DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dinamika yang terjadi di tubuh Partai Aceh diyakini membuat Muzakir Manaf (Mualem) selaku Gubernur Aceh merasa tidak nyaman. Konflik beruntun antara kader partai dengan koalisi dan internal Partai Aceh (PA) telah mencoreng citra Mualem, yang dinilai tidak tegas dan konsisten dalam menjalankan tanggung jawab sebagai Gubernur sekaligus Ketua Umum (Ketum) Partai.
Pemerhati Sosial Politik Aceh, Syahril Ramadhan, menyayangkan kondisi ini. Menurutnya, seluruh kalangan pendukung, bahkan rival politik saat Pilkada, semestinya diajak bersatu membangun Aceh. Alih-alih bersinergi, justru pendukung dan kader internal partai Mualem sendiri terus memicu konflik berkepanjangan.
"Sangat disayangkan, usia pemerintahan Mualem yang baru seumur jagung sudah mulai ditentang kebijakannya oleh kader sendiri. Jangankan membantu membangun kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Mualem, kader PA malah menciptakan polemik politik di internal partai hingga menjadi konsumsi publik," ucapnya.
Selayaknya seluruh pendukung Mualem dan kader PA bersatu serta saling menahan diri. Jika ada masalah internal, jangan sampai meluas ke publik. Apalagi hingga ada kader yang menciptakan narasi seolah terjadi tarik-menarik kepentingan politik di dalam PA.
"Secara lazim, pemenang Pemilu atau Pilkada harus berkonsolidasi dan berdamai untuk menebar kedamaian kepada publik. Ingat, tugas pemenang adalah menjawab keresahan rakyat. Jangan malah mempertontonkan perebutan kekuasaan," tegasnya.
Jika mengingat kembali pidato pelantikan Mualem sebagai Gubernur Aceh, ia pernah menyatakan, "Kami terpilih untuk menyenangkan rakyat, bukan menyusahkan rakyat." Namun, kondisi saat ini justru berkebalikan. Tim Gubernur di internal PA saling berebut pengaruh untuk merebut kekuasaan. Hal ini berdampak pada psikologis Mualem yang telah berjanji kepada rakyat.
"Janji politik Mualem adalah tanggung jawab moral timnya. Jangankan berkonflik, berbicara hal tidak produktif tanpa orientasi pembangunan Aceh pun harus dianggap sia-sia. Jangan saling berebut kuasa. Kasihan Mualem yang cenderung sulit menolak lobi sahabat-sahabatnya. Maka, para sahabatnya harus bijak menyikapi ini demi kepentingan Aceh," lanjut Syahril.
Menanggapi dinamika ini, kader PA seharusnya menahan diri dan memberi ruang bagi proses penetapan Sekretaris Jenderal (Sekjen) definitif yang telah mengantongi SK dari Kemenkumham. Dengan demikian, agenda besar PA dapat sejalan dengan visi-misi Gubernur Mualem. Selain itu, Mualem perlu diberi kenyamanan untuk fokus bekerja sebagai Gubernur Aceh, karena ia kini bukan sekadar Ketum Partai, melainkan pemimpin lebih dari 5 juta rakyat Aceh.
"Kami berharap kader PA menahan diri agar penetapan Sekjen definitif tidak terkendala. Berikanlah kenyamanan kepada Mualem untuk fokus menjalankan tugas sebagai Gubernur tanpa terbebani masalah internal partai," tutupnya.