kip lhok
Beranda / Politik dan Hukum / Misteri Kasus Wastafel Aceh, Dua Tahun Tanpa Kejelasan!

Misteri Kasus Wastafel Aceh, Dua Tahun Tanpa Kejelasan!

Kamis, 04 Juli 2024 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : ARN


Kasibun Daulay, praktisi hukum dan advokat terkemuka. Foto: dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Aceh - Kasus korupsi pengadaan wastafel di Dinas Pendidikan Aceh masih menyisakan tanda tanya besar di kalangan masyarakat. Setelah hampir dua tahun berlalu, proses hukum kasus ini belum mencapai titik terang. Kasibun Daulay, praktisi hukum dan advokat terkemuka, mengungkapkan pandangannya mengenai kendala yang dihadapi dalam penanganan perkara ini.

Kasibun menyoroti adanya kendala komunikasi antara penyidik di Polda Aceh dan Kejaksaan Tinggi Aceh (Kejati Aceh).

"Saya pikir ada kendala komunikasi antara penyidik dengan kejaksaan, sehingga menimbulkan kebuntuan. Apakah komunikasi ini terkait hal-hal substantif atau mungkin hal-hal yang tidak substantif, ini yang mungkin tidak diketahui publik," ujarnya saat diwawancarai Dialeksis.com, Kamis (4/7).

Menurut Kasibun Daulay, dalam sistem penanganan pidana, ketika berkas dianggap lengkap atau P21, seharusnya perkara dapat segera dilimpahkan ke pengadilan untuk proses penuntutan. Namun, dalam kasus wastafel ini, berkas nampaknya belum mencapai tahap P21 atau belum dinyatakan lengkap.

Kasibun Daulay menyoroti dampak penanganan yang berlarut-larut terhadap para tersangka. "Sekarang, tersangka yang sudah ditetapkan oleh Polda pun sampai sekarang tidak dimajukan ke pengadilan. Tidak ada kepastian hukum apakah mereka akan diadili dan dinyatakan bersalah, dibebaskan, atau mungkin perkaranya dihentikan dengan SP3," jelasnya.

Ia menambahkan, kondisi ini sangat tidak adil bagi para tersangka yang sudah menyandang status tersebut hampir dua tahun lamanya.

"Kalau proses perkara tidak berjalan, mereka akan menyandang status tersangka seumur hidup. Ini sangat tidak adil dan tidak memenuhi unsur kepastian hukum," tegasnya.

Kasibun juga mengamati maraknya desakan dari masyarakat, terutama kalangan akademisi, LSM, dan mahasiswa, yang menuntut transparansi dan kepastian hukum dalam penanganan perkara ini.

"Saya pikir media harusnya bertanya kepada penyidik dan Kejati Aceh, ada apa sebenarnya? Apakah terkait ketidaksepahaman antara penyidik dengan kejaksaan dalam hal siapa yang harus jadi tersangka?" sarannya.

Ia menekankan bahwa penyidik di Polda Aceh dan Kejaksaan yang paling mengetahui detail kasus ini.

"Yang paling tahu pasti karena mereka yang melakukan gelar perkara, mereka yang menangani. Penyidik di Polda dan juga di kejaksaan yang mengoreksi hasil penyidikan itu," jelasnya.

Untuk menyelesaikan kasus ini, Kasibun menyarankan koordinasi yang lebih baik antara penyidik dan kejaksaan. Kedua institusi ini harus bersinergi dalam menyelesaikan berbagai hambatan yang ada, baik terkait penentuan tersangka, objek penyidikan, maupun besaran kerugian negara yang ditimbulkan.

"Saya berharap penyidik dan kejaksaan segera menuntaskan kasus ini agar kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum dapat kembali pulih," tutup Kasibun.


Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda