Beranda / Politik dan Hukum / Nyak Dhien Gajah Ajak Kawan Sejawat Untuk Kembali Mendukung Mualem

Nyak Dhien Gajah Ajak Kawan Sejawat Untuk Kembali Mendukung Mualem

Rabu, 23 Oktober 2024 09:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Ratnalia

Nasruddin alias Nyak Dhien Gajah mantan pejuang Gerakan Aceh Merdeka. Foto: for Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Aceh - Kerut-kerut kesedihan mengukir wajah Nasruddin (48), pria yang lebih dikenal dengan nama Nyak Dhien Gajah di kalangan mantan pejuang Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Di beranda rumahnya yang sederhana di kawasan Lambaro, Banda Aceh, mantan tahanan politik era konflik ini termenung menatap foto-foto lawas yang menghiasi dinding.

"Dulu peluru tak mampu memisahkan kami, kini politik telah membelah persaudaraan," ujar Nasruddin kepada Dialeksis, Rabu (23/10). Suaranya bergetar menahan emosi saat mengisahkan perpecahan yang kini melanda barisan mantan kombatan GAM.

Nasruddin, yang pernah meringkuk di penjara Kedung Pane, Semarang, selama tujuh tahun, tak kuasa menyembunyikan kekecewaannya melihat sebagian rekan seperjuangan memilih berseberangan dengan Muzakir Manaf, atau yang akrab disapa Mualem.

"Beliau bukan sekadar pemimpin, tapi simbol persatuan kami," tuturnya sembari menunjukkan foto usang dirinya bersama Mualem di masa konflik.

Tekad membaja membawa Nasruddin kembali dari Medan, kota tempat ia membangun usaha kontraktornya selama lima tahun terakhir. Ia rela meninggalkan segala kenyamanan demi mendukung Mualem dan putranya, Fadhlullah, yang akrab dipanggil Mualem Dek Fadh.

"Saya ingat bagaimana Mualem memimpin dengan santun di tengah badai peluru. Sekarang, ketika perdamaian telah tercapai, mengapa kita justru tercerai?" tanyanya dengan mata berkaca-kaca.

Keprihatinan Nasruddin bukan tanpa dasar. Sebagai veteran yang pernah bergerilya di pegunungan Aceh selama 12 tahun, ia melihat ada yang lebih berharga dari sekadar kursi kekuasaan.

"Ini soal marwah perjuangan. Kalau kami tak bisa menjaga persatuan di masa damai, apa arti pengorbanan kami selama ini?" tegasnya.

Di sudut ruangan, senapan M-16 yang telah dinonaktifkan terpajang sebagai saksi bisu perjuangan. Nasruddin mengusap senjata itu perlahan, seolah mengingat kembali masa-masa getir di pengunungan. "Dulu senjata ini kami gunakan untuk melawan musuh bersama. Kini, kata-kata tajam justru menghujam sesama pejuang," ucapnya.

Perpecahan di kalangan mantan kombatan GAM menjadi potret kompleksitas transisi politik Aceh pasca perdamaian. Dari sekitar 3.000 mantan kombatan yang masih aktif dalam politik lokal, mereka kini terpecah dalam berbagai afiliasi politik.

Menjelang senja di kediamannya, Nasruddin masih menyimpan secercah harapan. "Semoga darah perjuangan yang mengalir dalam tubuh kami masih cukup kental untuk menyatukan kembali barisan yang tercerai ini," ucapnya, seraya melipat kembali foto-foto kenangan masa lalunya.

Akhir dari ungkapan perasaan Nyak Dhien siap memfasilitasi dialog (pertemuan-red) bersama Mualem dan Dek Fad jika teman seperjuangan ingin bertemu dan kembali kerumah lagi.

“Saya siapa akan memfasilitasi pertemuan dengan Mualem jika mereka mau dan berkeinginan bertemu Mualem berdiskusi dan membangun kebersamaan lagi dalam rumah besar yang sama,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda