuk memperoleh pundi-pundi rupiah oleh pihak tertentu dengan memanfaatkan korban konflik," ungkapnya lagi.

Alfian mendesak Kejati Aceh untuk serius mengusut dugaan korupsi tersebut hingga tuntas dan menyeluruh. Pengusutan dan pengungkapan kasus jangan hanya berhenti pada aktor lapangan saja, aktor-aktor yang berada di belakang meja yang merancang perampokan uang publik Aceh juga harus dipidana jika terbukti melakukan Korupsi.  

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda